Mohon tunggu...
suryo hadi kusumo
suryo hadi kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan pejuang seni.

saya hanyalah seorang pencinta seni dan pengkahayal, yang memiliki pikiran abstrak, serta mengabdikan diri kepada sebuah seni.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

The Chronicle of Sioux

15 Desember 2023   22:03 Diperbarui: 15 Desember 2023   22:05 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Area tanah itu mengering namun tidak kering

Bau debu yang berasal dari gurun itu semakin menguat

Aku hanya berdoa kencang-kencang dalam hati sambil memeluk tongkat mungilku yang tajam

Tubuhku yang mungil menyembunyikanku diantara semak-semak kering

Kini aku tersembunyi dari sebuah hewan buas

Sejak satu jam yang lalu aku melihat para pemuda tangguh berlarian

Suara penyemangat itu terdengar membahana disitu

Lima buah ledakan telah diluncurkan

Aku mengenali bau ini

Aku tahu siapa iblis yang mengamuk itu

Kini aku terdiam di antara semak-semak 

Diam dan tak bersuara

Sayup-sayup kumendengar suara nyanyian itu

Ya, lagu yang mengingatkanku akan siapa kami dan apa sebenarnya hidup ini

Suara ranting dan kayu yang terbakar dengan lembut itu masih kuingat

Suasananya

Kedamaiannya ....

Para pemuda dan orang tua berkumpul melingkar

Hunkapa Lakota kami menyebutnya

Wajah yang teduh sekaligus tegas itu menyiratkan akan sebuah pengalaman hidup

"Hunkapa... Hunkapa"

"Iya ada apa anakku?". Jawabnya.

"Apakah tindakan yang akan kulakukan ini bisa disebut sebagai pengecut?".

Lantas ia tersenyum kepadaku tanpa sepatah kata apapun

Ia berpaling dan berkata kepada seluruh orang disana

"Apapun yang terjadi kepada kalian nantinya itu tak masalah saudara-saudaraku, entqh kita menang atau kalah kalian harus melanjutkan hidup, kalian harus melakukan sesuatu setelahnya".

Semua orang diam tak bersuara, hanya suara perlahan api yang melahap kayu-kayu lemah itu terdengar indah 

"Kita sudah ditakdirkan berjuang dalam porsi dan bidang kita masing-masing, aku mohon benar-benar demi leluhur kita yang telah berjuang bersama leluhur dan leluhurnya juga, kalian harus tetap melanjutkan hidup kalian"

Kini aku tahu jawabannya

Kini aku tahu apa yang harus aku lakukan

Aku banga dengan semua orang yang ada didepan maupun belakangku

Si jenggot tua berambut emas itu sasaranku

Aku mengincarnya

Aku membencinya

Aku tak tahan dengan gelagatnya

Aku mulai berdiri diantara semak-semak kering itu

Aku mulai ancang-ancang

Namun tiada disangka-sangka si jenggit tua itu harus merenggak nyawa duluan oleh saudaraku yang lain

Tiba-tiba ada yang mendorongku masuk kedalam semak kering itu secara cepat

Namun kini nyaliku ciut oleh derasnya darah yang keluar dari kepala saudaraku

Aku kembali berdiam diri disana

Entah sampai kapan

Mungkin sampai waktu terhenti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun