Area tanah itu mengering namun tidak kering
Bau debu yang berasal dari gurun itu semakin menguat
Aku hanya berdoa kencang-kencang dalam hati sambil memeluk tongkat mungilku yang tajam
Tubuhku yang mungil menyembunyikanku diantara semak-semak kering
Kini aku tersembunyi dari sebuah hewan buas
Sejak satu jam yang lalu aku melihat para pemuda tangguh berlarian
Suara penyemangat itu terdengar membahana disitu
Lima buah ledakan telah diluncurkan
Aku mengenali bau ini
Aku tahu siapa iblis yang mengamuk itu
Kini aku terdiam di antara semak-semakÂ
Diam dan tak bersuara
Sayup-sayup kumendengar suara nyanyian itu
Ya, lagu yang mengingatkanku akan siapa kami dan apa sebenarnya hidup ini
Suara ranting dan kayu yang terbakar dengan lembut itu masih kuingat
Suasananya
Kedamaiannya ....
Para pemuda dan orang tua berkumpul melingkar
Hunkapa Lakota kami menyebutnya
Wajah yang teduh sekaligus tegas itu menyiratkan akan sebuah pengalaman hidup
"Hunkapa... Hunkapa"
"Iya ada apa anakku?". Jawabnya.
"Apakah tindakan yang akan kulakukan ini bisa disebut sebagai pengecut?".
Lantas ia tersenyum kepadaku tanpa sepatah kata apapun
Ia berpaling dan berkata kepada seluruh orang disana
"Apapun yang terjadi kepada kalian nantinya itu tak masalah saudara-saudaraku, entqh kita menang atau kalah kalian harus melanjutkan hidup, kalian harus melakukan sesuatu setelahnya".
Semua orang diam tak bersuara, hanya suara perlahan api yang melahap kayu-kayu lemah itu terdengar indahÂ
"Kita sudah ditakdirkan berjuang dalam porsi dan bidang kita masing-masing, aku mohon benar-benar demi leluhur kita yang telah berjuang bersama leluhur dan leluhurnya juga, kalian harus tetap melanjutkan hidup kalian"
Kini aku tahu jawabannya
Kini aku tahu apa yang harus aku lakukan
Aku banga dengan semua orang yang ada didepan maupun belakangku
Si jenggot tua berambut emas itu sasaranku
Aku mengincarnya
Aku membencinya
Aku tak tahan dengan gelagatnya
Aku mulai berdiri diantara semak-semak kering itu
Aku mulai ancang-ancang
Namun tiada disangka-sangka si jenggit tua itu harus merenggak nyawa duluan oleh saudaraku yang lain
Tiba-tiba ada yang mendorongku masuk kedalam semak kering itu secara cepat
Namun kini nyaliku ciut oleh derasnya darah yang keluar dari kepala saudaraku
Aku kembali berdiam diri disana
Entah sampai kapan
Mungkin sampai waktu terhenti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H