Mohon tunggu...
YoumiSr
YoumiSr Mohon Tunggu... -

I like writing what come to my mind 💻

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tumbal Sang Penolong

14 Februari 2019   20:18 Diperbarui: 14 Februari 2019   20:49 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Rend.."

Suara yang tak asing seperti memanggil namaku, aku yang saat itu tengah mengadakan sebuah acara festival musik di daerah Kertayuga kecamatan Nusaherang kota Kuningan, Jawa Barat, dalam event budaya musik daerah yang di isi oleh beberapa penyanyi dan Band ternama Ibu kota, aku mencari ke arah suara yang memanggil namaku.

"Sairendra kan?.."

Suara itu menghampiriku, suara musik yang sedikit kencang membuatnya berteriak sambil menepuk bahuku.

"Iya, Maaf anda siapa Bro?"

Aku kembali bertanya Kepada seseorang berbadan sedikit agak gemuk, berkulit sawo matang dengan tinggi tidak jauh dariku sekitar 165-167cm.

"Masa lupa Bro aku temen SMP mu dulu, Wisnu!"

Laki-laki itu kembali menepuk bahuku.

"Ya ampun lo Nu? Wah sampai gak ngenalin aku, subur sekali rupanya sekarang kau!"

Aku berpelukan sesaat dengan Wisnu, teman semasa SMP dulu di jakarta.

"Lo ngapain di sini?"

Wisnu berteriak ke arahku.

"Acar musik ini, gue yang ngadain Bro!"

Aku kembali berteriak, sorakan penonton menyaksikan beberapa Band ternama ibu kota terdengar sangat antusias, mereka bernyanyi bersama.

"Wih jadi lo sekarang jadi promotor musik nih?"

Wisnu kembali menepuk bahuku.

"lagi coba-coba aja Bro, Lo sendiri ngapain disini?"

Aku bertanya pada Wisnu, hampir sepuluh tahun lebih aku tidak bertemu dengannya, seingatku ketika naik kelas dua SMP Wisnu tidak lagi melanjutkan sekolahnya, karena saat itu ayahnya yang hanya seorang tukang jahit keliling, sakit parah dan tidak lama meninggal dunia, dengar kabar terakhir Ibunya Wisnu yang bekerja sebagai buruh cuci di perumahan tempat aku tinggal tidak sanggup membiayai sekolah Wisnu.

"Gue udah hampir 10 tahun tinggal di kota ini Bro, main-mainlah kerumah gue!"

Tidak berapa lama kami saling bertukar Nomer telepon, lalu Wisnu pergi pamit, aku melihat dia melajukan motor besarnya, mungkin kalau tadi Wisnu tidak menyapa terlebih dahulu sulit rasanya aku untuk mengenali wajahnya, penampilannya terlihat sangat jauh berbeda, pakaian yang dikenakanpun seperti barang mahal semua.

"Hebat Wisnu, sukses sekali rupanya dia!"

Aku bergumam dalam hati, teringat kenangan saat di sekolah dulu, dimana aku pernah melihat Wisnu lemas seperti tidak bersemangat, aku menghampiri dan bertanya, rupanya dia belum sarapan dari rumah, dan tidak diberikan uang saku, aku ajak dia ke kantin jam istirahat aku suruh makan apa yang dia mau, Wisnu seperti kalap, semua gorengan dikantin habis dimakan olehnya.

"Syukurlah kalau dia sukses sekarang, aku harus banyak belajar darinya!"

Aku kembali berbisik dalam hati, lalu berjalan ke belakang panggung untuk kembali kerja mengatur band berikutnya yang akan tampil.

_________________

Acara festival musik semalam berjalan dengan sangat lancar, tidak ada halangan sedikitpun, kendala pasti ada tapi itu tidak membuatku patah semangat.

"Kring.. Kring.. Kring.. "

Telepon selularku berdering, ku ambil HP yang terletak di kasur tempatku menginap di salah satu hotel di Cirebon.

"Rend, dimana kamu?"

Suara Wisnu langsung menyapaku tanpa basa basi.

"Masih di hotel Nu, baru saja bangun, mau cari sarapan sekalian lihat-lihat kota Kuningan!"

Aku mengambil handuk yang sudah aku siapkan dan aku letakkan dikasur juga.

"Sudah kamu langsung ke rumah aku saja, kita sarapan di sini bareng, sekalian makan siang, kamu masih lama di Kuningan tah?"

Wisnu memintaku untuk berkunjung kerumahnya, sebenarnya aku agak sedikit malas, masih terasa capek pas acara kemarin malam, tapi kalau di tolak gak enak juga.

"Yowis, aku mandi dulu Nu, kamu share lokasi aja di WA yo!"

"Klik".. Telepon genggampun aku matikan.

Aku segara bergegas ke kamar mandi, setelah itu berpakaian seadanya, maklum aku tidak banyak bawa salinan jika ada acara event di luar kota, seadanya saja, baju kaos berwarna biru dongker bersablon dengan tulisan "Scuba diving Manado North Sulawesi" kaos seharga Rp 150.000 aku beli saat mengadakan festival musik di kota Manado. Juga celana berbahan Levis berwarna hitam aku padukan dengan sepatu kets sneakers yang aku beli di salah satu distro di kota Bandung seharga tidak lebih dari Rp 250.000 berwarna abu-abu.

Aku berdiri di depan cermin, dalam hati aku berkata pada diri sendiri, mengapa orang setampan dan sekeren aku masih juga jomblo, akupun tertawa dalam hati, lalu aku mengambil kunci mobilku, menuju parkiran di basement hotel untuk mengunjungi teman semasa SMP dulu "Wisnu Wardoyo".

_________________

Aku mengikuti Maps yang diberikan Wisnu di WA tadi, tidak berapa lama mobil yang ku kendarai aku hentikan di sebuah rumah di daerah perkampungan, rumah Wisnu agak masuk ke pelosok rupanya, namun jalanannya sudah di aspal semua, kanan kiri masih terhampar persawahan, di tengah hamparan sawah aku melihat ada surau kecil, atau musola, terik matahari mulai terasa padahal baru menunjukkan pukul 09.41 WIB.

Pintu gerbang yang sangat besar dan tinggi, terbuka dengan sendiri, aku seperti di sambut dan tidak salah masuk, ini pasti rumah Wisnu, ku parkirkan mobil ku diantara beberapa mobil mewah lainnya, ada motor gede juga, sungguh kehidupan yang sangat mencolok untuk ukuran orang-orang desa di lingkungan rumah Wisnu.

"Akhirnya sampai juga, gampang kan cari rumahku?"

Wisnu keluar dari dalam rumah, menghampiriku yang baru saja selesai memarkirkan mobilku di garasi rumahnya yang sangat luas. Aku melihat di belakang Wisnu ada seorang wanita cantik berambut panjang, mengenakan baju terusan berwarna kecoklat-coklatan, sudah pasti itu istrinya Wisnu, cantik dan anggun sekali, bisikku dalam hati.

"Wah, besar Sekali rumahmu Nu, sampai kagum aku dibuatnya!"

Wisnu langsung merangkul bahuku, untuk mengajak aku masuk ke dalam rumahnya, ruangan pertama yang aku masuki adalah ruang tamu dengan kursi-kursi jati yang sangat kokoh juga lemari yang memajang beberapa guci-guci yang terlihat antik dan pastinya sangat mahal.

"Hebat kamu Nu, bisa sesukses ini!"

Aku semakin berdecak kagum memasuki rumah Wisnu dan melihat dengan detail setiap perabotan yang ada di dalam rumahnya.

"Ah Biasa saja Rend, ini belum seberapa!"

Wisnu tersenyum ke arahku, mempersilahkan aku untuk duduk di kursi meja makan yang kursi-kursinya terbuat dari jati bergaya klasik.
Kembali aku melihat sosok wanita berbaju coklat tadi sekelebat seperti berjalan dengan cepat dari arah dapur ke halaman belakang, wajahnya menunduk aku merasa istri Wisnu seorang yang sangat pemalu.

"Hayuk Rend sarapan dulu, kamu pasti laperkan, tadi pagi niat mau cari sarapan malah aku suruh cari alamat rumahku!"

Wisnu tertawa kecil, mataku masih tertuju kehalaman belakang yang terlihat sangat luas, halaman itu terlihat dengan jelas dari ruang makan meski terhalang oleh dingding berkaca besar dan sebagian tertutup gorden.

"Istrimu mana? Anak-anakmu?"

Aku bertanya kepada Wisnu yang tengah asik mengambil sepotong surabi dan sesekali meminum kopi hitamnya yang terlihat berwarna pekat. Tidak berapa lama aku bertanya seperti itu aku melihat sosok anak kecil seperti anak bayi berusia 10 bulan, tapi seperti berlari kesana kemari di halaman belakang rumah Wisnu yang memang terlihat masih luas. Bukankah kalau anak bayi 10 bulan baru bisa merangkak? Aku bertanya dalam hatiku sendiri? Atau memang anak-anak balita sekarang lebih cepat dalam pertumbuhan? Ah ngerti apa aku tentang balita? Menikah saja belum, bisik ku dalam hati.

"Dimakan Rend, jangan bengong saja dong?"

Suara Wisnu mengagetkan lamunanku, mataku yang selalu menuju ke halaman belakang, membuat aku penasaran ada apakah di sana?

"Rumah sebesar ini, kamu tinggal sama siapa Nu?"

Aku kembali bertanya kearah Wisnu, kali ini Wisnu sedang memakan sebuah daging, seperti daging steak, tapi terlihat alot dan keras, aku masih penasaran, mengapa Wisnu tidak menjawab pertanyaanku sebelumnya,  aku bertanya dimana anak dan istrinya berada.

"Kamu tuh dari tadi kenapa sih? Banyak sekali bertanya ini itu? Aku tuh nyuruh kamu ke rumahku ya untuk sarapan sekalian kita makan siang nanti!"

Suara Wisnu seperti sedikit meninggi, mungkin dia merasa tidak nyaman sedari datang aku terlalu banyak ingin tahu, sebenarnya aku hanya sedikit penasaran saja dengan wanita yang aku lihat, dan beberapa anak kecil yang berlarian dihalaman belakang.

"Maaf Nu, gak ada Maksud, sebaiknya selesai sarapan aku langsung balik ke hotel saja!"

Aku mengambil cangkir kopi yang sudah tersedia, ku teguk beberapa tegukan tiba-tiba saja kepalaku terasa pusing, keadaan ruang makan seketika berputar, aku kembali melihat ke halaman belakang, perempuan berbaju coklat itu seperti hiba menatapku, matanya ada kesedihan, sayup-sayup aku mendengar suara adzan zuhur berkumandang dari surau yang tidak jauh berada di sekitar rumah Wisnu, suara adzan terdengar semakin kecil dan menghilang ketika aku mendengar suara musik yang lebih kencang, Wisnu menyetel musik yang sangat kencang hingga memekakan telinga, dan seketika aku tak sadarkan diri.

______________________

Aku terbangun, ternyata aku sudah berada di sebuah kamar yang sangat besar, aku mencoba mengingat apa yang telah terjadi, tetapi rasanya kepalaku masih sangat sakit, perutku sedikit mual. Aku tengok jam di dingding kamar, menunjukkan pukul 17.27 WIB, aku segera berjalan ke arah ruang makan untuk mencari Wisnu, aku harus balik ke hotel, meski kepalaku terasa pusing, tetapi aku harus memaksakan diri, sebentar lagi magrib, jalanan pasti semakin gelap.

"Nu, Wisnu.. Kamu dimana?"

Aku berjalan sedikit sempoyongan, berteriak memanggil nama Wisnu, rumah sebesar ini, tidak ada orang sama sekali, bagaimana aku harus bertanya kemana si Wisnu Wardoyo berada? Dengan menahan sakit kepala yang masih terasa, aku terus berteriak memanggil Wisnu, aku mencari kunci mobil yang aku letakkan di meja makan, tapi tidak ada. Aku berjalan keruang tamu disana sepi. Aku menyusuri beberapa kamar, tak ada satu suarapun yang merespon teriakanku.

"Nu, Wisnu.. Dimana kamu? Aku mau pamit ke hotel, kamu melihat kunci mobilku tidak?"

Ketika aku kembali ke ruangan makan, dan melihat kehalaman belakang, lagi dan lagi aku melihat sosok wanita berbaju coklat, mungkin wanita itu bisa menjelaskan ke aku kemana Wisnu pergi, maka dengan langkah gontai aku mencoba pergi ke halaman belakang, keadaan semakin gelap, rumah sebesar ini tidak ada yang menyalakan lampu-lampunya, sial bisikku dalam hati. Aku masih melihat wanita berbaju coklat itu berdiri, namun ketika aku menghampiri, wanita itu masuk kedalam tembok, menebus dingding ruangan dimana dihalaman belakang itu terdapat satu rumah kecil, entah apa?

"Sial, Wanita berbaju coklat itu tembus ke dalam tembok, berarti benar dugaanku, dia bukanlah istri Wisnu!"

Aku terus mendekati rumah kecil itu, di depan terdapat berbagai macam sesajen, entah untuk apa? Aku hanya berfikir itu semacam adat di sini. Ketika mau masuk ke ruangan itu, kembali aku melihat sosok balita berusia 10 bulan, kali ini aku melihat dengan jelas, balita itu berlari sebagian seperti memakan daging entah apa? Daging yang sama yang pernah dimakan Wisnu, terlihat alot dan keras, hanya saja ada yang aneh, balita itu mempunyai gigi-gigi yang runcing, mata merah menyala, kuping lancip, seketika langkahku terasa kaku, aku mulai menyadari ada sesuatu yang tidak beres di rumah besar ini, tapi apa? Kenapa? Aku masih kepingin tau, aku membuang pandanganku dari balita-balita menyeramkan itu, semacam Tuyul mungkin itu lebih tepatnya. Aku semakin mendekat kerumah kecil itu, kubuka pintu yang terlihat sudah sedikit terbuka.

"Kreeekkk.." Suara pintu itu berdenyit, membuat badanku terasa ngilu, ruangan itu terasa gelap, bau amis sangat menyengat, aku melihat seperti sebuah mesin pemotong daging, menyala mencacah-cacah beberapa daging yang tergiling halus, sebuah wadah sudah siap menapung daging-daging tersebut. Aku berjalan semakin mendekat ke arah mesin itu, suaranya nyaris tak terdengar, sangat halus. Aku mencoba mencari saklar lampu di ruangan itu dan aku mendapati

"Klik.. " kunyalakan saklar lampu di ruangan itu, hanya bohlam 5watt berwarna kuning menyala di sudut ruangan. Betapa terkejutnya aku, ketika melihat di atas langit-langit plafon ruangan itu, ada sebagian tangan terikat tanpa badan, ada sebagian kaki terikat tanpa badan, dan yang lebih mengerikan lagi, ada kepala yang terikat tanpa badan, dengan keberanian penuh aku memperhatikan kepala itu, seketika aku mendengar suara isakan tangis, sangat memilukan hati, di pojok ruangan itu wanita bergaun coklat itu berdiri, menangis tersedu-sedu, badanku terasa kaku, buluk kuduk ku terasa berdiri semua, aku mencoba berbalik badan untuk keluar dari ruangan itu, namun kakiku terasa menyatu menempel dengan lantai di ruangan itu.

"Sebaiknya kamu pergi, secepatnya jika kamu tak ingin bernasib seperti kami!"

Wanita berbaju coklat itu tiba-tiba berbicara ke arahku. Matanya mengeluarkan air mata tapi bukan air mata yang menetes melainkan darah segar.

"kamu tahu? Selain melakukan pesugihan Wisnu Wardoyo adalah seorang psikopat, dia memakan daging manusia yang menjadi tumbalnya, dan mesin yang menyala itu adalah mesin yang memotong tiap bagian tubuh tumbalnya!?

"HiHiHiHi... " Wanita itu menangis merintih seakan kesakitan.

"Dan orang yang menjadi tumbalnya adalah orang-orang yang pernah menolong Wisnu Wardoyo di kala susah dulu, karena pesugihannya meyakini, dengan adanya membunuh dan menjadikan tumbal orang-orang baik maka kekayaan Wisnu Wardoyo akan abadi, dan dia akan selalu terlihat baik dimata masyarakat dan dimanapun dia berada!"

"HiHiHiHi.. " suara wanita itu kembali meringis, pedih, sakit, seakan bercampur menjadi satu, aku terus berusaha menggerakkan badanku untuk keluar dari ruangan itu, tapi lagi dan lagi kaki ku terasa kaku, sama sekali tak dapat ku gerakkan.

"Kamu tau siapa saya? Saya adalah istri dari Pak Wira tukang kebun di rumah ini, dulu sebelum Wisnu kaya seperti ini saya dan Pak Wira yang mengangkat Wisnu menjadi anak angkat kami, tapi pada akhirnya kebaikan kami dibalas untuk menjadi tumbalnya, kamu lihat tangan dan kaki yang bergelantung dilangit-langit itu? Itu adalah sebagian tubuh suami saya, sebagiannya sudah dimakan, termasuk sarapan pagi tadi sebuah Steak daging manusia!"

"HiHiHiHi... Dan setan setan kecil yang berlari dihalaman bekakang ini, adalah anak-anak Jin dari tempat Wisnu bersunggih di dekat kaki gunung ceremai"

Wanita berbaju coklat itu, kembali menangis, suara tangisannya seakan memekakan telinga, aku menundukkan pandanganku, tak berani aku menatap ke wajahnya yang hancur, aku mencoba melawan diriku sendiri agar aku bisa bergerak, dan keluar dari ruangan itu, sayup-sayup kembali terdengar adzan magrib, dan tiba-tiba badanku mulai bisa digerakkan, aku mencoba untuk tenang, aku mengikuti suara adzan magrib yang berkumandang dalam hati, dan seketika aku bisa membalikkan badanku, kumatikan lampu ruangan itu, kututup kembali pintu rumah kecil itu, aku terus mengikuti suara adzan yang berkumandang dari musola yang pernah aku lihat sebelum aku memasuki gerbang rumah wisnu.

"Allohu akbar, Allohu akbar, Laa Ilaaha Illallahu"

Aku berlari dengan gontai, menuju garasi mobil, saat ini yang ada di pikiranku hanya satu, bagaimana aku bisa menyelamatkan diri. Ketika sampai di garasi aku tidak menemukan mobilku terparkir di sana, dan tidak berapa lama aku melihat gerbang besar itu terbuka, mobilku masuk menuju garasi, aku segera berlari ke kamar tempat dimana tadi aku siuman, rupanya Wisnu sengaja memakai mobilku agar aku tidak bisa pergi. Aku mencoba pasrah-sepasrahnya.

______________________

"Rend, Rendra.. "

Suara Wisnu kini berteriak memanggil namaku, aku masih terus berzikir memohon pertolongan ke pada Alloh SWT.

"Tok.. Tok.. Tok.. "

Wisnu mengetuk kamarku, sialnya HP akupun tidak ada, aku ingin mengabarkan kepada keluarga dan beberapa temanku, jika sampai aku tak di temukan, maka aku telah membusuk di rumah ini. Lagi dan lagi aku hanya bisa pasrah.

"Iya sebentar Nu, aku baru selesai sholat magrib?"

Aku lipat sajadahku, sebenarnya aku masih ingin mengaji, memohon pertolongan sama gusti Alloh, hanya Gusti Alloh yang bisa menyelamatkanku saat ini. Aku berjalan ke pintu kamar, kutarik nafas dalam-dalam agar Wisnu tak curiga aku sudah mengetahui yang sebenarnya.

"Sorry Rend, Mobilmu aku pakai sebentar tadi ke kota, ada yang harus aku beli, gimana sudah membaikkah dirimu?"

Wisnu menatapku, memberikan kunci mobil kepadaku.

"Nu, Maaf kayanya aku harus pamit sekarang, besok aku sudah harus balik ke Jakarta, aku harus balik ke hotel terlebih dahulu untuk mengambil barang-barang yang masih tertinggal di sana!"

"Sudah malam Rend, apa gak sebaiknya besok saja? Disini kalau habis magrib jalanan agak sepi loh!"

Wisnu mencoba membujukku agar aku mau bermalam dirumahnya, tentu saja itu tidak terfikir olehku, bagaimana juga aku harus keluar dari rumah angker ini..

"Gak apa-apalah Nu, aku nyetirnya pelan-pelan saja, terima kasih ya atas jamuannya, maaf kalau aku merepotkan!"

Aku mencoba basa basi, kujabat erat tangan Wisnu, tangannya dingin, sedingin sikapnya yang ternyata seorang "Psikopat" hanya saja aku mencoba untuk tenang. Aku berjalan keluar dari kamar, di ikuti oleh langkah Wisnu di belakangku.

"Rend.. "

Tiba-tiba Wisnu memanggil namaku kembali, seketika badanku kembali lemas, aku khawatir Wisnu mengetahui aku sudah memasuki rumah kecil di halaman belakangnya. Aku menghentikan langkahku, ku balikkan badanku menghadap ke Wisnu yang masih berdiri di belakangku.

"Iya, kenapa Nu..? "

Aku kembali mencoba tenang, seakan aku tidak menunjukkan rasa takutku, padahal setengah mati rasa takut ini, melihat Wisnu lebih menyeramkan daripada melihat wanita berbaju coklat tadi.

"Kamu tahu? Aku banyak berhutang budi kepadamu, dulu jaman kita sekolah hanya kamu yang mau berkawan denganku, yang lain selalu menghinaku, mengejekku, hanya karena aku dekil, miskin, bahkan kamu tau dulu kupingku berair alias congean saking jeleknya aku, miskinnya aku, mana pernah aku mau memperdulikan penampilanku semasa SMP dulu!"

Wisnu terdiam, suaranya datar namun terdengar penuh dendam.

"Tapi kamu, masih mau dan sudi berteman denganku, padahal dulu ibuku saja menjadi buruh cuci di rumah orang tuamu!"

Kembali Wisnu terdiam, matanya menerawang seakan ada memori yang di ingatnya, aku mencoba mendengarkan mungkin Wisnu hanya ingin meluapkan sedikit perasaannya.

"Bahkan ketika aku dikelas terkulai lemas karena belum sarapan bahkan makan dari sehari sebelumnya, kamu satu-satunya temen dikelas yang mentraktirku, kamu ajak aku ke kantin sekolah, untuk memakan semua apa yang ingin aku makan, dan gorengan dikantin Bang Ijal dalam sekejap habis olehku, kamu tau? Tidak semua gorengan itu aku makan, sebagian aku bungkus untuk adik-adikku dan ibuku!"

Wisnu menundukkan pandangannya, terdengar suaranya kian lirih, bisa jadi di saat Wisnu menundukkan kepalanya dia meneteskan air mata.

"Sudah Nu, tak usah di ingat kembali, aku tulus berteman denganmu, aku pamit ya!"

Aku mendekati Wisnu, ku tepuk bahunya.

"Rend.. Maafkan aku kalau pada akhirnya aku tidak bisa membalas kebaikanmu, aku hanya ingin menikmati hidupku saat ini!"

Aku menuju garasi mobil, ku starter mobilku, cuaca semakin gelap, pintu gerbang besar itu terbuka dengan sendirinya, aku melambaikan tanganku dari jendela mobil ke arah Wisnu yang masih berdiri menatap kepergianku, dari kaca spion kembali aku melihat sosok wanita berbaju coklat itu, berdiri tepat di belakang Wisnu, wanita itu tersenyum seakan mengucapkan sesuatu, tapi entah apa? Aku juga melihat tuyul-tuyul berkuping lancip itu, sebagian pada bergelayut di pundak Wisnu, ada yang sebagian menjilat-jilat mobil mewah Wisnu seakan mereka senang bekerja untuk majikannya.

Aku terus melajukan kendaraanku secepat mungkin, aku bersyukur bisa keluar dari rumah angker itu, tiba-tiba saja aku merasakan hal yang aneh, hal yang janggal, tak ku temukan jalan beraspal, sawah-sawah yang menghampar dimana awal aku datang kerumah Wisnu, aku masih mengingat dengan jelas, ada sawah yang membentang dan di tengahnya terdapat surau atau musola kecil, kenapa jalan ini sekarang berbatu, dan berkabut?

______________________

Paginya Wisnu tersenyum, di rumahnya yang besar dia menyalakan televisi dan menonton sebuah headline News

"Telah terjadi kecelakaan malam tadi, sekitar pukul 21.12 WIB, seorang pemuda yang mengendarai mobil dengan Plat Nomer Jakarta, masuk ke dalam jurang di daerah Kalijaga, di duga rem mobil dari pemuda ini Blong, saat ini korban sudah di evakuasi oleh tim SAR dari kota Cirebon, Korban bernama " Sairendra Kurniawan" Jika ada keluarga atau kerabat yang mengenali silahkan datang ke RSUD kota Cirebon."

Klik.. Wisnu Wardoyo mematikan televisinya.

"Masih baguslah kau matinya di jurang, daripada kau mati di dalam perutku ini!"

Wisnu kembali mengunyah sebuah daging, di ruang makannya, kali ini di temani oleh tuyul-tuyul bertaring itu. Mereka saling berebut seakan makan dengan sangat lahapnya.

Wisnu tersenyum, menikmati setiap daging manusia yang di jadikan makanan khususnya agar dia tetap menikmati kekayaannya.

Sementara di sudut halaman belakang wanita berbaju coklat itu menangis tersedu sedu, suara tangisannya memekakan telingan bagi yang mendengar, tapi Wisnu seakan biasa saja, wanita itu menangis karena yang Wisnu makan adalah daging suaminya sendiri "Pak Wira" sementara si Wanita itu hanya di bunuh dan di kubur di perkarangan halaman belakang rumah Wisnu, baju berwarna coklat yang dikenakan wanita itu karena terkena tanah yang di gali. Dan tuyul-tuyul bertaring itu seakan mengejek dengan memakan bagian demi bagian tubuh Pak Wira, bersama sang Majikan Wisnu Wardoyo.

"Aku hanya ingin menikmati hidupku!"

Penulis

YoumiSr

14.02.2019

*Fotobygoogle

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun