Mohon tunggu...
YoumiSr
YoumiSr Mohon Tunggu... -

I like writing what come to my mind 💻

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tumbal Sang Penolong

14 Februari 2019   20:18 Diperbarui: 14 Februari 2019   20:49 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika aku kembali ke ruangan makan, dan melihat kehalaman belakang, lagi dan lagi aku melihat sosok wanita berbaju coklat, mungkin wanita itu bisa menjelaskan ke aku kemana Wisnu pergi, maka dengan langkah gontai aku mencoba pergi ke halaman belakang, keadaan semakin gelap, rumah sebesar ini tidak ada yang menyalakan lampu-lampunya, sial bisikku dalam hati. Aku masih melihat wanita berbaju coklat itu berdiri, namun ketika aku menghampiri, wanita itu masuk kedalam tembok, menebus dingding ruangan dimana dihalaman belakang itu terdapat satu rumah kecil, entah apa?

"Sial, Wanita berbaju coklat itu tembus ke dalam tembok, berarti benar dugaanku, dia bukanlah istri Wisnu!"

Aku terus mendekati rumah kecil itu, di depan terdapat berbagai macam sesajen, entah untuk apa? Aku hanya berfikir itu semacam adat di sini. Ketika mau masuk ke ruangan itu, kembali aku melihat sosok balita berusia 10 bulan, kali ini aku melihat dengan jelas, balita itu berlari sebagian seperti memakan daging entah apa? Daging yang sama yang pernah dimakan Wisnu, terlihat alot dan keras, hanya saja ada yang aneh, balita itu mempunyai gigi-gigi yang runcing, mata merah menyala, kuping lancip, seketika langkahku terasa kaku, aku mulai menyadari ada sesuatu yang tidak beres di rumah besar ini, tapi apa? Kenapa? Aku masih kepingin tau, aku membuang pandanganku dari balita-balita menyeramkan itu, semacam Tuyul mungkin itu lebih tepatnya. Aku semakin mendekat kerumah kecil itu, kubuka pintu yang terlihat sudah sedikit terbuka.

"Kreeekkk.." Suara pintu itu berdenyit, membuat badanku terasa ngilu, ruangan itu terasa gelap, bau amis sangat menyengat, aku melihat seperti sebuah mesin pemotong daging, menyala mencacah-cacah beberapa daging yang tergiling halus, sebuah wadah sudah siap menapung daging-daging tersebut. Aku berjalan semakin mendekat ke arah mesin itu, suaranya nyaris tak terdengar, sangat halus. Aku mencoba mencari saklar lampu di ruangan itu dan aku mendapati

"Klik.. " kunyalakan saklar lampu di ruangan itu, hanya bohlam 5watt berwarna kuning menyala di sudut ruangan. Betapa terkejutnya aku, ketika melihat di atas langit-langit plafon ruangan itu, ada sebagian tangan terikat tanpa badan, ada sebagian kaki terikat tanpa badan, dan yang lebih mengerikan lagi, ada kepala yang terikat tanpa badan, dengan keberanian penuh aku memperhatikan kepala itu, seketika aku mendengar suara isakan tangis, sangat memilukan hati, di pojok ruangan itu wanita bergaun coklat itu berdiri, menangis tersedu-sedu, badanku terasa kaku, buluk kuduk ku terasa berdiri semua, aku mencoba berbalik badan untuk keluar dari ruangan itu, namun kakiku terasa menyatu menempel dengan lantai di ruangan itu.

"Sebaiknya kamu pergi, secepatnya jika kamu tak ingin bernasib seperti kami!"

Wanita berbaju coklat itu tiba-tiba berbicara ke arahku. Matanya mengeluarkan air mata tapi bukan air mata yang menetes melainkan darah segar.

"kamu tahu? Selain melakukan pesugihan Wisnu Wardoyo adalah seorang psikopat, dia memakan daging manusia yang menjadi tumbalnya, dan mesin yang menyala itu adalah mesin yang memotong tiap bagian tubuh tumbalnya!?

"HiHiHiHi... " Wanita itu menangis merintih seakan kesakitan.

"Dan orang yang menjadi tumbalnya adalah orang-orang yang pernah menolong Wisnu Wardoyo di kala susah dulu, karena pesugihannya meyakini, dengan adanya membunuh dan menjadikan tumbal orang-orang baik maka kekayaan Wisnu Wardoyo akan abadi, dan dia akan selalu terlihat baik dimata masyarakat dan dimanapun dia berada!"

"HiHiHiHi.. " suara wanita itu kembali meringis, pedih, sakit, seakan bercampur menjadi satu, aku terus berusaha menggerakkan badanku untuk keluar dari ruangan itu, tapi lagi dan lagi kaki ku terasa kaku, sama sekali tak dapat ku gerakkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun