"Hus! Papa belum selesai ngomong."
"Oups, iya maap. Papa mau ngomong apa?"
"Papa mau mengabulkan permintaan kamu tapi dengan 1 syarat," katanya lagi.
Dan saya pun was-was lagi namun tak tahan untuk tidak bertanya, "Apa syaratnya, Pa?"
Papa tersenyum sekilas tapi dia tidak meneruskan kalimatnya. Seperti tadi dia menjulurkan tangan dan mengusap-usap pipi saya dengan penuh kasih sayang.
Saya menggenggam tangannya dan mengulang pertanyaan, "Apa syaratnya, Pa?"
"Syaratnya kamu harus mencium Papa sambil bilang 'I love you'. Sudah lama sekali kamu nggak melakukannya ke Papa."
Saya surprise bukan main. Memang sejak Papa tidak merasa malu lagi dicium, saya sudah jarang menciumnya. Sungguh tidak disangka permintaannya cuma seremeh ini. Tanpa disuruh dua kali, saya langsung menghampiri dan menciumnya bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Dari pipi kiri, pipi kanan, lalu dahi, lalu jidat, pindah ke ubun-ubun kemudian dimulai dari awal lagi di pipi kiri. Setiap ciuman selalu saya selipkan kalimat 'I love you'.Â
Cup! "I love you Papaku." Cup! "I love you, Papaku sayang.." Cup! "I love you so much, Papaku." Cup! "I love you, Papa tercinta." Cup! "I love you Papanya Yoyo...."
Papa tersenyum tapi matanya berkaca-kaca.
Senyum dan air mata jarang sekali hadir berbarengan. Namun ketika keduanya muncul bersama, emosinya terasa jauh lebih mengharukan. Melihat wajahnya, saya pun ikut meneteskan air mata. Saya peluk beliau dengan lembut, meletakkan kepala di dadanya, sementara bibir saya  terus membisikkan 'I love you, Papaku' tanpa putus sampai akhirnya Papa tertidur lelap.