Mohon tunggu...
Yoyo
Yoyo Mohon Tunggu... Buruh - Lorem ipsum dan lain-lain seperti seharusnya

Tour leader. Pengamat buku, kutu buku, penggila buku dan segala hal yang berbau buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cindy Sang Dewa Penolong

16 Agustus 2016   15:14 Diperbarui: 17 Agustus 2016   04:04 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sepak terjangnya sering tidak terduga. Orangnya juga cenderung tomboy. Hobinya main sepakbola dan seni bela diri Wushu. Cindy sangat mahir dalam olahraga ini. Bahkan saat SMP pun dia konon sudah memegang sabuk hitam. Hebat ya? Mungkin karena itu pula dia jadi tidak takut pada siapapun.

Mungkin ada yang belum pernah mendengar seni bela diri Wushu ini. Saya ceritakan sedikit ya? Kata Wushu berasal dari dua kata yaitu “Wu” dan “Shu”. Arti dari kata “Wu” adalah ilmu perang, sedangkan “Shu” adalah seni. Sehingga Wushu bisa juga diartikan sebagai seni untuk berperang atau seni beladiri. Anak jaman sekarang senang menyebutnya dengan Martial Art.

Kalau dibandingkan dengan seni bela diri Indonesia, mungkin Wushu bisa disejajarkan dengan pencak silat. Karena dalam wushu, kita juga mempelajari seni, olahraga, kesehatan, beladiri dan mental. Jadi jangan pernah menyangka bahwa Wushu hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan gerakan fisik dan kekerasan saja. Wushu juga melibatkan pikiran. Kita harus belajar mengolah pernafasan, memahami anatomi tubuh kita, dan juga mempelajari ramuan atau obat-obatan untuk memperkuat tubuh maupun untuk pengobatan.

Seni bela diri Wushu dikembangkan oleh etnis China yang menetap di wilayah Asia Tenggara. Kalau di Indonesia, dulunya Wushu lebih dikenal dengan istilah Kuntao.

“Cup! Cup! Cup!” Cindy memegang kepala saya dan mencium tiga kali. Dua kali di pipi kiri dan kanan, sedangkan yang terakhir selalu jatuh di bibir. Dari dulu saya sering merasa jengah kalau dia mencium di bibir tapi karena sikapnya yang terlihat tulus, saya tidak protes apa-apa.

“Kamu ngapain di Amerika Yo? Lagi liburan sama keluarga ya?” tanya Cindy sambil tangannya terus merangkul pinggang saya erat sekali.

“Aku kuliah travel di sini. Kamu ngapain di sini?” Dari dulu kami selalu membahasakan diri sendiri dengan ‘aku’ dan ’kamu’.

“Aku udah nikah dan tinggal di Long Island sama suamiku.”

“Oh ya? Kok buru-buru amat nikahnya? Nggak kamu banget kayaknya.” Saya selalu ingat Cindy selalu berkata bahwa dia ingin menikah paling cepat umur 35 tahun. Mau mengejar karir dulu sebagai atlet Wushu lalu merambah ke dunia film dan modeling.

“Hahahaha iya, aku bunting duluan sih sama Mark.”

“Astaga! Kamu serius Cin? Mark itu siapa” tanya saya kaget. Cindy tak pernah berhenti membuat saya terkejut. Saya aja pusing tujuh keliling dengan kehamilan ini, sementara dia dengan ringan mengatakan bahwa dia ‘bunting duluan’ tanpa beban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun