Mohon tunggu...
Yossie Fadlila Susanti
Yossie Fadlila Susanti Mohon Tunggu... Guru - Pendidik PAUD

Travelling susur tempat bersejarah seperti candi-candi peninggalan nenek moyang, bangunan kuno, dan mengulik sejarahnya adalah hal yang sangat saya sukai disamping profesi sebagai pendidik anak usia dini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Subuh Berdarah di Bulan Ramadan, Sebuah Catatan Pilu Masa Lalu

16 Mei 2023   19:57 Diperbarui: 20 Mei 2023   14:08 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Kuat Mas, ayo kita kunjungi makam sahabat-sahabatmu, kita doakan mereka," ucap Septia lirih.

            Satu demi satu, Pak Karnadi menunjukkan makam para sahabat Darmawan. Ia melihat nama-nama sahabatnya tertera di patok makam mereka. Tetiba badannya berguncang hebat, ia mendadak ambruk di salah satu sisi makam.  Tak terasa air matanya mengalir, membasahi pipinya. Ia terisak sesenggukan menahan rasa yang bercampur aduk menghimpit  dadanya. Ia teringat kembali peristiwa tragis itu. 

           "Maafkan aku ... hu hu huuu ... maafkan aku sahabatkuu ...," Darmawan tak kuasa menahan tangisnya. 

Septia berusaha menenangkan suaminya dengan mengusap pundaknya perlahan.

           "Istighfar Mas, istighfar ... mereka sudah tenang di sana," ucap Septia lirih. 

           Sekuat tenaga ia bertahan berada di sisi makam mereka, matanya terpejam, dan terus mendoakan para sahabatnya. Setelah 37 tahun yang lalu, baru kali ini ia mengunjungi mereka di pemakaman. Prio, Sholeh, Dullah, Asnawi, Hamdani, Reno, sahabat masa kecil yang takkan pernah terlupakan!

            Setelah beberapa lamanya di area pemakaman, akhirnya terdengar kumandang adzan asyar dari kejauhan. Mereka pun perlahan meninggalkan area pemakaman. Meskipun sedih mengingat masa lalu, namun ada perasaan lega karena Darmawan telah mampu mengunjungi makam para sahabatnya dan mendoakan mereka.

            "Pak, saya secara pribadi mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua perhatian dan kebaikan Bapak kepada saya dan telah menganggap saya sebagai putra Bapak sendiri, semoga Allah senantiasa merahmati Bapak, kami pulang Pak, Assalamu'alaikum ...," ucap Darmawan sambil mencium tangan Pak Karnadi.

            Ia berjanji akan sering datang mengunjungi Pak Karnadi sekaligus mengunjungi makan para sahabatnya di desa tempat ia dilahirkan.

            Sebuah pelukan hangat menutup pertemuan mereka sore itu. Darmawan melangkah ringan menuju ke mobilnya.  Jiwanya terasa ringan, seolah sebuah beban berat telah terlepas dari pundaknya.  Kini ia merasa siap mengikis trauma yang telah menghantuinya selama hampir 37 tahun lamanya! Tapi itu bukan berarti Ia  melupakan para sahabat masa kecilnya. Seperti apapun mereka tetap sahabat di hati Darmawan. Sahabat yang telah memberinya banyak pelajaran hidup.

~ Yfs ~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun