Mohon tunggu...
Yossie Fadlila Susanti
Yossie Fadlila Susanti Mohon Tunggu... Guru - Pendidik PAUD

Travelling susur tempat bersejarah seperti candi-candi peninggalan nenek moyang, bangunan kuno, dan mengulik sejarahnya adalah hal yang sangat saya sukai disamping profesi sebagai pendidik anak usia dini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Subuh Berdarah di Bulan Ramadan, Sebuah Catatan Pilu Masa Lalu

16 Mei 2023   19:57 Diperbarui: 20 Mei 2023   14:08 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Sesampai di lokasi,  Darmawan sejenak merasa ragu. Benarkah ini adalah tempat yang ia maksud? Ia merasa takjub dan tak percaya dengan apa yang terhampar di depan matanya.  Sebuah masjid megah berdiri kokoh nan indah di hadapannya, bukan lagi sebuah mushala kecil tempat ia dulu biasa mengaji bersama teman-temannya.

            "Masyaallah .... indah sekali Mas, masjidnya," ucap Septia kagum.

            "Allahu Akbar! 37 tahun yang lalu, ini adalah sebuah mushala kecil, Mah," ucap Pak Darmawan tak kalah kagumnya.

             Beberapa saat, dipandanginya masjid itu hingga ke sudut-sudutnya. Dari jauh tampak seorang lelaki tua berjenggot putih panjang. Badannya sedikit gempal, dengan sebuah peci hitam  di kepalanya. Lelaki itu tengah membersihkan sebuah kamar mandi. Sepertinya,  Darmawan mengenal lelaki tua berjenggot putih itu. Tapi, saat ini baginya sulit untuk mengingat dan menyebutkan sebuah nama.

            "Assalamu'alaikum, Bapak," ucap Darmawan memberanikan diri seraya menghampiri dan mengulurkan tangannya kepada lelaki tua itu.

            "Wa'alaikum salam warrahmatullahi wabarakatuh," jawab lelaki itu ramah menjabat erat tangan  Darmawan.

            "Ngapunten Pak, badhe nyuwun pirsa, punopo Bapak, leres Pak Karnadi?" tanya Pak Darmawan setengah bimbang. [Bahasa Jawa : Maaf Pak, mau bertanya, apakah Bapak benar Pak Karnadi?]

            "Injih leres Nak, panjenengan sinten?" Bapak yang disapa dengan nama Pak Karnadi itu pun balik bertanya. [Bahasa Jawa :  Benar Nak, anda siapa?]

            "Oh, Alhamdulillah, sssaa ... saya .. Darmawan Pak," jawab  Darmawan tetiba gugup.

            Bapak tua yang memang bernama Pak Karnadi itu mengernyitkan dahinya. Matanya menatap  Darmawan dalam-dalam. Tangan yang mulai mengeriput namun masih tampak kuat itu menggenggam lengan  Darmawan kuat-kuat.

            "MasyaAllah .... apakah benar ini Nak Wawan? Allahu Akbar, bagaimana kabarnya Nak? Kemana saja selama ini?" tanya Pak Karnadi menyebut  Darmawan dengan panggilan masa kecilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun