Â
      Nanda, Shinta dan Astri, tiga wanita cantik kakak beradik dari Keluarga Besar Eyang Suwito Kartotenoyo ini adalah sosok-sosok wanita tangguh, mandiri dan bisa dikatakan luar biasa. Namun, yang lebih luar biasa adalah Eyang Uti Suwito. Alhamdulillah, berkat didikan beliau sebagai seorang ibu, ketiga putrinya berhasil menjadi wanita-wanita tangguh masa kini. Hehehe ... setidaknya ini menurut aku, Shinta. Â
      Annisa Nanda Mutmainah, atau Mbak Nanda, adalah kakak tertuaku,  yang menikah dengan pria berkebangsaan Belanda dan hampir 15 tahun tinggal di Negeri Kincir Angin. Suaminya yang bernama Oliver Van Dijk adalah seorang Banker. Mbak Nanda sendiri bekerja sebagai Staff di perusahaan yang bergerak di bidang engineering. Anak pertamanya, Putri Almyra Van Dijk, sudah menikah dengan orang Belanda. Lebaran kali ini, Putri tidak bisa turut serta pulang ke Indonesia karena kesibukannya bersama keluarga besar suaminya.  Dua anak yang ikut ke Indonesia adalah Hendrick dan si ragil Arya, masih berusia 17 dan 9 tahun.
      Anak ke-dua adalah aku, Fateen Humaira Shinta, keluarga  biasa memanggilku Shinta. Sejak dulu aku selalu tertarik dengan dunia anak usia dini. Bagiku dunia anak menarik untuk dipelajari. Oleh karenanya aku terjun mengelola sebuah pendidikan anak usia dini dan memilih profesi sebagai  Guru PAUD. Suamiku, Ahmad Andi Saputra, bekerja sebagai Salah satu Kepala Divisi di sebuah perusahaan yang bergerak supplier mesin industri. Satu anak lelakiku, Muhammad Reyhan Perkasa, masih duduk di kelas XI dan Shafira Citra Ramadani putriku yang  berusia 14 tahun.
      Maharani Astri Wulandari, adalah adik terkecil, yang selalu paling ceriwis di antara kami bertiga ini, bersuamikan Bramantyo Adi Prakoso. Astri sendiri, bekerja sebagai Kepala HRD di sebuah perusahaan Garmen, sedangkan suaminya seorang pengusaha tambang batubara di Kalimantan. Putrinya bernama Nazra Amina Khalifa Putri, berusia 10 tahun dan putranya, Muhammad Geraldi Azka  Putra, berusia 7 tahun.
      Syukur alhamdulillah, lebaran tahun ini Keluarga Besar Eyang Suwito Kartotenoyo lengkap, kecuali Mbak Putri, anak Mbarepnya Mbak Nanda. Kami berkumpul di rumah Ibu, sekalian mengenang masa kecil kami di rumah Ibu. Ibu sendiri tinggal di rumah keprabon bersama Mbak Dinda, salah seorang keponakan, putri dari Budhe Tatik.
       Berulang kali Astri minta kepada Ibu untuk tinggal bersamanya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Ibu, hanya beda komplek. Tapi Ibu tidak ingin meninggalkan rumah penuh kenangan, ketika Bapak masih bersama kami.
      "Hati  Ibu dan Bapak ada di rumah ini Nduk, rumah ini bagaikan surga bagi kami. Ibu tidak akan mampu meninggalkan rumah ini sampai Ibu kapundhut Gusti, Nduk, terlalu banyak kenangan indah yang takkan bisa terlupakan saat Bapak masih sugeng," ucap Ibu suatu hari ketika Astri membujuknya untuk tinggal bersamanya.
      Astri mengerti, dia tak ingin Ibunya bersedih ketika harus meninggalkan rumah kenangannya. Toh, jarak dari rumah Ibu dan rumah Astri hanya sekitar 10 menit perjalanan naik motor.
      Perjuangan Ibu, untuk membesarkan kami bertiga bukanlah suatu perkara yang mudah. Bapak, bekerja sebagai pegawai Bank milik pemerintah waktu itu. Beliau seorang yang jujur dan amanah, meskipun bekerja sebagai pegawai Bank, namun kami adalah keluarga yang sederhana. Hanya sebuah motor Honda c70 yang mengantar kami pergi ke sekolah. Itu pun tidak setiap hari. Kadang kami harus pulang pergi dengan berjalan kaki. Sedangkan Ibu, beliau adalah perempuan yang mempunyai banyak ketrampilan keputrian, yaitu menjahit dan memasak.