Mohon tunggu...
Yossie Fadlila Susanti
Yossie Fadlila Susanti Mohon Tunggu... Guru - Pendidik PAUD

Travelling susur tempat bersejarah seperti candi-candi peninggalan nenek moyang, bangunan kuno, dan mengulik sejarahnya adalah hal yang sangat saya sukai disamping profesi sebagai pendidik anak usia dini.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Dari Lemet Turun ke Hati

7 April 2023   15:30 Diperbarui: 7 April 2023   18:58 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : food.detik.com

           Siang, setelah Maryam pulang mengajar, ia langsung sibuk di dapur. Maryam ingat ia masih mempunyai singkong  yang cukup banyak. Pekan lalu Simbok menyuruhnya untuk mengambil singkong yang ditanam sebelah rumah karena memang sudah waktunya untuk diambil.

            “Nanti keburu tua ndak enak dimakan Nduk,” kata Simbok.

            “Lumayan, akan aku buat lemet sebagai takjil buka bersama anak-anak  TPQ At Taqwa nanti sore,” gumam Maryam sambil mulai mengupasnya. Lemet buatan Maryam memang terkenal enak, manis, gurih dan wangi, ia selalu menambahkan potongan buah nangka dalam adonannya. Itulah yang membuat lemetnya disukai anak-anak. Maryam nampak tak canggung, tangannya sangat terampil mengupas satu demi satu. Singkong sampai selesai.

            Ia memang terbiasa membantu pekerjaan sehari-hari Simboknya. Maryam tak pernah manja, meskipun ia adalah anak semata wayang dari Simbok dan Bapaknya. Maryam termasuk anak yang cerdas di sekolahnya, tapi karena keadaan ekonomi Bapak dan Simboknya yang pas-pasan, ia hanya bisa sampai SMA. Memupus keinginannya untuk kuliah di luar kota adalah keputusan terberatnya. Sampai akhirnya ia ditawari Pak Lurah untuk menggantikan Bu Daryanti sebagai guru di Paud Melati, yang pindah ke kota Cirebon mengikuti suaminya.

             Jarang ada gadis seusianya yang bisa menyelesaikan sekolahnya hingga SMA di desanya. Sudah menjadi adat kebiasaan di desa Pakis, anak gadis akan segera dinikahkan setelah tamat SMP, bahkan ada yang belum tamat. Maryam mempunyai keinginan untuk bisa merubah kebiasaan di desanya, bahwa menikah muda bukan merupakan solusi yang tepat untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. 

            Setelah selesai mencuci singkong, Maryam bergegas mengambil beberapa tangkai daun pisang kluthuk, untuk membungkus lemetnya nanti.

            Saat ia sedang memotong setangkai daun pisang, tetiba ada yang menyapanya.

            “Assalamu’alaikum, Dik May,’ terdengar suara seorang wanita di belakangnya.

            “Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab Maryam sambil menoleh ke belakang. Tangannya masih menggenggam sebilah pisau dan setangkai daun pisang yang baru saja dipotongnya.

            “Eh, Mbakyu, bikin kaget aku aja,” ucap Maryam sambil tertawa kecil. Maryam sama sekali tak mendengar langkah kaki Yu Partinah karena ia asyik memilih daun pisang yang paling bagus. 

             Sudah beberapa hari belakangan ini, Maryam merasa ada keanehan yang ia tak mengerti. Ia merasa ada orang yang sedang mengawasinya. Demikian juga tadi malam, selesai shalat tarawih, Maryam pulang sendirian. Ia merasa ada yang membuntutinya. Jalan dari rumah ke masjid cukup jauh, meski sudah ada beberapa lampu penerangan jalan, tapi kurang memadai.    Yu Partinah masih nderes di masjid bersama teman-temannya yang lain.  Sebenarnya Maryam takut berjalan sendiri,  tapi ia  tetap harus segera pulang. Ia ingat pesan Simbok untuk membantunya membuat lontong pesanan Bu Carik.   

            “Maaf Dik, aku ndak bermaksud mengagetkanmu, tadi aku sudah ketemu Simbok di depan, lalu Simbok bilang kamu lagi sibuk di belakang, terus ... aku langsung ke sini,” jelas Yu Partinah.

            “Mbakyu, ngobrolnya di dalam aja yuk, di sini panas, nanti Mbakyu item lagi,” canda Maryam sambil tertawa. Ia sengaja membiarkan daun pisangnya di luar rumah.

            “Kalau sudah agak layu, daunnya ndak akan mudah pecah saat dipakai untuk membungkus Nduk,” begitu pesan Simbok.

Mereka ngobrol di atas balai bambu yang ada di dapur. Ada beberapa tandan pisang yang masih mentah dan sebuah nangka yang sudah matang. Bau harumnya sangat menggoda.

Kebun belakang rumah yang tak seberapa luas, tapi penuh dengan tanaman yang hasilnya bisa dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Pak Sofyan, Bapak Maryamlah yang menanam dan merawatnya dengan telaten hingga subur dan berbuah lebat. Beliau adalah seorang pensiunan Carik di desanya.

            “Mbakyu, tak sambi marut singkong ya,” ucap Maryam sambil mengambil sebuah wadah dan sebuah parut.

            “Sini tak bantu Dik,” kata Yu Partinah. “Ini nanti yang mau dibawa ke masjid untuk buka puasa anak-anak kan?” tanyanya.

            “Iya Mbakyu, mumpung masih punya singkong,” kata Maryam.

            “Gini Dik May,” Yu Partinah membuka percakapan.

            “Tadi sepulang kita dari sekolahan, Bu Mar datang ke rumahku,” imbuhnya.

            “Bu Mar Carik? Ada apa Mbakyu, kok sepertinya ada yang serius?” tanya Maryam penasaran. Tangannya terus bergerak memarut singkong.

            “Emm ... mm .... gimana ya? eh .. anu e ...,” Yu Partinah nampak gugup.

            “Ada apa to Mbakyu, kok malah kayak orang habis ketemu hantu aja,” jawab Maryam sambil tertawa.

            “Tadi Bu Mar, bilang mau melamar Dik May,” kata Yu Partinah sambil cengengesan.

            “Hah ...e.. hlo .. si .. siapa?” Kali ini giliran Maryam yang kebingungan.

            “Bukannya Farza dan Erika, anak  Bu Mar perempuan semua?” ucap Maryam semakin kebingungan.

            “Untuk keponakannya yang baru lulus dari Pondok ,” ucap Yu Partinah sambil berbisik ke telinga Maryam.

            Wajah Maryam tiba-tiba bersemu merah. Selama ini memang banyak pemuda-pemuda di desanya yang mencoba mendekatinya. Tapi ia tak terpancing sedikitpun. Ia masih berharap dapat meneruskan pendidikannya  di kota. Maryam ingin menjadi guru.     

            “Bu Mar sengaja menyuruhku untuk menanyakan apakah Dik May sudah punya calon atau belum, beliau sungkan untuk bertanya langsung ke kamu Dik,” ujar Yu Partinah menjelaskan. Maryam terdiam. Ia masih kaget dan bingung, tak tahu harus berkata apa. Pekerjaan memarutnya dihentikan.

            “Emm ... begitu ya, tapi siapa keponakan Bu Mar itu? Perasaan aku belum pernah tahu apalagi bertemu dengan keponakannya?” sahut Maryam.

            “Namanya Mas Tarjo, beberapa bulan lalu ia lulus dari pondok. Dan bulan Ramadan ini dia sengaja ke desa ini, selain untuk silaturahmi dengan keluarga Buliknya, ia juga bermaksud mencari pengalaman,” ucap Yu Partinah.

            “Tapi kan dia belum pernah bertemu aku Mbakyu? Terus gimana dia tahu tentang aku?” Maryam makin penasaran.  Mukanya makin merona. Sepertinya belum pernah ia merasakan, apa yang dia rasakan saat ini. Dan ia tak tahu, mengapa dadanya berdebar-debar tiap kali Yu Partinah menyebut nama Mas Tarjo.

            “Sik to, sabar Dik, sabar .... Jadi Mas Tarjo itu sebenarnya sudah dari awal Ramadan datang ke desa kita. Tiap hari dia juga datang ke masjid At Taqwa untuk shalat tarawih,”

            “Terus ...,” Maryam tak sabar. Ia benar-benar menghentikan pekerjaan memarutnya, demikian juga Yu Partinah.

            “Ingat ndak ketika Dik may membawa lemet untuk anak-anak TPQ buka puasa di awal ramadan dulu?” tanya Yu Partinah. “Waktu itu, Si Erika, anak ragilnya Bu Mar yang ikut ngaji di masjid membawa pulang beberapa bungkus lemet buatanmu, dan Mas Tarjo ikut kebagian mencicipi, dia bertanya dari mana Erika mendapatkan lemet seenak ini,” imbuh Yu Partinah.

            Ternyata dari Erika-lah Mas Tarjo mengetahui semua hal tentang Maryam, bahwa Maryam adalah seorang guru Paud yang juga Usradzah di TPQ At Taqwa tempat Erika menjadi santrinya.

            Dan tanpa sepengetahuan Maryam, diam-diam Mas Tarjo sering mengawasi Maryam dari jarak jauh. Itulah yang dirasakan Maryam akhir-akhir ini. Ada seseorang yang sedang mengawasinya!

            Satu-satunya kesempatan Mas Tarjo untuk melihat langsung Maryam dari dekat adalah saat shalat tarawih. Tapi Mas Tarjo hanya bisa melihat dari jauh, tanpa berani menyapanya.

            Mendengar penjelasan Yu  Partinah, Maryam akhirnya tahu, bahwa Mas Tarjo-lah yang mengawasinya selama ini. Maryam mematung, dia tahu harus berkata apa, ia merasa wajahnya memerah. Dan akhirnya senyumnya tersungging bercampur rasa malu. Malu karena baru kali ini dia merasa ada yang berbeda.

            “Dik, Dik May, kamu kenapa?” wajah Yu Partinah jadi khawatir campur bingung melihat Maryam yang tiba-tiba nampak jadi salah tingkah di hadapannya.

            “Mbakyu, aku rampungin bikin lemetnya dulu ya, masalah ini, nanti malam kita lanjutkan setelah shalat tarawih,” kata Maryam berusaha mengalihkan pembicaraan.Dia tak ingin Yu Partinah melihatnya sebenarnya tersipu malu. “Kalau ndak selesai, nanti sore anak-anak ndak jadi buka puasa sama lemetku dong,” canda Maryam sambil tertawa.

            “Anak-anak atau ... ehm ... ehm ...,” Yu Partinah menggoda.

Secepat kilat, tangan Maryam mencubit pinggang Yu Partinah.

            “Mbakyuuu .... ,” tanpa sadar Maryam menutup mukanya dengan kedua tangannya.

Ia tak sadar tangannya masih memegang singkong. Yu Partinah makin dapat kesempatan untuk menggoda Maryam yang makin salah tingkah. Tanpa sadar tawa mereka yang tampak riuh, terdengar oleh Simbok yang sedang berada di ruang tamu.

            “Subhanallah, duh ... rame banget suaranya, ada apa ini,” Simbok penasaran.

Dan dua wanita muda itu saling berpandangan dan kemudian kembali tertawa.

Melihat itu, Simbok Cuma geleng-geleng kepala sambil tersenyum.

            “Nduk, sudah jadi belum lemetnya? Jangan lupa irisan nangkanya hlo, biar wangi,” kata Simbok mengingatkan.

            “Beres Mbok, ini dibantu Yu Parti, pokoknya buka puasa  nanti sore, anak-anak pasti suka lemetku,” lanjut Maryam dengan hati berbunga-bunga seraya menyunggingkan senyum terindahnya.

~ Yfs ~

Ambarawa, 07 April 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun