“Bu Mar Carik? Ada apa Mbakyu, kok sepertinya ada yang serius?” tanya Maryam penasaran. Tangannya terus bergerak memarut singkong.
“Emm ... mm .... gimana ya? eh .. anu e ...,” Yu Partinah nampak gugup.
“Ada apa to Mbakyu, kok malah kayak orang habis ketemu hantu aja,” jawab Maryam sambil tertawa.
“Tadi Bu Mar, bilang mau melamar Dik May,” kata Yu Partinah sambil cengengesan.
“Hah ...e.. hlo .. si .. siapa?” Kali ini giliran Maryam yang kebingungan.
“Bukannya Farza dan Erika, anak Bu Mar perempuan semua?” ucap Maryam semakin kebingungan.
“Untuk keponakannya yang baru lulus dari Pondok ,” ucap Yu Partinah sambil berbisik ke telinga Maryam.
Wajah Maryam tiba-tiba bersemu merah. Selama ini memang banyak pemuda-pemuda di desanya yang mencoba mendekatinya. Tapi ia tak terpancing sedikitpun. Ia masih berharap dapat meneruskan pendidikannya di kota. Maryam ingin menjadi guru.
“Bu Mar sengaja menyuruhku untuk menanyakan apakah Dik May sudah punya calon atau belum, beliau sungkan untuk bertanya langsung ke kamu Dik,” ujar Yu Partinah menjelaskan. Maryam terdiam. Ia masih kaget dan bingung, tak tahu harus berkata apa. Pekerjaan memarutnya dihentikan.
“Emm ... begitu ya, tapi siapa keponakan Bu Mar itu? Perasaan aku belum pernah tahu apalagi bertemu dengan keponakannya?” sahut Maryam.
“Namanya Mas Tarjo, beberapa bulan lalu ia lulus dari pondok. Dan bulan Ramadan ini dia sengaja ke desa ini, selain untuk silaturahmi dengan keluarga Buliknya, ia juga bermaksud mencari pengalaman,” ucap Yu Partinah.