Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Juventus, Tahun Rumit dan Bayang-bayang Dekadensi

5 April 2022   03:48 Diperbarui: 5 April 2022   16:42 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sedekade terakhir, Juventus muncul sebagai satu kekuatan dominan di Liga Italia. Terbukti, 9 dari 10 Scudetto di periode ini sukses diraih, bahkan secara beruntun.

Catatan impresif ini menjadi sebuah rekor juara liga beruntun terpanjang di Italia, dan menunjukkan seberapa besar progres klub asal kota Turin ini, setelah sempat terpuruk akibat dihantam badai skandal Calciopoli.

Tak hanya jago di dalam negeri, klub berseragam Hitam-Putih ini juga sempat dua kali menapak final Liga Champions, yakni pada tahun 2015 dan 2017. Sebelumnya, babak ini terakhir dicapai pada tahun 2003, dalam partai "all Italian final" melawan AC Milan.

Tapi, semua catatan cemerlang itu berubah muram dalam dua musim terakhir. Setelah hanya finis di posisi keempat Liga Italia musim lalu, catatan serupa terancam kembali hadir musim ini, seturut kekalahan 0-1 dari Inter Milan di laga Derby D'Italia, Senin (4/4, dinihari WIB).

Hasil ini membuat Si Zebra tertahan di posisi keempat klasemen sementara dengan 59 poin, terpaut empat poin dari Inter Milan (63) di posisi ketiga, dan 7 poin di belakang Napoli dan AC Milan (66). Jarak ini masih bisa bertambah, karena duo Milan masih punya tabungan satu laga tunda.

Meski masih berpeluang lolos ke final Coppa Italia, performa tim asuhan Massimiliano Allegri musim ini tampak stagnan, bahkan cenderung menurun jika dibanding musim lalu.

Dimana, trofi Piala Super Italia dan Coppa Italia berhasil diraih bersama Andrea Pirlo, yang sebenarnya masih tergolong "hijau" sebagai seorang pelatih, di musim tunggal Sang Metronom sebagai pelatih Juventus.

Tapi, penurunan itu tampak terlihat musim ini, di bawah komando Allegri, pelatih berpengalaman yang cukup sukses di periode pertamanya bersama Juventus (2014-2019).

Memang, di Eropa, Juve kembali mencapai babak perdelapan final, tapi mereka tumbang di Piala Super Italia atas Inter Milan. Di liga, tim milik keluarga Agnelli ini juga terlihat kepayahan di pekan-pekan awal dan pertengahan musim.

Selain karena faktor pergantian pelatih dan kengototan petinggi klub untuk tetap ikut serta di proyek ambisius Liga Super Eropa, ada efek yang cukup mengganggu karena masalah dari segi teknis.

Salah satu penyebabnya, persiapan klub tampak terganggu, karena adanya saga transfer Cristiano Ronaldo. Meski akhirnya bisa pulang ke Manchester United, kepergian bintang Portugal ini masih menyisakan efek negatif.

Karena prosesnya yang berlarut-larut, Juventus tak sempat mencari pengganti sepadan CR7. Apa boleh buat, mereka terpaksa tampil dengan personel seadanya di lini depan.

Sebenarnya, klub kesayangan Juventini sudah coba berbenah di bursa transfer musim dingin. Mereka mendatangkan Dusan Vlahovic, penyerang muda asal Serbia yang sedang naik daun di Italia, dan Denis Zakaria, gelandang Swiss yang bersinar di Bundesliga Jerman.

Bukan cuma itu, klub penghuni Stadion Allianz Arena ini juga berinvestasi, dengan mendatangkan Frederico Gatti (23). Bek tengah yang langsung dipinjamkan ke Frosinone ini disebut-sebut punya kemiripan gaya main dengan Giorgio Chiellini.

Pada saat bersamaan, pemain yang dianggap kurang bersinar seperti Aaron Ramsey dilepas ke Glasgow Rangers (Skotlandia), bersama Rodrigo Bentancur dan Dejan Kulusevski yang terbang ke Inggris karena dipinjam Tottenham Hotspur.

Meski menelan biaya kurang lebih 100 juta euro, manuver transfer Bianconeri kali ini disebut-sebut media Italia sebagai salah satu bursa transfer musim dingin terbaik mereka.

Maklum, semuanya terlihat lancar dan menjanjikan. Tapi, kerusakan yang sudah ada sejak awal musim rupanya sudah terlanjur parah.

Hasilnya, saat akhirnya mulai "panas", laju mereka justru tetap terlihat terengah-engah, karena laju Napoli dan duo Milan masih stabil.

Ketiganya bahkan tak mampu dikalahkan Si Nyonya Tua musim ini. Dari enam pertemuan dengan tim tiga besar, mereka dua kali kalah dan empat kali imbang.

Hasilnya, alih-alih berpacu mengejar Scudetto, Juventus justru harus puas hanya bersaing dalam pacuan memperebutkan tiket lolos ke Liga Champions musim depan.

Di Eropa, bayang-bayang dekadensi terlihat dari penampilan Leonardo Bonucci dkk di babak perdelapan final Liga Champions.

Menghadapi Villareal, mereka sebenarnya mampu mencuri hasil imbang 1-1 di Spanyol, dan bermain bagus di Turin. Tapi, mereka kalah agregat 1-4, setelah kecolongan tiga gol di menit akhir.

Ini menjadi sebuah penurunan, karena di babak yang sama musim lalu, wakil Italia ini hanya kalah agregat gol tandang dari FC Porto. Ironisnya, aturan gol tandang baru saja dihapus setelah musim lalu berakhir.

Dalam hal pengalaman, portofolio Allegri dan para pemain senior Juve memang tak perlu diragukan lagi. Tapi, dengan semakin berkembangnya tim-tim lain, mereka perlu segera berbenah.

Minimal, ada gelandang atau pemain kreatif yang didatangkan, untuk menghidupkan kreativitas tim. Dalam masa dominasi mereka, keberadaan pemain kreatif di lini tengah memang menjadi kunci.

Mulai dari Pirlo, Pogba sampai Marchisio, mereka hadir sebagai jenderal lapangan tengah yang dominan. Mereka terlihat nyaman menjadi dirigen permainan, karena punya tandem gelandang petarung macam Arturo Vidal, Kwadwo Asamoah, dan Blaise Matuidi.

Untuk gelandang petarung, Juve saat ini memang sudah punya Denis Zakaria. Tapi, mereka masih belum punya lagi gelandang kreatif kelas top. Inilah yang perlu mereka cari, karena darinyalah sistem permainan tim akan bisa dibangun menjadi satu bentuk solid.

Jika rival sekota Torino ini masih coba mencari solusi instan gratisan, nama Paul Pogba mungkin bisa masuk daftar. Maklum, bintang Timnas Prancis ini akan tersedia sebagai pemain gratis, karena kontraknya di Manchester United akan kadaluarsa akhir musim nanti.

Di sisi lain, keseriusan mantan klub Alessandro Del Piero dalam berburu gelandang kreatif misalnya terlihat, dari minat mereka pada Jorginho, playmaker andalan Chelsea asal Italia.

Juara Euro 2020 ini diketahui menjadi satu target transfer utama Allegri di musim panas. Pengalaman dan kemampuan pemain kelahiran Brasil ini dianggap pas dengan sistem andalan sang pelatih.

Seperti diketahui, eks pelatih AC Milan ini dikenal dengan sistemnya, yang mengandalkan keseimbangan saat menyerang dan bertahan. Otomatis, keberadaan gelandang kreatif, dalam hal ini jenderal lapangan tengah, menjadi kunci.

Tentunya, keberadaan pemain seperti Jorginho akan jadi tambahan kekuatan menarik buat Juventus. Tapi, untuk bisa menjaga daya tarik di mata pemain bintang, mereka perlu untuk (minimal) lolos ke Liga Champions musim depan dengan finis di posisi empat besar.

Jika tidak, pemain bintang yang sudah ada bisa pergi, sementara pemain bintang baru sulit didapat, hanya karena tidak tampil di Liga Champions.

Melihat situasi serba ruwet sang Zebra di musim ini, bisa finis di posisi empat besar klasemen akhir saja sudah merupakan satu prestasi.

Selebihnya, tinggal apakah manajemen klub akan serius berbenah dan berbelanja pemain baru secara efektif atau tidak.

Jika ya, Juve akan jadi tim yang lebih kompetitif musim depan. Jika tidak, sepertinya penurunan yang lain sudah menanti musim depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun