Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Puan Maharani, DPR, dan Baliho

25 Juli 2021   23:17 Diperbarui: 26 Juli 2021   01:35 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa waktu terakhir, nama Puan Maharani sedang menjadi sorotan. Penyebabnya, baliho bergambar foto dan pesan sang ketua DPR bertebaran di berbagai daerah.

Sebenarnya, tak ada masalah dengan pesannya, karena esensi pesan yang disampaikan berfokus pada kebhinekaan dan himbauan untuk patuh pada protokol kesehatan.

Keduanya sangat relevan dengan situasi aktual negara. Soal kebhinekaan, negara ini memang masih punya PR yang belum beres.

Misalnya, imbas polarisasi pasca-pemilu 2019, yang sampai hari ini masih saja mengadu hewan amfibi dan reptil di satu arena duel. Padahal, dua hewan ini awalnya cuma jadi maskot dadakan.

Kalau hewan yang jadi maskot sama-sama kuda atau keong, bolehlah ikut lomba balap. Kalau sama-sama sapi, bisa berangkat ikut karapan sapi di Madura.

Nah, amfibi dan reptil ini ikut lomba apa? Mereka beda alam. Adu jago, nanti dipatok ayam, main tinju, nanti kena sensor.

Cape deh.

Soal himbauan untuk patuh pada prokes, rasanya ini sangat wajar. Maklum meski cenderung fluktuatif seperti jet coaster, angka kasus baru penderita COVID-19 di Indonesia masih saja tinggi, bahkan menjadi salah satu yang tertinggi.

Bukan hanya tertinggi di Asia, tapi di dunia. Membagongkan sekali.

Satu pertanyaan muncul, karena baliho ibu ketua DPR itu ada dimana-mana. Jumlahnya juga cukup banyak, seperti warung kopi kekinian. Pertanyaannya simpel, kenapa?

Mungkin, sebagai ketua DPR, beliau menyadari, tingkat keaktifan lembaga yang dipimpinnya ini seperti "antara ada dan tiada".

Biasanya, anggota dewan banyak disorot saat membuat undang-undang yang dinilai kontroversial, atau ada oknum anggota DPR yang kedapatan terjerat kasus, entah korupsi atau lainnya.

Selebihnya, orang kadang sampai bertanya, lembaga ini sebenarnya ada betulan atau tidak?

Maklum, selain momen reformasi 1998 yang bersejarah dan kontroversi, orang sudah terlalu sering melihat ruang rapat yang kosong (mungkin karena sedang ada rapat virtual), atau anggota dewan yang kedapatan tertidur lelap dalam buaian AC alias angin cepoi-cepoi.

Itu dalam kondisi normal. Saat pandemi bagaimana?

Sejak awal pandemi, DPR menjadi satu entitas yang tampak tenang-tenang saja. Gaji aman, tunjangan lancar, fasilitas oke.

Pandemi? Siapa itu? Imbas pandemi? Makhluk apa itu?

Sedikit ironis karena rakyat yang menggaji mereka justru sedang kesulitan akibat imbas pandemi.

Mungkin, inilah yang membuat Puan Maharani ingin menunjukkan kepada publik lewat iklan baliho dimana-mana: DPR masih eksis dan punya seorang ketua, yakni dirinya sendiri.

Agaknya, beliau terinspirasi dari potongan lirik lagu "Baliho" (aslinya Radio) milik band Sheila On 7:

Lewat Baliho aku sampaikan
Kerinduan yang lama terpendam
Terus mencari biar musim berganti
Baliho, cerahkan hidupnya
Jika hingga nanti 'ku 'tak bisa menemukan hatinya
Menemukan hatinya, menemukan hatinya lagi

Tapi, strategi pasang iklan di baliho rasanya sedikit mengherankan. Sudah terlalu banyak pejabat yang pakai strategi sama setiap lima tahun sekali.

Saking mainstream-nya, andai bisa protes, baliho se-Indonesia mungkin akan kompak memakai kaos "Why always me?" nya Mario Balotelli, Si Badung dari Italia.

Bukan apa-apa, pemilu dan Pilkada serentak masih tiga tahun lagi. Kalau kata orang, "Belanda masih jauh."

Berhubung Puan Maharani adalah seorang ketua lembaga sekelas DPR, kelasnya jelas beda dengan kontestan Pilkada serentak, atau pendatang baru yang baru pertama kali "nyalon" jadi penggede.

Kita tentu masih ingat, beberapa tahun lalu, pernah ada seorang taipan yang mencoba meramaikan kontestasi pilpres.

Partai baru sudah didirikan, baliho dipasang dimana-mana. Iklan mars partainya juga rutin ditayangkan, sampai bocah-bocah pada masa itu hapal di luar kepala.

Tak cukup sampai disitu, ikut main di sinetron populer juga dilakukan. Usaha yang luar biasa, tapi tak membawa hasil. Partai gagal lolos parlemen, pencapresan saat pilpres tak ada yang melirik.

Amsyong.

Tanpa latar belakang politik yang kuat, fenomena seperti sang taipan wajar terjadi. Namanya juga pendatang baru.

Ini jelas beda dengan Puan Maharani, sang pimpinan Rumah Kura-kura.

Soal latar belakangnya saja, semua sudah "too good to be true". Ibunya adalah presiden wanita pertama, dan pimpinan partai politik besar di negeri ini, sementara mendiang ayahnya pernah jadi ketua MPR dan "bapak negara".

Kalau masih kurang, bisa ditambah lagi. Kakeknya adalah seorang proklamator kemerdekaan negeri ini. Semua orang di negeri ini tahu siapa mereka dan dirinya, tanpa perlu pasang iklan di baliho.

Benar-benar modal combo "perfect" kalau kata para gamer.

Jadi, kalau cara mainnya masih pakai baliho, kebanting cuy. Malu sama titel jabatan. Malu sama simbah.

Sudah biayanya mahal, ketinggalan zaman juga. Mana sempat orang lihat baliho, kalau pemerintah memberlakukan perpanjangan PPKM?

Mana sempat lihat baliho kalau pemerintah menyuruh "stay at home"?

Ini sudah era digital. Sekarang sudah ada media sosial. Media mainstream juga rutin menyorot. Jangan lupa, "Rumah Kura-kura" juga punya bagian publikasi internal, yang beritanya rutin dikutip media nasional.

Seharusnya, ini semua bisa dimanfaatkan untuk publikasi, sekalian berkinerja dengan baik. Orang bilang "guru kencing berdiri, murid kencing berlari.". Kalau ketuanya berkinerja baik, anggotanya pasti akan mengikuti.

Kalau kinerjanya baik dan merakyat, pasti viral. Tak perlu  pasang banyak baliho, tak perlu kuatir balihonya dicorat-coret oknum usil. Tak perlu juga kuatir tersaingi figur lain.

Rakyat pun pasti senang, karena akhirnya punya wakil yang kehadirannya betul-betul nyata, bukan "antara ada dan tiada" seperti Mbak Kunti dan Mas Uwo di acara-acara supranatural.

Tak rugi kok, khususnya di masa pandemi seperti sekarang. Rakyat sudah pusing karena imbas pandemi, jangan ditambah lagi.

Pada akhirnya, semoga Puan Maharani dan para penghuni Rumah Kura-kura bisa menjalankan tugas, seperti kata lagu "Surat Buat Wakil Rakyat"-nya Iwan Fals:

Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR

Wakil rakyat kumpulan orang hebat
Bukan kumpulan teman teman dekat
Apalagi sanak famili

Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Di kantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Merauke
Saudara dipilih bukan dilotre

Meski kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam, juara he'eh, juara ha ha ha......

Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR
Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam

Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu "setuju......"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun