Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tiga Ruang

25 Desember 2019   15:12 Diperbarui: 25 Desember 2019   15:43 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sisi lain, aku merasa sangat inferior luar-dalam. Dari luar, tubuhku jauh dari kata menarik, apalagi mempesona. Cacat fisik bawaan sejak lahir yang kupunya membuatku terlihat kurus dan rapuh. Level kemampuan fisikku bahkan berada jauh di bawah manula. Jadi, aku sudah terlanjur punya satu nilai minus teramat besar di sini. Dilatih sekeras apapun, aku tetap seorang penyandang cacat.

Dari dalam, kelemahan tubuhku sukses membuat aku merasa sangat minder. Tak cukup sampai disitu, aku juga harus rela menyadari, aku bukan berasal dari keluarga yang bisa mengeluarkan uang seperti membuka keran air di kamar mandi. Untuk membeli satu buku bacaan saja, aku kadang masih harus berhemat sendiri, apa jadinya kalau berkencan?

Lagipula, orangtuaku menerapkan larangan berpacaran sampai aku lulus SMA. Jadi, apa gunanya? Aku memang bisa saja mencoba menjalani hubungan "backstreet", tapi aku tak mau mencari masalah dengan orangtuaku. Mereka sudah lelah karena tiap hari banting tulang untuk menghidupi keluarga. Akan bodoh jika aku berulah seperti ini.

Alhasil, aku sering berjalan-jalan ke mall, keluyuran, atau menonton film sendirian. Aku tahu, banyak yang menganggapku aneh, sakit jiwa, atau semacamnya, karena aku terlihat menikmati, meski langkah kakiku terpincang-pincang. Melelahkan. Aku ingat, ada banyak orang melihatku dengan tatapan mata heran dan aneh, seperti sedang melihat penampakan.

Tapi, buatku ini adalah satu berkat, karena aku masih bisa berjalan dengan kakiku sendiri.

Salah satu momen yang pernah membuatku ingin tertawa sekaligus marah adalah, saat Bin, seorang teman dari geng sosialita di sekolahku pernah mengajakku bicara, soal kebiasaanku itu.

"Kamu nggak malu? Jalan sendirian, terpincang-pincang, di tempat umum lagi! Kenapa nggak cari pacar?", Cecarnya.

"Kenapa? Apa jalan-jalan itu nggak boleh dilakukan sendirian?", Tanyaku heran.
 
"Apa yang kamu lakukan itu aneh. Anak SMP atau SMA itu kalo jalan-jalan minimal sama pacar.", Serangnya.

"Masalahnya, aku masih belum punya. Apa kamu punya solusi?", Tanyaku.

"Gimana kalo kamu sewa pacar, sekali jalan 500 ribu rupiah. Aku punya teman di agensi modeling yang biasa begini.", Tawarnya.

"Kalo kamu yang bayarin, aku mau. Kamu tahu kan, aku sehari-hari pulang sekolah naik angkot, serba irit.", Aku coba menawar balik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun