Kedua, Sejarah pada dasarnya bersifat rekonstruktifÂ
Bahwa sejarah itu selalu memuat sesuatu yang sifatnya rekonstruktif, artinya suatu realita yang pernah terjadi dapat dilihat ulang untuk kemudian ditelusuri lagi bagaimana kejadiannya yang sebenarnya.Â
Ketiga, sejarah selalu memiliki aspek anamnesis atau pengenangan
Membaca sejarah ada juga aspek anamnesisnya yaitu mengenang kembali karya keselamatan yang terjadi melalui perjalanan panjang sejarah umat manusia yang tanpa henti.
Sampai di sini akhirnya tiba pada sebuah titik kesimpulan: tiada sejarah yang akan terbaca, bila tiada yang menulisnya.Â
Ajakan untuk Menulis
Sejak memasuki era digital di mana hand phone menjadi alat atau media komunikasi yang sangat handal, di mana semua ada dalam satu genggaman, membaca buku hampir-hampir jarang ditemui. Bahkan termasuk di dunia kampus sekalipun.Â
Pada hal untuk menulis, orang harus terlebih dahulu membaca.Â
Di sebuah perpustakaan tua di sana ada sebuah tulisan yang berbunyi: "Buku adalah gudang ilmu. Hanya dibutuhkan satu kunci. Membaca adalah kuncinya!"
Pada akhir kuliah, dosen mengajak para mahasiswa untuk terlibat dalam proyek penulisan buku sejarah.Â
Ada sekurang-kurangnya empat tahap yang harus dilewati dalam proyek penulisan buku sejarah ini, yakni: