Tadi pagi di kampus STP Santo Petrus Kefamenanu, di Aula Sulama. Ada kuliah gabung mata kuliah Pastoral Umat. Kira-kira hadir 120-an mahasiswa calon Guru Agama.
seperti biasa, mereka mengenakan seragam almamater. Lebih banyak cewek daripada cowoknya. Ya. Namanya juga calon guru zaman sekarang. Apalagi guru agama. Sudah pasti yang paling banyak peminatnya adalah perempuan.
Sudahlah, jenis kelamin tak penting. Yang penting masih ada yang mau meneruskan tradisi mengajari anak sekolah.Â
Dosen mengawali kuliah dengan menyampaikan tema kuliah hari ini dan tujuan yang diharapkan dari mahasiswa.Â
"Hari ini kita memasuki bab kedua dari rangkaian perkuliahan pastoral umat, yakni: Â "Sejarah dan tanda-tanda zaman sebagai konteks pastoral umat". Â
Para mahasiswa dihantar untuk menemukan konsep membaca sejarah sebagaimana dikatakan oleh mendiang Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, "Janganlah sekali-kali melupakan sejarah" atau lebih terkenal dengan akronim " Jasmerah".Â
Mengapa kita perlu membaca sejarah
Ada tiga alasan mengapa setiap orang termasuk para mahasiswa calon guru agama perlu membaca sejarah.
Pertama, Sejarah tidak pernah netral
Bahwasanya sebuah kisah yang tersaji dalam sejarah itu harus dibaca lewat penafsiran penyaji atau dalam hal ini penulis.Â
Betapapun sejarah itu berpangkal pada data dan fakta, namun bagaimana data dan fakta itu dikumpulkan dan disistematisasikan untuk selanjutnya ditafsirkan, tidaklah terlepas dari subyektivitas penafsir dan penyusun.
Kedua, Sejarah pada dasarnya bersifat rekonstruktifÂ
Bahwa sejarah itu selalu memuat sesuatu yang sifatnya rekonstruktif, artinya suatu realita yang pernah terjadi dapat dilihat ulang untuk kemudian ditelusuri lagi bagaimana kejadiannya yang sebenarnya.Â
Ketiga, sejarah selalu memiliki aspek anamnesis atau pengenangan
Membaca sejarah ada juga aspek anamnesisnya yaitu mengenang kembali karya keselamatan yang terjadi melalui perjalanan panjang sejarah umat manusia yang tanpa henti.
Sampai di sini akhirnya tiba pada sebuah titik kesimpulan: tiada sejarah yang akan terbaca, bila tiada yang menulisnya.Â
Ajakan untuk Menulis
Sejak memasuki era digital di mana hand phone menjadi alat atau media komunikasi yang sangat handal, di mana semua ada dalam satu genggaman, membaca buku hampir-hampir jarang ditemui. Bahkan termasuk di dunia kampus sekalipun.Â
Pada hal untuk menulis, orang harus terlebih dahulu membaca.Â
Di sebuah perpustakaan tua di sana ada sebuah tulisan yang berbunyi: "Buku adalah gudang ilmu. Hanya dibutuhkan satu kunci. Membaca adalah kuncinya!"
Pada akhir kuliah, dosen mengajak para mahasiswa untuk terlibat dalam proyek penulisan buku sejarah.Â
Ada sekurang-kurangnya empat tahap yang harus dilewati dalam proyek penulisan buku sejarah ini, yakni:
1) Â Tahap Prapenulisan
Dalam tahap prapenulisan ini yang paling penting adalah: membaca, membaca, dan membaca. Â Dalam hal ini, bukan sembarang membaca.
Tetapi membaca tulisan-tulisan yang sesuai dengan tema atau judul yang hendak ditulis. Selain sebagai sumber, juga dapat menjadi bahan pembanding untuk tulisan yang akan ditulis itu.
Setelah itu, penulis juga bisa mulai dengan menyusun kerangka berpikir yang akan dituangkan dalam coretan atau draft penulisan.
2) Â Tahap Penelitian
Pada tahap kedua, penulis dapat melakukan penelitian mengenai proyek atau hal yang akan ditulis seperti mengumpulkan data, melakukan wawancara, dan membuat dokumentasi.Â
3) Â Tahap Penulisan
Baru pada tahap ketiga, hasil bacaan, data yang telah dikumpulkan dan para narasumber yang telah diwawancarai baik tertulis maupun lisan dikumpulkan.
Di sini tahap penulisan dimulai. Untuk seorang penulis pemula seperti mahasiswa semester II atau IV mereka perlu mendapatkan bimbingan khusus.
Biarpun mungkin mereka merasa kesulitan, namun mereka perlu didorong untuk memulai. Sebab lebih baik merasa kesulitan pada awal, daripada tidak dapat memulai sama sekali.
4) Â Tahap Editing
Pada tahap ini, tulisan yang telah dirampungkan dibaca kembali atau diperiksa lagi apakah ada bagian-bagian tertentu yang masih kurang data yang perlu dilengkapi.Â
Apakah sistematika penulisannya sudah tepat? Kata bahasa Indonesia atau bahasa asing yang perlu mendapatkan penjelasan. Apakah ada bagian tertentu yang perlu dikurangkan, dan lain-lain.
Sebelum tulisan diberikan kepada editor atau dikirimkan ke bagian redaksi, tulisan kita harus dipastikan bahwa telah memenuhi syarat-syarat yang diminta, termasuk kesalahan-kesalahan ketikan dapat diminimalisir.
Penutup
Demikianlah sebuah ajakan edukatif bagi mahasiswa penulis pemula. Sebuah ajakan yang tidak terlepas dari pendidikan menulis yang baik. Karena itu kepada para mahasiswa penulis pemula seperti mereka ini, peran pembimbing sangat penting untuk mengarahkan mereka.
Menulis tentang sejarah adalah menulis tentang kehidupan karena sejarah tak pernah lepas dari kehidupan manusia. Dengan mengajak para mahasiswa untuk terlibat dalam proyek penulisan sejarah berarti mereka terlibat dalam proses sejarah. Dengan demikian mereka juga ikut menciptakan sejarah.
Maka prinsip edukasi yang harus kita pegang adalah kalau kita telah berhasil membimbing mereka menjadi penulis yang baik, kita telah berhasil menciptakan pewarta untuk masa depan.
Semoga bermanfaat!
Atambua: 06.03.2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H