Dua bulan akhir-akhir ini banyak ibu rumah tangga mengeluh dan merintih dalam diam gara-gara harga beras naik. Bagi mereka sebagai orang dewasa sudah tidak jadi soal karena toh sekarang sudah musim jagung muda. Tapi bagi  anak-anak kecil sangatlah susah karena mereka toh tidak bisa mengkonsumsi jagung muda.
Pengalaman itu dikemukakan seorang ibu, bilang saja nama samarannya Mawar (47 tahun) ketika dimintai pendapatnya oleh penulis. "Saya dan suami serta anak-anak yang besar tidak jadi soal. Kami bisa makan jagung, toh sekarang musim jagung muda. Tapi bagaimana dengan kedua anakku yang masih kecil? Mereka tidak bisa makan jagung. Kasihan nanti pertumbuhan mereka terganggu", katanya.
Keluarga ibu Mawar memiliki lima orang anak. Ada tiga anak yang sudah besar. Kini tinggal dua anak lagi yang masih berumur  empat tahun dan dua tahun. Sebenarnya mereka juga bisa makan jagung, tapi ibu Mawar tidak sampai hati karena takut pertumbuhan keduanya terganggu. Ia tidak mau kalau gara-gara harga beras naik keduanya anaknya bisa masuk kelompok 'stunting'.
Selain ibu Mawar, Ibu Melati (53 tahun) yang setiap hari berjualan nasi bungkus untuk anak-anak sekolahan juga mengeluh. Ia merasa dilematis. Apakah ia harus mengurangi porsi nasi bungkusnya, atau menaikkan harganya. Sementara ia sendiri tahu berapa uang jajan yang dibawa anak-anak dari rumah ke sekolah setiap hari.
"Sebagai seorang ibu, saya kasihan dengan anak-anak. Apakah saya harus tega mengurangi porsi nasi bungkus, atau herus menaikan harganya? Padahal saya tahu tiap hari anak-anak itu hanya membawa uang jajan Rp 2000. Jadi saya jual nasi bungkus khusus anak sekolah ya dua ribu perak. Terdiri dari nasi kuning ditambah mie, tempe dan krupuk", jelas ibu Melati.
Antara naiknya harga beras di pasaran dan rintihan para ibu rumah tangga tidak bisa dikompromikan. Meskipun Presiden Joko Widodo mengatakan harga beras turun, tetapi kenyataan di lapangan justru semakin mencekik batang leher.
"Harga beras di Kabupaten Belu di perbatasan RI-RDTL terus meroket per-20 Februari 2024 tembus Rp 17.000, masyarakat menjerit, sementara para pedagang bingung", demikian rri.co.id  (20/2/2024) mengabarkan.
Berhadapan dengan situasi anomali ini, apa yang seharus kita lakukan untuk menyelamatkan para ibu rumah tangga dari rintihan yang tak bertepi itu?
Sikap Pemerintah