Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Harga Beras Naik dan Rintihan Para Ibu Rumah Tangga

5 Maret 2024   11:27 Diperbarui: 5 Maret 2024   11:35 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua bulan akhir-akhir ini banyak ibu rumah tangga mengeluh dan merintih dalam diam gara-gara harga beras naik. Bagi mereka sebagai orang dewasa sudah tidak jadi soal karena toh sekarang sudah musim jagung muda. Tapi bagi  anak-anak kecil sangatlah susah karena mereka toh tidak bisa mengkonsumsi jagung muda.

Pengalaman itu dikemukakan seorang ibu, bilang saja nama samarannya Mawar (47 tahun) ketika dimintai pendapatnya oleh penulis. "Saya dan suami serta anak-anak yang besar tidak jadi soal. Kami bisa makan jagung, toh sekarang musim jagung muda. Tapi bagaimana dengan kedua anakku yang masih kecil? Mereka tidak bisa makan jagung. Kasihan nanti pertumbuhan mereka terganggu", katanya.

Keluarga ibu Mawar memiliki lima orang anak. Ada tiga anak yang sudah besar. Kini tinggal dua anak lagi yang masih berumur  empat tahun dan dua tahun. Sebenarnya mereka juga bisa makan jagung, tapi ibu Mawar tidak sampai hati karena takut pertumbuhan keduanya terganggu. Ia tidak mau kalau gara-gara harga beras naik keduanya anaknya bisa masuk kelompok 'stunting'.

Selain ibu Mawar, Ibu Melati (53 tahun) yang setiap hari berjualan nasi bungkus untuk anak-anak sekolahan juga mengeluh. Ia merasa dilematis. Apakah ia harus mengurangi porsi nasi bungkusnya, atau menaikkan harganya. Sementara ia sendiri tahu berapa uang jajan yang dibawa anak-anak dari rumah ke sekolah setiap hari.

"Sebagai seorang ibu, saya kasihan dengan anak-anak. Apakah saya harus tega mengurangi porsi nasi bungkus, atau herus menaikan harganya? Padahal saya tahu tiap hari anak-anak itu hanya membawa uang jajan Rp 2000. Jadi saya jual nasi bungkus khusus anak sekolah ya dua ribu perak. Terdiri dari nasi kuning ditambah mie, tempe dan krupuk", jelas ibu Melati.

Antara naiknya harga beras di pasaran dan rintihan para ibu rumah tangga tidak bisa dikompromikan. Meskipun Presiden Joko Widodo mengatakan harga beras turun, tetapi kenyataan di lapangan justru semakin mencekik batang leher.

"Harga beras di Kabupaten Belu di perbatasan RI-RDTL terus meroket per-20 Februari 2024 tembus Rp 17.000, masyarakat menjerit, sementara para pedagang bingung", demikian rri.co.id  (20/2/2024) mengabarkan.

Ilustrasi antrian untuk mendapatkan beras (IDN times jabar)
Ilustrasi antrian untuk mendapatkan beras (IDN times jabar)

Berhadapan dengan situasi anomali ini, apa yang seharus kita lakukan untuk menyelamatkan para ibu rumah tangga dari rintihan yang tak bertepi itu?

Sikap Pemerintah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun