Kode etik yang disebut etika profesi merupakan suatu aturan atau pedoman bagi seseorang dalam berperilaku supaya dapat bersikap profesional. Setiap profesi pastinya memiliki kode etik yang mengatur bagaimana jalannya pekerjaan sebuah profesi, begitu juga dalam bimbingan konseling. kode etik dibutuhkan ketika seseorang (konselor) hendak membimbing seorang atau individu (konseli) kearah pengembangan pribadinya.Â
Peran kode etik yaitu sebagai acuan dan tuntunan dalam memberikan masukan-masukan kepada konseli agar masukan yang diberikan oleh konselor tidak menyeleweng atau keluar dari aturan-aturan, norma-norma yang berlaku dimasyarakat maupun di kalangan konselor sendiri. Kode etik harus ditaati oleh seseorang yang ingin berkecimpung dalam suatu bidang profesi. Apabila seseorang melanggar atau mengabaikan kode etik suatu profesi yang dijalaninya maka akan menimbulkan akibat tidak menyenangkan seperti hukuman dan lainnya.
Pelayanan konselor dalam memberikan layanan sesuai dengan aturan profesi BK dan tidak menyimpang dari kode etik menjadi tolok ukur utama kemartabatan profesi bimbingan dan konseling. Pemberian layanan yang sesuai berarti konselor harus memperhatikan nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan. Pertanggungjawaban konselor atas kinerjanya sangat ditentukan oleh sejauh mana ia menjalankan pelayanan terhadap konseli dengan memperhatikan kode etik profesinya. Salah satu kasus yang terjadi di SMAN 6 Kabupaten Telakar, Sulawesi Selatan ini menjadi perhatian media akibat pelanggaran yang dilakukan seorang guru BK.Â
Kasus ini perlu dikupas tuntas supaya tidak ada lagi kasus yang sama terulang kembali. Perlunya pemahaman mengenai kode etik dalam bimbingan konseling yang harus dipahami oleh seorang konselor salah satunya untuk mencegah terjadinya kesalahan seperti halnya dalam kasus guru BK SMAN 6 kabupaten Telakar tersebut. Memberikan layanan kepada konseli harus menggunakan teknik-teknik yang sudah dipahami dan dipelajari oleh guru BK sehingga tidak bisa asal.Â
Dalam menyelesaikan masalah juga harus dapat bersikap transparan, artinya mengesampingkan urusan pribadi dengan pekerjaan. Apabila dalam melaksanakan tugasnya tidak mampu bersikap transparan maka konselor dapat memberikan alih tugas kepada konselor lain dalam melaksanakan layanan untuk menyelesaikan masalah konseli. Seperti dalam kasus tersebut, konselor tidak mampu menahan amarahnya akibat konseli yang melakukan perundungan terhadap konselor. Meski perbuatan konseli tidak dapat dibenarkan, namun sebagai konselor harus mampu menyelesaikan masalah dengan ilmu dan teknik sebagaimana harusnya seorang konselor.
Nuzliah, N., & Siswanto, I. (2019). Standarisasi kode etik profesi bimbingan dan konseling. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 5(1), 64-75.
Kasus Guru BK Tampar Murid di SulSel Disetop Pada tanggal 24 Februari 2022 Seorang Guru BK bernama Artiwan Bangsawan mendapat Laporan dari salah satu Guru di SMAN 6 Kabupaten Takalar. Siswa bernama Herza Muhammad Bilal kedapatan telah melakukan perundungan terhadap Guru BK nya yang bernama Artiwan Bangsawan ini, saat itu foto artiwan bangsawan ini di sandingkan dengan salah satu nabi atau tuhan. Kemudian mengetahui berita tersebut, Guru BK Artiwan ini memanggil Herza dan beberapa teman yang bersangkutan ke ruang tata usaha disekolah.
"Ketika ditanya mengenai kejadian di grup WhatsApp, keempat anak saski menunjuk ke arah Herza Muhammad Bilal sebagai anak yang melakukan hal tersebut," ujar Ketut.
Herza saat itu cuma diam saat ditanya oleh Artiwan. Karena diam saja, Artiwan kemudian menampar pipi kiri Herza sebanyak dua kali. Herza mendapatkan luka memar usai ditampar oleh Artiwan. Setelahnya tiba di rumah ibu Herza tidak terima dengan tindakan Artiwan. Ibu Herza langsung melaporkan tindakan itu ke Polres Takalar. Artiwan saat itu dijadikan tersangka dalam kasus yang diduga melanggar hak perlindungan anak.
Polres Takalar sejatinya sudah mencoba untuk mendamaikan Artiwan dan orang tua Herza. Namun, keluarga Herza menolak kasus itu disetop sehingga pihak kepolisian memproses kasus itu sampai dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Takalar. Upaya perdamaian kemudian dilakukan lagi oleh Kejaksaan Negeri Takalar. Artiwan dan orang tua Herza ditemukan lagi oleh pihak kejaksaan. Saat itu, kubu Kejaksaan menjelaskan soal restorative justice untuk penanganan perkara dengan hati nurani.
Pada tanggal 21 Juli 2022 Guru BK Artiwan Lolos jeratan hukum karena sistem restorative justice yang kini digencarkan oleh Kejaksaan Agung, Artiwan langsung meminta maaf karena sudah menampar Herza. Dia juga sudah berjanji untuk tidak mengulangi lagi tindakannya itu. Kini, Artiwan kembali mengajar di SMAN 6 Kabupaten Takalar.
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Kasus Guru BK Tampar Murid di Takalar Sulsel Disetop
- Pelaku
- Guru BK: Artiwan, merupakan guru BK di SMAN 6 Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
- Murid: Herza, merupakan murid di SMAN 6 Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
- Korban
- Murid: Herza, merupakan murid di SMAN 6 Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
- Keluarga Korban
- Orang tua murid: Merasa dirugikan atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Guru BK.
- Pihak Sekolah
- Kepala Sekolah: Bertanggung jawab atas kinerja dan perilaku guru di sekolahnya.
- Guru-guru lain: Kemungkinan menjadi saksi atas kejadian tersebut.
Pelanggaran kode etik guru BK dalam Kasus Tampar Murid di Takalar Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun 2018 tentang Standar Nasional Pendidikan Konsultasi dan Bimbingan Konseling yaitu mengatur tentang norma, nilai, dan tatanan perilaku yang harus dipedomani oleh guru BK dalam melaksanakan tugasnya.
Berdasarkan Informasi yang tersedia di media massa, guru BK dalam kasus Tampar Murid di Takalar diduga melakukan tindakan yang melanggar kode etik, yaitu :
- Pasal 6 ayat (1)
- Pasal 6 ayat (2)
- Pasal 6 ayat (3)
- Pasal 8 ayat (1)
- Pasal 9 ayat (1)
- Pasal 10 ayat (2)
- Pasal 11 ayat (1)
- Pasal 12 ayat (2)
Implikasi bagi Klien
- Kehilangan Kepercayaan
- Klien mungkin kehilangan kepercayaan pada konselor dan profesi bimbingan dan konseling secara keseluruhan.
- Trauma Emosional
- Tindakan kekerasan fisik oleh konselor dapat menyebabkan trauma emosional bagi klien, terutama bagi mereka yang sudah memiliki pengalaman traumatis sebelumnya.
- Ketakutan Mencari Bantuan
- Klien mungkin menjadi enggan untuk mencari bantuan dari konselor di masa depan karena takut mengalami kekerasan fisik.
Stigmatisasi
Kasus ini dapat memperkuat stigma negatif terhadap klien yang mencari bantuan bimbingan dan konseling.
Implikasi bagi Konselor
Kehilangan Kredibilitas
Konselor yang terlibat dalam kasus ini akan kehilangan kredibilitas dan kepercayaan dari klien dan masyarakat.
Penurunan Reputasi Profesi
Kasus ini dapat merusak reputasi profesi bimbingan dan konseling secara keseluruhan.
Sanksi Profesional
Konselor yang terlibat dapat dikenakan sanksi profesional, seperti teguran, pencabutan izin praktik, atau bahkan tuntutan hukum.
Keraguan Diri
Konselor lain mungkin mengalami keraguan diri dan mempertanyakan kemampuan mereka sendiri dalam menangani klien.
Implikasi bagi Profesi Bimbingan dan Konseling
Krisis Kepercayaan
Profesi bimbingan dan konseling akan mengalami krisis kepercayaan dari masyarakat.
Penurunan Minat terhadap Profesi. Kasus ini menunjukkan perlunya penguatan kode etik dan standar praktik profesional bagi konselor.
Upaya Mengatasi Implikasi
Pelaporan Pelanggaran
Mekanisme Pelaporan: Menyediakan mekanisme yang mudah diakses bagi pihak-pihak yang ingin melaporkan dugaan pelanggaran kode etik konselor.
Prosedur yang Jelas: Membentuk prosedur yang jelas dan terstruktur untuk menerima, menyelidiki, dan mengadjudikasi laporan pelanggaran kode etik.
Perlindungan Pelapor: Memberikan perlindungan bagi pelapor dari potensi intimidasi atau balasan dari konselor yang dilaporkan.
Investigasi dan Pemeriksaan
Pembentukan Dewan Etik: Membentuk dewan etik yang independen dan profesional untuk menyelidiki dan memeriksa laporan pelanggaran kode etik.
Pengumpulan Bukti: Melakukan pengumpulan bukti yang komprehensif dan objektif, termasuk keterangan dari pelapor, konselor yang dilaporkan, dan saksi-saksi yang relevan.
Wawancara: Melakukan wawancara dengan pelapor dan konselor yang dilaporkan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang kasus tersebut.
Adjudikasi dan Sanksi
Sidang Etik: Mengadakan sidang etik dengan menghadirkan pelapor, konselor yang dilaporkan, dan saksi-saksi untuk mempertimbangkan bukti dan mendengarkan keterangan semua pihak.
Putusan Sidang: Dewan etik akan memutuskan apakah konselor terbukti melanggar kode etik atau tidak.
Pemberian Sanksi: Jika konselor terbukti melanggar kode etik, dewan etik akan memberikan sanksi yang sesuai dengan tingkat keparahan pelanggaran. Bisa berupa sanksi ringan (peringatan tertulis), sanksi sedang (penundaan keanggotaan organisasi profesi), atau sanksi berat (pencabutan izin praktik).
Rehabilitasi dan Pemulihan
Bimbingan dan Konseling: Memberikan bimbingan dan konseling kepada konselor yang terbukti melanggar kode etik untuk membantu mereka memahami kesalahannya dan memperbaiki diri.
Pendidikan dan Pelatihan: Memberikan pendidikan dan pelatihan tambahan kepada konselor tentang kode etik dan praktik konseling yang beretika.
Monitoring: Melakukan monitoring terhadap konselor yang telah direhabilitasi untuk memastikan mereka telah menerapkan kode etik dengan benar dalam praktiknya.
8. Â Upaya Pencegahan Pelanggaran Kode Etik oleh Konselor
- Pengetahuan dan Pemahaman Kode Etik
- Pendidikan dan Pelatihan: Memastikan konselor mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang memadai tentang kode etik profesi konseling, termasuk pemahaman prinsip-prinsip dasar, penerapannya dalam praktik, dan konsekuensi pelanggaran.
- Sosialisasi dan Internalisasi: Melakukan sosialisasi kode etik secara berkala kepada konselor, baik melalui seminar, workshop, maupun publikasi. Mendorong internalisasi nilai-nilai kode etik dalam diri konselor melalui refleksi diri, diskusi kelompok, dan mentoring.
- Penyediaan Sumber Informasi: Menyediakan akses mudah bagi konselor terhadap informasi terkait kode etik, seperti dokumen resmi kode etik, interpretasi kode etik, dan contoh kasus pelanggaran kode etik.
- Pembinaan dan Pengawasan
- Pembentukan Organisasi Profesi: Memperkuat peran organisasi profesi konselor dalam pembinaan dan pengawasan etik, seperti melalui penyusunan pedoman etik yang lebih rinci, pembentukan dewan etik, dan penyelenggaraan program edukasi etik.
- Sistem Pengawasan: Membangun sistem pengawasan etik yang efektif dan transparan, termasuk mekanisme pelaporan pelanggaran kode etik, investigasi, dan pemberian sanksi.
- Bimbingan dan Konseling: Memberikan bimbingan dan konseling kepada konselor yang mengalami kesulitan dalam menerapkan kode etik, membantu mereka dalam proses klarifikasi dan penyelesaian masalah etik.
- Budaya Etik
- Membangun Budaya Peduli Etik: Menciptakan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai etik dalam komunitas konseling, mendorong saling mengingatkan dan menegur secara konstruktif ketika terjadi pelanggaran kode etik.
- Promosi Integritas: Mendorong konselor untuk selalu menjunjung tinggi integritas dalam menjalankan profesinya, mengedepankan profesionalisme dan akuntabilitas dalam setiap tindakan.
- Penghargaan dan Pengakuan: Memberikan penghargaan dan pengakuan kepada konselor yang menunjukkan komitmen kuat terhadap kode etik dan menjalankan praktik konseling yang beretika.
Upaya pencegahan ini harus dilakukan secara berkelanjutan dan melibatkan semua pihak terkait, termasuk konselor, organisasi profesi, lembaga pendidikan, dan masyarakat luas agar pelanggaran kode etik oleh konselor dapat terminimalisir dan tercipta praktik konseling yang lebih profesional, beretika, dan akuntabel.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H