Dengan style penceritaan yang mengkombinasikan antara fairy tales dan horor khas Del Toro serta berbagai unsur horor klasik lainnya yang coba disajikan Øvredal, film ini pun kemudian bertutur layaknya sebuah cerita rakyat atau dongeng masa kecil yang divisualisasikan. Narasinya sederhana, konfliknya sederhana, bahkan endingnya pun tak memiliki plot twist yang mengejutkan.
Film ini pun bisa dibilang mengkombinasikan unsur petualangan dan fantasi dengan beberapa unsur horor semisal thriller, gore, disturbing scene hingga supranatural horor. Praktis di sepanjang film kita akan disajikan berbagai adegan yang tak hanya mengagetkan dan menyeramkan saja, namun juga membuat ngilu, mual bahkan bergidik ngeri.
Sepanjang film berjalan kita akan sering dipermainkan dalam suasana adegan yang full silent. Yaitu hanya menyisakan sang tokoh yang menjadi korban, untuk kemudian backsound menghilang dan ditemani pergerakan kamera spekulatif yang apik.Â
Dimana pada momen ini pikiran kita dibiarkan untuk menebak-nebak kapan sang hantu akan muncul. Dan tentu saja hal ini terbukti efektif menghadirkan jumpscare yang kemudian menghasilkan beberapa teriakan dari kursi penonton karena pada akhirnya kemunculan sang hantu diluar prediksi penonton.
***
Dan lagu soundtrack Season of The Witch yang dinyanyikan ulang oleh Lana Del Rey tentu saja berhasil menambah mood mencekam yang dihadirkan dalam film.Â
Sosok berbagai hantu yang muncul dengan ragam gaya terornya juga cukup segar dan berbeda dari film horor kebanyakan. Namun sayang, sosoknya sendiri kurang memorable dan melekat di benak penonton. Disini desain hantunya sangat segmented bahkan Amerika sekali, sehingga untuk ukuran penonton Asia yang terbiasa dengan sosok hantu yang lebih creepy, mungkin akan menganggap sosok hantu di film ini biasa saja.