Digitalisasi fasilitas layanan kesehatan bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keniscayaan jaman yang tak dapat dihindari. Pemerintah saat telah mengeluarkan regulasi baru dan upaya implementasi teknologi, Indonesia sedang mempercepat langkah menuju pelayanan kesehatan yang lebih baik dan terintegrasi.
Dari Layanan Kesehatan Tradisonal ke Rekam Medis Elekronik
Sistem kesehatan Indonesia selama ini menghadapi tantangan besar: proses manual yang tidak efisien, rekam medis fisik yang rawan hilang, serta tidak adanya integrasi antar fasilitas kesehatan. Akibatnya, pasien sering kali harus membawa dokumen fisik, mengantri lama, hingga mengalami keterbatasan akses informasi medis di tempat lain. Sementara pemegang kebijakan mengalami kesulitan dalam mengambil langkah yang cepat dan tepat saat menghadapi situasi darurat, seperti saat terjadi wabah virus Covid-19 lalu.
Kondisi ini membuat pemerintah membuat langkah mempercepat proses digitalisasi sektor Kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2022, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis, ditegaskan pada peraturan tersebut bahwa seluruh fasilitas kesehatan diwajibkan menyelenggarakan Rekam Medis Elektronik (RME). Implementasi di wajibkan paling lambat pada akhir tahun 2023. Namun akhirnya menjadi mundur di akhir tahun 2024. Ini dituangkan pada Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/1030/2023 tentang Penyelenggaraan Rekam Medis Elektronik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta Penerapan Sanksi Administratif dalam Rangka Pembinaan & Pengawasan. Menetapkan bahwa seluruh fasilitas kesehatan harus mengimplementasikan RME dasar (data kunjungan pasien) yang terintegrasi ke Satu Sehat paling lambat Desember 2024. Sangsi terhadap rumah sakit adalah pencabutan status akreditasi bila data kunjungan pasien kurang dari 100% masuk dalam platform satu sehat.
Berdasarkan data tahun 2023 dari Kementerian Kesehatan, Profil Kesehatan Indonesia 2023 (Kemenkes), dari 3.138 rumah sakit yang disurvei:
* 768 rumah sakit (24,5%) telah melaksanakan RME sepenuhnya.
* 1.225 rumah sakit (39%) menggunakan RME minimal untuk tiga layanan dasar: Pendaftaran, Rawat Inap, dan Rawat Jalan.
* 1.145 rumah sakit (36,5%) belum melaksanakan RME sama sekali.
Data ini menunjukkan bahwa penerapan RME masih menjadi tantangan besar, terutama bagi rumah sakit yang belum sepenuhnya mengadopsi sistem digital.
RME wajib diterapkan adalah data kunjungan pasien , yang ada pada tiga layanan dasar:Pendaftaran, Rawat Inap dan Rawat Jalan.
Namun, Kemenkes juga menetapkan bahwa layanan RME yang ideal mencakup enam area atau layanan: Pendaftaran, Rawat Inap, Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Unit Penunjang, dan Farmasi.
Digitalisasi Paripurna Via Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
Pada dasarnya RME adalah salah bagian atau modul yang harus ada di sebuah sistem manajemen rumah sakit atau bisa kita singkat dengan SIMRS. Peraturan tentang SIMRS ini telah ada sejak tahun 2013, tercantum di Permenkes Nomor 82 Tahun 2013 tentang SIMRS yang mengatur standar dan implementasi SIMRS di seluruh rumah sakit di Indonesia.. Namun implementasinya berjalan cukup Panjang dan berliku. Baru ada kemajuan secara signifikan sejak munculnya Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis, sebagai bagian dari modul layanan yang ada di SIMRS, seperti yang telah dipaparkan diatas.
Digitalisasi secara menyeluruh dapat dilakukan melalui layanan SIMRS. Secara definisi berdasarkan Permenkes diatas adalah sistem teknologi informasi yang terintegrasi dan dirancang untuk mengelola seluruh proses administrasi, operasional, dan layanan rumah sakit secara efisien. Lewat SIMRS rumah sakit dapat melakukan Pengelolaan data rekam medis pasien (Pendaftaran, Rawat Inap, Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Unit Penunjang, dan Farmasi). Pengelolaan fasilitas rumah sakit seperti ruang rawat inap, ruang laboratorium, apotek, dan ruang radiologi. Pengelolaan administrasi kepegawaian, keuangan, dan laporan manajemen. Sistem billing atau penagihan untuk layanan Kesehatan. Penyediaan data untuk pelaporan internal dan eksternal (seperti laporan ke Kementerian Kesehatan). Penyediaan statistik kesehatan untuk perencanaan dan pengambilan Keputusan. Dan juga melakukan Integrasi dengan sistem lain, seperti BPJS.
Intinya layanan SIMRS adalah sebuah sistem yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan & kompleksitas manajemen Rumah Sakit yang mencakup berbagai aspek terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi, pengambilan Keputusan berdasarkan data yang valid, dan koordinasi antar bagian pelayanan pasien secara optimal.
Manfaat Digitalisasi bagi Masyarakat dan Pemerintah
Dapat dipastikan banyak sekali manfaat yang akan didapat bila proses digitalisasi sektor Kesehatan ini dimplementasikan secara benar. Beberapa diantaranya:
Manfaat Bagi Masyarakat
1. Akses Layanan Kesehatan yang Lebih Mudah. Terutama bagi Masyarakat yang berada di pinggiran.
2. Transparansi dan Keamanan Data Pasien
3. Kemudahan dalam Rujukan Antar Rumah Sakit
4. Peningkatan Efisiensi Layanan
5. Peningkatan Keselamatan Pasien
Manfaat Bagi Pemerintah
1. Pengambilan Keputusan yang Berbasis Data
2. Efisiensi Pengelolaan Sistem Kesehatan
3. Mendukung Pencapaian SDGs ( Pembangunan Berkelanjutan) dan Rencana Strategis Kementrian Kesehatan
4. Peningkatan Respon terhadap Krisis Kesehatan
5. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas
Tantangan Implementasi
Namun, proses digitalisasi fasilitas layanan di sektor kesehatan ini bukan tanpa hambatan. Kurangnya kompetensi tenaga kesehatan dalam teknologi digital dan keterbatasan anggaran menjadi tantangan utama. Selain itu, rumah sakit yang belum menggunakan RME menghadapi kesulitan dalam beradaptasi dengan sistem baru. Bahkan di beberapa tempat ada upaya "menghambat" proses implemetasi ini. Ini disebabkan proses perubahan ini "menggangu" kebiasaan lama yang sudah dianggap nyaman.
Kondisi diatas masih dapat dimaklumi , mengingat bahwa implemetasi RME, apalgi SIMRS yang kompleks membutuhkan pelatihan dan perubahan kultur. Tak hanya dari sisi penyelenggara fasilitas layanan kesehatan tetapi juga pasien atau masyarakat. Proses transisi ini harus dikawal bersama dari semua stake holder di sektor kesehatan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan penyedia layanan ini. Seyogyanya perusahaan tak hanya menjual layanan tetapi juga melakukan pendampingan secara intensif terhadap pengguna , khususnya rumah sakit pemerintah. Dari pengalaman penulis di lapangan, pendampingan terhada implementasi ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Paling tidak minimal dalam jangka waktu 1 (satu) tahun melakukan asistensi dari implementasi layanan RME. Dan bisa lebih panjang lagi bila hendak melakukan implementasi layanan SIMRS yang komprehensif. Misalnya SIMRS yang sudah memiliki modul ERP ( Enterprise Resource Planning) lengkap. Namun tentu saja kondisi di setiap Rumah Sakit berbeda-beda. Tergantung kemampuan Sumber Daya Manusia yang ada di Rumah sakit tersebut. Semakin SDM rumah sakit melek digital akan lebih cepat implementasinya. Demikian pula sebaliknya.
Menuju Visi Digitalisasi Sektor Kesehatan
Pada dokumen Cetak Biru Transformasi Digital Kesehatan 2024 yang diterbitkan oleh Kemenkes di tahun 2021, pemerintah menargetkan seluruh fasilitas kesehatan dapat terhubung melalui sistem digital yang terpadu. Keberhasilan target ini akan menjadi fondasi penting dalam memperbaiki kualitas layanan kesehatan di Indonesia.
Cetak biru ini menekankan tiga agenda prioritas dalam transformasi digital kesehatan:
1. Integrasi dan Pengembangan Sistem Data Kesehatan: Menyatukan data kesehatan individu dari berbagai sumber untuk memberikan gambaran lengkap tentang riwayat kesehatan pasien, memudahkan diagnosis, dan meningkatkan perawatan.
2. Integrasi dan Pengembangan Sistem Aplikasi dan Pelayanan Kesehatan: Menyederhanakan ratusan aplikasi kesehatan menjadi lebih efisien dan konsisten dalam pendataan, sehingga pelayanan kesehatan semakin optimal di semua tingkatan.
3. Pengembangan Ekosistem Kesehatan: Menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi dan kolaborasi antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, industri teknologi, dan masyarakat.
Dan ada tiga program kunci yang menjadi prioritas proses tranformasi digital kesehatan ini. Prioritas petama adalah integrasi data pasien melalui peberapan RME secara menyeluruh, kemudian penerapan SIMRS yang akan mengintegrasikan seluruh data medis RS di Indonesia dan Telemedicine, sebagai sarana konsultasi medis jarak jauh untuk daerah-daerah-daerah terpencil yang memiliki kesulitan melakukan akses kesehatan. Tentu saja semuanya dapat berjalan secara berkesinambunganÂ
Epilog
Dengan dukungan regulasi yang kuat dan sinergi antar stakeholder, layanan kesehatan yang terintegrasi dan efisien dapat segera terwujud. Masa depan layanan kesehatan yang modern dan responsif ada di depan mata. Semoga. Selamat Tahun Baru 2025!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H