Ancelotti Out, Yoga In (Perjalanan Panjang Menjadi Manajer Real Madrid)
"Tidak ada sukses yang instan di muka bumi ini." --- Yoga Prasetya ---
Kalimat itulah yang aku yakini. Hari ini, aku diumumkan sebagai manajer Real Madrid menggantikan Opa Ancelotti. Bagi mereka yang tidak mengikuti perjalananku, tentu saja akan terkaget-kaget. Padahal, jalan yang kulalui sangat panjang dan penuh perjuangan.
(Karier Junior)
Sejak usia sekolah dasar, aku sudah ikut SSB Â (Sekolah Sepak Bola) yang berafiliasi dengan klub profesional Indonesia. Bahkan, aku bersyukur pernah mengikuti turnamen internasional melalui seleksi tingkat kota, provinsi, nasional, hingga asia.
Ketika berusia 15 tahun, aku berhasil lolos seleksi Arema Junior. Di sinilah aku mulai berkenalan dengan pemain-pemain profesional. Pelatih Arema U-19 bahkan memasukkan namaku dalam skuad Liga Indonesia U-19 karena melihat potensiku sebagai gelandang serba bisa.
(Karier Senior)
Di usia 18 tahun, aku berkesempatan promosi ke Arema senior. Hal itu, karena aku berhasil membawa Arema U-19 menjadi juara liga Indonesia U-19. Kesempatan ini tidak aku sia-siakan.
Aku menjadi "super sub" untuk duo gelandang Arema. Satu pemain timnas Indonesia dan satunya lagi pemain asing dari eropa. Dibanding keduanya, aku unggul dalam akselarasi, stamina, dan usia.
(Panggilan Timnas)
Sukses membantu Arema juara Liga Indonesia, aku mendapat kesempatan memakai seragam merah putih. Mulai dari tingkat U-19 hingga senior. Ya, meski di senior hanya bermain sebagai pemain pengganti.
Salah satu turnamen yang paling berkesan  ialah turnamen internasional di Perancis. Aku berhasil mendapatkan sepatu emas, meski Indonesia kalah melawan Spanyol di babak final. Pada turnamen tersebut, aku bertemu para pemandu bakat klub besar Eropa. Yang kemudian mengubah hidupku.
(Borrusia Dortmund)
Banyak sekali tawaran datang padaku. Waktu itu, aku belum punya agen profesional. Oleh karena itu, semua diurus oleh manajemen Arema. Kebanyakan klub Eropa ingin mendapatkanku secara murah atau bahkan bebas transfer. Namun, ada satu klub yang mau membayar mahal. Borrusia Dortmund, klub asal Jerman.
Manajemen, keluarga, sahabat, dan Aremania dengan bangga melepasku untuk Dortmund. "Wah, aku akan menjadi pemain Indonesia pertama di Liga Utama Jerman," pikirku saat itu. Aku ikut kursus bahasa Jerman untuk menunjang kesuksesan karierku.
Nyatanya, aku harus bermain di tim reserve selama satu tahun terlebih dahulu. Sempat aku merasa down karena tidak sesuai ekspektasi. Namun, kemampuanku memang belum teruji dan pelatih ingin aku membuktikan diri di tim cadangan.
40 caps di tim reserve dengan 12 gol dan 20 assist kubuat selama satu musim. Akhirnya, manajer memasukkanku dalam skuad senior. Ini merupakan kado terindah di usiaku yang ke-20 tahun.
Aku beruntung langsung mendapatkan posisi inti karena ada pemain yang cedera. Kebetulan posisinya ialah AMC (Attack Midfielder Center). Meski bisa bermain sebagai gelandang bertahan, sejujurnya aku lebih suka menjadi gelandang serang.
Dengan kerja keras, alhasil, pelatih puas dengan kinerjaku. Selama satu musim di Dortmund, aku berhasil mencatatkan 25 assist dan 17 gol. Pencapaianku di Eropa hanya kalah oleh gelandang legendaris Barcelona.
(Hijrah ke Real Madrid)
Penampilan ciamik selama setahun di Jerman, membuat klub raksasa Eropa lainnya tertarik merekrutku. Bukan Manchester atau Milan, tetapi Real Madrid. Karena aku sudah punya agen profesional, maka transfer jadi lebih mudah.
Sayangnya, fans Dortmund kecewa dengan keputusanku. Meski klub mendapatkan uang melimpah, para fans belum bisa move on semudah itu. Apalah dayaku, yang tidak bisa menolak tawaran bermain di klub favoritku sejak kecil.
Real Madrid adalah klub pertama yang membuatku suka dengan sepak bola. Zinedine Zidane adalah pemain idolaku. Dan sekarang aku bisa bermain bersama dia. Sepertinya, aku adalah pemain sepak bola Indonesia paling bahagia di dunia kala itu.
(Cedera dan Pensiun Dini)
Pertandingan perdana La Liga Spanyol, aku langsung dimainkan sebagai starter. Casillas, Salgado, Pavon, Helguera, R.Carlos, Guti, Beckham, Yoga Prasetya, Zidane, Raul, Ronaldo. Wah, betapa beruntungnya aku.
Pertandingan perdana melawan Deportivo la Coruna. Aku mencetak gol penentu kemenangan, melalui assist yang dilancarkan oleh Zinedine Zidane. Santiago Bernabeu bergemuruh. Para Madridista meneriakkan namaku.
"Yogaaa??? Prasetyaaaa," ucap kompak para Madridista.
Selama 12 pertandingan yang aku lakukan, semuanya berakhir dengan kemenangan. Kami berhasil mengalahkan Barcelona di Liga dan menaklukkan Chelsea di Liga Champions Eropa. Namun, pertandingan melawan FC Schalke menjadi mimpi buruk bagiku.
Aku cedera parah karena tekel keras dari pemain Jerman. Seminggu absen, sebulan belum sembuh, hingga akhirnya aku memutuskan untuk pensiun sebagai pemain di usia 22 tahun.
(Jadi pelatih)
Aku masih beruntung dikelilingi oleh orang-orang yang baik. Ketika pensiun, Real Madrid masih memberiku pekerjaan sebagai ambassador. Namun, ketika beranjak usia 25 tahun, aku mencoba menyampaikan niatku menjadi pelatih sepak bola kepada presiden klub.
Kebetulan memang ada kekosongan di posisi Youth Coach. Sambil mengikuti berbagai tes lisensi kepelatihan profesional UEFA, aku akhirnya diterima sebagai pelatih Real Madrid U-19. Setelah berhasil mengantarkan tim junior juara, aku naik menjadi manajer Castilla.
Castilla merupakan tim reserve Real Madrid yang bermain di Liga kasta tiga Spanyol. 80% pemain sebelumnya (U-19), aku bawa ke Castilla. Targetku ialah membantu Castilla promosi ke Liga Dua Spanyol. Namun, ketika sudah mendapatkan lisensi tertinggi kepelatihan, manajer Real Madrid menawariku menjadi assisten manager.
Betapa senang, akhirnya aku kembali ke tim senior. Aku mendapatkan sambutan hangat dari para pemain yang usianya kebanyakan lebih senior dibandingkan dengan aku. Waktu itu, usiaku baru 28 tahun.
Musim perdana berjalan sangat baik. Kami berhasil meraih juara satu Liga Spanyol dan menjadi semi finalis Liga Champions Eropa. Namun, sayang sekali di musim kedua manager Ancelotti memutuskan berhenti. Entah, kenapa. Apa mungkin karena hasil buruk melawan Barcelona?
Posisiku sebagai asisten mendapat sorotan. Apakah aku harus menyusul keluar? Apakah aku harus kembali melatih tim reserve? Para petinggi klub melakukan rapat darurat. Keputusan sementara, aku akan menjadi manajer interim Real Madrid. Jika berhasil menjalankan tugas, aku akan menjadi manajer resmi. Namun, jika gagal, aku akan dikembalikan ke Castilla.
Bagaimana kelanjutan ceritanya?
Cerpen Yoga Prasetya, Malang, 21 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H