Mohon tunggu...
Yoga Ardyan Syach
Yoga Ardyan Syach Mohon Tunggu... Freelancer - Ekonomi Wilayah

Planologi UNEJ 2018

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Critical Review Jurnal Analisis Tambah dan Strategi Pengembangan Agroindustri Gula Merah di Kabupaten Madiun

21 Juni 2020   20:47 Diperbarui: 21 Juni 2020   20:49 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kabupaten Madiun berbatasan langsung dengan Kabupaten Bojonegoro di utara, Kabupaten Nganjuk di timur, Kabupaten Ponorogo di selatan Kota Madiun, Kabupaten Magetan dan Kabupaten Ngawi di barat. Ibukota kabupaten Madiun terletak di Kecamatan Mejayan, akan tetapi sebagian pusat permerintahan berada di wilayah Caruban, yang masih bagian dari Kecamatan Kejayan. 

Bagian utara Madiun merupakan daerah perbukitan, yang merupakan rangkaian dari pegunungan Kendeng, sedangkan bagian tenggara berupa pegunungan, kompleks dari Gunung Wilis-Gunung Liman. Di bagian tengah adalah dataran tinggi dan bergelombang. Sebagian besar potensi dalam perkembangan ekonomi di dapat dari pertanian padi, palawija, kakao, Tebu, kopi, mangga, durian, rambutan dan produk hutan seperti kayu jati. Tebu merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. 

Tanaman tebu yang dikembangkan di Jawa Timur merupakan terbesar di Indonesia dan merupakan penghasil gula terbesar di Jawa Timur. Namun, beberapa tahun terakhir beberapa pabrik gula telah tutup dan pabrik-pabrik gula yang masih buka memberikan syarat yang mulai sulit dipenuhi oleh petani. 

Hal itulah yang mendasari beberapa pengrajin di Kabupaten Madiun untuk mendirikan home industry gula merah berbahan baku tebu. Agroindustri ini sudah ada sejak lama dan telah dikembangkan oleh masyarakat secara turun temurun. Industri gula merah berbahan baku tebu di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang memiliki potensi untuk dikembangkan, karena permintaan gula merah yang mengalami penigkatan akibat kesadaran masyarakat akan kebisaan gaya hidup sehat, usaha yang turun temurun sehingga terbukti mampu bertahan di tengah kondisi krisis, membuka lapangan pekerjaan dengan memberdayakan masyarakat sekitar, dan memberikan tambahan keuntungan bagi pelaku usaha dengan adanya nilai tambah yang dihasilkan. 

Pengertian nilai tambah yaitu penambahan nilai yang terdapat pada suatu produk setelah mengalami pengolahan lebih lanjut yang menghasilkan nilai lebih tinggi daripada sebelum mengalami pengolahan.

Oleh karena itu, produk yang dihasilkan industri kecil dan rumah tangga setidaknya mempunyai keunggulan komparatif, bahkan sangat diharapkan mempunyai keunggulan kompetitif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai tambah yang dihasilkan home industry gula merah dan untuk mengetahui faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi usaha tersebut serta menyusun suatu strategi yang sesuai dengan kondisi home indutry gula merah diKecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun dalam mengembangkan usahanya sehingga dapat berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar. 

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini  yaitu metode Hayami untuk menganalisis nilai tambah dan metode SWOT untuk menyusun strategi yang sesuai dengan kondisi home indutry gula merah.

PEMBAHASAN

Pembahasan pada hasil analisis dalam jurnal "Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Agroindustri Gula Merah di Kabupaten Madiun" ini terdapat dua bahasan utama. Pembahasan tersebut yaitu Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Home Industry Gula Merah di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun.

Analisis Nilai Tambah

Agroindustri gula merah tebu merupakan salah satu industri yang mampu memberikan suatu nilai tambah bagi salah satu produk perkebunan yaitu tebu. Analisis nilai tambah pengolahan produk pertanian dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu melalui perhitungan nilai tambah per kilogram bahan baku untuk satu kali proses produksi.

Berdasarkan perhitungan nilai tambah  faktor konversi didapatkan melalui pembagian jumlah output dengan jumlah input. Berdasarkan perhitungan didapatkan faktor konversi gula merah tebu sebesar 0,19, artinya setiap 1 kilogram tebu yang digunakan akan menghasilkan 0,19 kg gula merah tebu. Dalam analisis nilai tambah terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan antara lain :

Input,Output, dan Harga

Input yang digunakan dalam pengolahan ini adalah tebu. Hasil analisis dengan metode Hayami, jumlah input yang digunakan pengrajin di Kabupaten Madiun adalah 7.445 kg/tahun. Bahan baku tebu didapatkan oleh pengrajin dari kebun milik sendiri atau membeli

dari tetangga atau membeli ke luar kota. Pengrajin lebih mengutamakan bahan bakunya sendiri karena kualitas tebunya terjaga baik bila dibandingkan dengan membeli tebu dari luar yang  terkadang kualitas tebunya rendah, karena proses perawatan tebu yang dilakukan antar petani tidak sama dan kondisi lahan yang berbeda-beda. Sedangkan output dari yang dihasilkan dalam pengolahan tebu pada penelitian ini adalah gula merah tebu. 

Output agroindustri gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun selama satu tahun menghasilkan 39.235 kg. Perhitungan output didapatkan dari bahan baku yang digunakan per hari dikalikan dengan jumlah hari aktif produksi. Harga output (gula merah tebu) yang dijual oleh pengrajin rata-rata Rp 9.500/kg. 

Harga jual ini ditentukan oleh pengrajin dengan menyesuaikan harga pasar. Pengrajin biasanya mengemas gula merah tebu dalam kemasan 5 kg, 10 kg, 20 kg atau terkadang sesuai pesanan konsumen. Produk ini diklaim mampu bertahan selama 5-6 bulan pada suhu ruangan dan dalam kondisi kering.

Dalam pembuatan produk gula merah tebu semua tenaga kerja berperan langsung pada proses pengolahan gula merah tebu. Proses penggilingan sampai pencetakan butuh waktu 8-10 jam/hari, dan 1-2 orang tenaga kerja dalam untuk proses sortasi dan pengemasan. Jika masing-masing nilai tenaga kerja dibagi dengan bahan baku yang digunakan maka diperoleh nilai koefisien tenaga kerja sebesar 0,007, artinya untuk mengolah 1000 kg bahan baku maka dibutuhkan tenaga kerja sebanyak 7 orang. 

Kebutuhan tenaga kerja untuk pengolahan gula merah tebu relatif banyak karena proses pengolahan masih menggunakan teknologi manual yang dikerjakan dengan tenaga manusia, bukan mesin. Untuk upah pada para pekerja produk gula merah disama ratakan yaitu sebesar Rp.7000 dengan alasan semua pekerja dianggap  sama pekerjaannya yang tujuannya tenaga kerja menguasai semua pekerjaan dalam tiap tahapan proses pengolahan.

Penerimaan dan Keuntungan

Harga bahan baku ditentukan berdasarkan harga pasar atau harga kesepakatan antara pengrajin dan pemilik lahan. Harga rata-rata bahan baku yaitu tebu adalah Rp 223/kg. Semua pengrajin memiliki lahan sendiri dengan luasan yang berbeda-beda, sehingga bahan baku tebu yang digunakan untuk usaha penggilingan berasal dari tebu milik sendiri dan tebu pembelian dari dalam maupun luar daerah.

Nilai tambah dihasilkan dari proses produksi pada agroindustri gula merah tebu yaitu sebesar Rp 1.051/kg input. Nilai tambah didapatkan dari pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku dan harga input lain. Jadi nilai tambah bukan merupakan nilai tambah bersih karena belum menyertakan imbalan bagi tenaga kerja sebesar Rp 1.051. Rasio nilai tambah merupakan rasio antara nilai tambah dengan nilai output. 

Dalam penelitian ini, kontribusi nilai tambah terhadap nilai output sebesar 58,28% artinya dari nilai output Rp 1.051 per kg terdapat 58,28% nilai tambah dari output gula merah tebu. 

Berdasarkan hasil analisis Hayami, nilai tambahnya positif > 0 yaitu sebesar 58,28% artinya pengembangan agroindustri gula merah tebu memberikan nilai tambah bagi pengrajin. Selain itu, berdasarkan kriteria Reyne (1987) nilai tambah pengolahan gula merah tebu dikategorikan tinggi yaitu berada di diatas 40%.

Pendapatan tenaga kerja langsung merupakan hasil dari perkalian antara koefisien tenaga kerja dengan upah tenaga kerja. Pendapatan tenaga kerja langsung adalah pendapatan yang diperoleh tenaga kerja dari setiap pengolahan satu kilogram bahan baku. Pendapatan tenaga kerja langsung yang diberikan pada setiap pengolahan satu kilogram bahan baku yang diolah menjadi gula merah tebu adalah Rp 505/kg, sehingga bagian tenaga kerja dalam usaha ini sebesar 48%. 

Besarnya proposi bagian tenaga kerja ini tidak mencerminkan besarnya perolehan tenaga kerja. Angka ini hanya menggambarkan perimbangan antara besarnya bagian pendapatan (labor income) dengan bagian pendapatan pemilik usaha. Apabila tingkat keuntungan yang diperoleh (dalam persen) tinggi, maka agroindustri tersebut meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 

Apabila rasio imbalan tenaga kerja terhadap nilai tambah tinggi, maka agroindustri berperan memberikan pendapatan bagi pekerjanya, sehingga lebih berperan dalam mengatasi masalah pengangguran melalui pemerataan kesempatan kerja. Analisis selanjutnya adalah nilai keuntungan yang diperoleh pengrajin gula merah tebu. 

Nilai keuntungan tersebut merupakan selisih antara nilai tambah dengan imbalan tenaga kerja, sehingga dapat dikatakan sebagai nilai tambah bersih karena sudah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja. Keuntungan yang diperoleh pengrajin gula merah tebu di Kecamatan Kebonsari sebesar Rp 545,76/kg bahan baku, dengan nilai keuntungan sebesar 51,94%.

Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi

Berdasarkan analisis nilai tambah, margin yang didapatkan dari selisih antara nilai output dengan harga bahan baku adalah Rp 1.579,66/kg. Besarnya margin ini lalu didistribusikan kepada pendapatan tenaga kerja, sumbangan input lain, dan keuntungan usaha. Balas jasa terbesar yang diperoleh perusahaan berasal dari keuntungan pemilik modal, yaitu sebesar 34,55% artinya sumbangan input lain menyumbang Rp 34,55 dalam setiap Rp 100 margin perusahaan. Balas jasa terbesar kedua adalah sumbangan input lain sebesar 33,49%. Hal ini berarti sumbangan input lain cukup banyak berkontribusi dalam pembentukan margin, yaitu Rp 33,49 dalam setiap Rp 100 margin. Selain itu, pendapatan tenaga kerja langsung sebesar 31,96%.

Besarnya nilai tambah ditentukan oleh besarnya nilai output, harga bahan baku dan harga input lain. Proporsi tenaga kerja dan keuntungan terhadap nilai tambah dapat menunjukkan apakah usaha tersebut padat modal atau padat karya. Dilihat dari aspek agroindustri, industri gula merah di Madiun mayoritas masih bersifat industri padat karya yang dijalankan dengan teknologi sederhana dan permodalan yang kecil. Hal tersebut merupakan kendala utama dalam upaya pengembangan industri gula merah menjadi industri madya maupun industri modern.

Strategi Pengembangan Home Industry Gula Merah di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun

Analisis Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) dan Eksternal (Peluang dan Ancaman) Home Industry Gula Merah di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun. Berdasarkan hasil analisis dan pembangunan masalah yang dihadapi home industry gula merah dapat diambil kesimpulan bahwa usaha ini memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Namun, untuk memperoleh suatu kondisi tersebut diperlukan strategi pengembangan dengan membandingkan faktor internal dan faktor lingkungan eksternal yang ada untuk prospek jangka panjang. Strategi pengembangan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan analisis SWOT dengan hasil sebagai berikut :

Strength  (Kekuatan)

Rata-rata pengalaman mengusahakan home industry gula merah oleh pengrajin adalah selama 15-20 tahun dan home industry pembuatan gula merah berbahan baku tebu sudah dilakukan secara turun menurun. Oleh karenanya pengrajin sudah dianggap cukup untuk bisa memanajemen risiko dengan baik, terkait peluang dan ancaman yang dihadapi oleh usahanya. Seluruh pengrajin yang masih meneruskan usaha pengolahan gula merah mempunyai tempat usahanya sendiri, yang biasanya merupakan warisan dari keluarganya. Pengrajin sudah merintis usahanya sejak puluhan tahun dan menggunakan modalnya sendiri untuk memberi peralatan produksi dengan cara sedikit demi sedikit. Produk gula merah yang dihasilkan oleh pengrajin memiliki kualitas yang cukup baik karena dihasilkan dari bahan baku tebu yang baik.

Weakness (Kelemahan)

kualitas sumber daya manusia di Kecamatan Kebonsari  mayoritas masih rendah. Produk gula merah kebanyakan diproduksi jika ada pesanan dari konsumen, sehingga kontinuitas produksi menjadi tidak stabil. Modal yang digunakan pengrajin bersumber dari modal sendiri yang seringkali menjadi kendala karena penerimaan yang didapatkan tidak stabil. Selain itu, pengrajin belum melakukan pencatatan keuangan dengan baik dan benar. Teknologi pengolahan dan pengemasan yang digunakan oleh pengrajin gula merah masih tradisional.

Opportunity (Peluang)

Home industry gula merah tebu di Kecamatan Kebosari, Kabupaten Madiun mendapat dukungan dari masyarakat karena dirasa menguntungkan masyarakat. Tebu yang dimiliki oleh masyarakat dapat diolah oleh pengrajin jika tidak ingin dimasukkan ke pabrik gula. Selain lebih cepat mendapatkan uang, harga beli tebu oleh pengrajin juga tidak terlalu berbeda dengan harga beli pabrik gula. Permintaan gula merah oleh masyarakat akhir-akhir ini bertambah karena masyrakat mulai mengetahui bahwa kandungan gizi gula merah lebih baik daripada gula pasir putih. Selain itu, di Madiun sendiri gula merah dijadikan sebagai bahan baku pembuatan makanan minuman, seperti kue manco. Oleh karenanya, potensi pasar yang bisa dimasuki oleh pengrajin masih terbuka lebar, asalkan dapat memenuhi permintaan konsumen.

Threat (Ancaman)

Dengan berkembangnya suatu daerah menjadi urbanisme membuat usaha gula merah tebu agak sulit mendapatkan tenaga kerja. Hal ini disebabkan dibangunnya pabrik-pabrik besar sehingga mengurangi tenaga kerja di perdesaan. Selain itu, proses produksi yang hampir sepenuhnya menggunakan tenaga manusia, membuat semakin sedikit generasi muda yang tertarik untuk ikut dalam usaha tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun