Mohon tunggu...
Intan Ayu P
Intan Ayu P Mohon Tunggu... Lainnya - anak indie

Ini nulis iseng-iseng aja kok.. Salam kenal :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Semasih Ada Waktu

28 November 2020   16:00 Diperbarui: 28 November 2020   16:10 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tinn... Suara klakson mobil menggelegar di depan gerbang rumah yang begitu megah. Pak Adi, sebagai sekuriti rumah itu segera bergegas membukakan pintu gerbang.

 “Arkana sudah pulang belum ya Pak?” tanya pemilik rumah tersebut seraya membukakan jendela mobilnya.

“Wah tuan, daritadi saya telepon Nak Arkana tidak aktif terus. Saya khawatir soalnya ini sudah jam setengah dua malam,” balas Pak Adi gelisah.

“Ckkk, kemana lagi sih tuh anak. Sebelumnya, makasih ya Pak infonya.” Tuan Radi, selaku ayah dari anak yang belum pulang tersebut, Arkana, kesal. Yang juga sambil menancapkan gas menuju garasi yang letaknya masih jauh.

Sementara itu,

“Bro gue cabut dulu ya, takut dimarahin bokap. Ngeri gue…” ucap Arkana yang masih setengah sadar setelah mabuk-mabukan.

“Ya elah, cemen banget Lu bro. Balik lagi dah jadi anak rumahan,” jawab Danny, teman Arkana.

“Iya tuh bener, besok kan libur ini Ka,” sahut yang lain.

Tetapi, Arkana malah mengacuhkan celotehan teman-temannya tersebut dan segera pamit, keluar dari klub malam itu. Ia bergegas pergi ke parkiran dan masuk ke dalam mobil sedan mewah berwarna hitam metalik. Ditancapkannya gas sambil meninggalkan tempat tersebut.

Karena masih setengah sadar, Arkana menyetir mobil tersebut dengan tidak stabil. Hampir beberapa kali ia ingin menabrak pengendara lain. Syukurlah, ia masih bisa selamat sampai di depan gerbang yang begitu tinggi, berwarna merah marun, tempat yang sama ketika Tuan Radi berhenti tadi. Langsunglah ia menekan berulang kali klaksonnya. Pak Adi yang sedang berjaga di pos satpam terkejut, segera bangkit membukakan pintu gerbang.

 “Bokap udah pulang ya Pak?” sahut Arkana, yang biasanya sering dipanggil dengan nama Arka.

“Sudah Dek Arka, sekitar setengah jam yang lalu,” jawab Pak Adi dengan sopan.

“Oh oke, makasih ya Pak.” Arka langsung meninggalkan tempatnya.

Ahh telat lagi, mampus dah gue. Pikir Arka begitu.

Arka buru-buru memakirkan mobilnya di samping mobil ayahnya yang berderet, serta segera turun setelah usai. Ia mengendap-endap masuk melalui pintu yang menghubungkan garasi dengan ruang tengah. Sayangnya, ayahnya tersebut sudah duduk menunggu di ruang keluarga sambil menonton TV. Usaha Arka gagal.

“Darimana saja kamu?” nada suara Tuan Radi melengking tinggi.

“Ingin tahu saja,” jawab Arka santai tidak memedulikan ayahnya. Ia sambil menaiki tangga yang melingkar, menuju kamarnya di lantai dua.

“Kamu didiemin malah makin ngelunjak ya. Ga lihat apa ini sudah jam dua malam,” bentak ayahnya sambil mengendus-endus bau yang tak asing. 

“Kamu mabuk-mabukan lagi? Hei, Ayah sudah belikan Kamu mobil untuk pulang pergi sekolah. Bukan ke tempat yang nggak benar begini. Akhir-akhir ini Ayah lihat, nilaimu juga menurun drastis. Pikirin masa depanmu, Ka. Kamu sudah kelas sebelas. Apa ayah harus carikan ibu baru agar Kamu ada yang awasi? Juga Ayah akan sita mobilmu.” Ayah Arka sudah benar-benar kesal kali ini.

“Apaansih, suka-suka gue apa. Dan oooh pantas saja Ayah gak merhatiin ibu selama ini, ternyata Ayah dari dulu ga peduli sama ibu. Bilang saja kan Ayah mau cari istri baru lagi. Gak usah munafik deh,” bentak balik Arka. Pertengkaran hebat tak bisa dipungkiri lagi.

“Arkaa!! Dengar dulu penjelasan Ayah. Ini gak seperti apa yang...,”

Braakkk… Ucapan Tuan Radi terpotong begitu saja setelah Arka secara sengaja membanting pintu kamarnya. Ia langsung membanting tasnya di meja belajar yang berwarna hitam. Juga langsung membantingkan diri ke kasurnya. Tak mengganti pakaiannya terlebih dahulu.

“Berisik. Bilang aja ayah udah gak sayang sama ibu. Sampai sengaja, dia gamau tau apa yang terjadi sama ibu,” gerutu Arka kesal sembari mengambil handphone di saku celananya.

Arka mulai melupakan kejadian tadi yang menimpanya. Ia asyik masuk ke dalam indahnya dunia maya. Membalas pesan yang masuk, melihat-lihat hasil foto ketika di klub tadi, membuka aplikasi media sosial, dan tiba-tiba saja, tak disadari, loh Arka mendadak berada di gurun pasir.

pinterest/ariana saldaña
pinterest/ariana saldaña
“Eh gila aja, kok bisa gue tiduran di gurun pasir gini.” Arka kaget, heran, tak bisa berkata-kata. Ia baru menyadarinya.

Handphone mahalnya itu juga menghilang dari tangannya. Ia menoleh ke belakang, kasur dan perabotan lainnya juga tidak ada. Hanya tumpukan pasir yang begitu tinggi di sekelilingnya. Juga, banyak pohon kaktus yang tumbuh serta burung beterbangan.

dribbble.com
dribbble.com

Arka mulai berdiri, menelusuri, dan mencerna apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Tak sadar, ia tidak tahu sudah berapa jam menjelajahi tempat asing tersebut. Haus dahaga sudah menyerang kerongkongannya. Ia butuh air. Ia Lelah. Lalu, ia jatuh tersungkur ke tumpukan pasir yang begitu panas dengan suasana yang menyengat.

Namun, tiba-tiba ia melihat kilauan cahaya putih berbentuk seperti portal dari kejauhan. Arka mulai membuka matanya lebar-lebar. Ia harus meyakini dirinya, apa yang dilihat itu bukanlah hanya sekedar imajinasi atau khayalannya. Dan ternyata, ia melihat sosok seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tak asing baginya. Benar saja, itu ayah dan ibunya yang ingin memasuki cahaya putih tersebut. Mereka memakai pakaian putih yang begitu bercahaya. Sontak Arka langsung meneriaki mereka.

“Ayaaaahhh, ibuuuu… Tolong Arkaaa,” teriak Arka putus asa karena kelelahan dan butuh air.

Ayah dan ibunya menoleh, mulai mendekati Arka. Sesampainya, mereka langsung tersenyum sumringah.

“Arka, ini Ibu … sudah lama ya kita tidak bertemu. Ibu rindu sekali melihat Arka,” ucap ibu Arka lembut sambil membungkuk memegang wajah Arka yang memerah kepanasan.

“Tapi, Ka. Sayangnya Ayah harus menyusul ibu. Ini sudah waktunya ayah bertemu kembali dengan ibu. Maafkan Ayah ya Nak. Ayah banyak salah denganmu dan selalu membentak-bentak dirimu.” Wajah ayah Arka begitu bersinar dan kelihatan sangat gagah. Ia mulai menggandeng istrinya itu dan mengajak untuk bangkit. Arka tidak bisa berkata apa-apa.

“Selamat tinggal Ka, jaga dirimu baik-baik.” Mereka mulai beranjak pergi sambil tersenyum melambaikan tangan. Mereka juga masuk ke cahaya putih tersebut. Arka masih tidak mengerti apa yang terjadi.

Sriingg… Cahaya itu membutakan pandangan di sekitarnya yang benar-benar menyilaukan mata Arka. Tiba-tiba saja, Arka dibawa ke tempat yang berbeda lagi. Arka tak asing dengan tempat ini.  Benar saja, ini ruang tamu di rumahnya. Tetapi, mengapa suasanya mencekam dan penuh tangisan orang-orang.

Tidak. Tidak mungkin. Ayahnya tergeletak dengan kain kafan putih yang begitu bersih. Ayahnya sudah meninggal. Ia langsung tersentak menghampiri ayahnya yang sudah tertidur tenang tersebut.

“Ayaahh … bangun Yah. Arka minta maaf Yah. Arka janji gak nakal lagi, Arka janji bakal nurutin perkataan Ayah lagi. Arka mohon Ayah banguunn.” Arka langsung menangis kencang sambil berteriak-teriak memohon ayahnya bangun kembali. Tak mempedulikan orang-orang di sekitarnya.

“Yahh, aku mohon ayah bercanda. Ayaaahhh.” Arka berteriak lagi diiringi isak tangis yang tak bisa dibendung lagi.

“Yaaahh …” Arka sekali lagi berteriak dan seketika saja, Arka kaget terbangun dari mimpinya itu. Diguncang-guncangkan badannya oleh ayahnya.

pinterest/taekooking
pinterest/taekooking
“Dek, kamu kenapa manggil-manggil ayah sambil nangis begitu?” Ayahnya langsung ketakutan menanyakan.

“Ayaahh, maafin Arkaa. Arka janji bakal nurutin semua perkataan ayah,” sontak Arka sambil memeluk ayahnya erat-erat. Juga menangis tanpa malu di hadapan ayahnya.

“Iya iya, Ayah maafin Kamu. Tapi kamu habis mimpi apa?” tanya ayahnya lagi.

“Mimpi ayah nyusul ibuu.” Arka masih belum bisa berhenti menangis.

“Tenang tenang, Ayah ada di sini. Kamu anak cowo jangan nangis dong. Malu sama Ayah,” jawab ayahnya yang masih memeluk anaknya.

“Ta-ta-p i… ini beneran Ayah kan? Bukan mimpi kayak tadi?” Arka begitu ketakutan.

“Iya sayang, ini Ayah. Ayah ke sini kaget kamu tiba-tiba teriak panggil Ayah. Terdengar dari bawah,”

“Oh Tuhan, syukurlah terimakasih banyak.” Arka melepaskan pelukannya sambil mengusap air matanya yang sudah banjir ke pakaiannya.

Ayahnya tersenyum, kelihatan ingin mengatakan sesuatu.

“Umm Dek, Ayah mau berkata jujur soal ibu. Ibu gamau Ayah ceritain ini ke Kamu, tapi kayaknya Kamu harus tahu ini biar gak salah paham lagi,”

“Sebenarnya Ayah sudah tahu ibu punya penyakit tumor otak dari setahun yang lalu. Ibu juga baru memberitahukan Ayah ketika gejalanya sudah sangat parah. Ayah shock berat. Gak bisa berkata apa-apa. Ayah sudah berusaha untuk membawa ibumu berobat ke rumah sakit mana saja. Tapi sayangnya, Tuhan berkata lain. Ibumu dipanggil duluan Ka. Ibu berpesan biar Ayah gak ngasih tau penyakitnya ke Kamu. Katanya, ibu takut Kamu kepikiran terus sama ibu. Karena Kamu hanya anak satu-satunya.” Ayah sambil tersenyum menahan air mata.

“Jadi, Ayah mohon. Kamu jangan salah paham sama Ayah soal yang menelantarkan ibu. Ayah sudah berusaha sebaik mungkin Ka. Mungkin ini sebabnya juga Kamu jadi berubah seperti ini setelah ibu meninggal,” lanjut ayahnya lagi.

Arka diam membatu. Terlihat lesu setelah mendengar penjelasan dari ayahnya barusan.

“Ayah berencana hari ini mau ke makamnya ibu. Kamu mau ikut gak? Kayaknya dia sudah kangen sama kita. Sudah sebulanan sepertinya kita tidak mengunjunginya,”

“Tentunya mau Yah. Dan Arka minta maaf lagi soal kejadian yang sebelumnya. Arka janji bakal berubah dan nurutin kata Ayah. Biar ibu di surga juga senang melihat Arka dan Ayah bersama.” Arka berkaca-kaca meminta maaf.

“Hahahaha. Anak lanangku gemesin juga. Bukan karena ada maunya kan?” rayu ayah sambil bercanda ria. Arka langsung berpura-pura cemberut kesal. Ayah Arka bangga melihat anaknya mau berubah kembali.

Paginya, mereka berkunjung ke makam Ibu Melinda. Makam istri Tuan Radi dan ibunda tercinta Arka. Menabur bunga, membacakan doa, mencabut rumput-rumput liar yang tumbuh dan bercerita ria. Arka lepas menceritakan tentang mimpinya semalam, ia begitu rindu dengan ibunya.

Hari-hari selanjutnya, Arka berubah 180 derajat, kembali seperti dulu lagi. Berubah menjadi anak yang baik dan patuh pada perkataan ayahnya. Ia tahu hanya satu-satunya ayah yang ia miliki. Dan sadar tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk hal yang tidak bermanfaat. Arka kembali menjadi murid berprestasi dan berkeinginan untuk membanggakan kedua orangtuanya. 

Ia sadar, ada pada waktunya ia harus merelakan kepergian kedua orangtuanya. Oleh karena itu, sebelum waktunya terlambat lagi, Arka harus bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dengan ayah. Sebelum terulang lagi, seperti kejadian yang menimpa ibu dulu. Kejadian di mana Arka belum sempat meminta maaf, dan membahagiakan ibunya sewaktu beliau masih hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun