“Sudah Dek Arka, sekitar setengah jam yang lalu,” jawab Pak Adi dengan sopan.
“Oh oke, makasih ya Pak.” Arka langsung meninggalkan tempatnya.
Ahh telat lagi, mampus dah gue. Pikir Arka begitu.
Arka buru-buru memakirkan mobilnya di samping mobil ayahnya yang berderet, serta segera turun setelah usai. Ia mengendap-endap masuk melalui pintu yang menghubungkan garasi dengan ruang tengah. Sayangnya, ayahnya tersebut sudah duduk menunggu di ruang keluarga sambil menonton TV. Usaha Arka gagal.
“Ingin tahu saja,” jawab Arka santai tidak memedulikan ayahnya. Ia sambil menaiki tangga yang melingkar, menuju kamarnya di lantai dua.
“Kamu didiemin malah makin ngelunjak ya. Ga lihat apa ini sudah jam dua malam,” bentak ayahnya sambil mengendus-endus bau yang tak asing.
“Kamu mabuk-mabukan lagi? Hei, Ayah sudah belikan Kamu mobil untuk pulang pergi sekolah. Bukan ke tempat yang nggak benar begini. Akhir-akhir ini Ayah lihat, nilaimu juga menurun drastis. Pikirin masa depanmu, Ka. Kamu sudah kelas sebelas. Apa ayah harus carikan ibu baru agar Kamu ada yang awasi? Juga Ayah akan sita mobilmu.” Ayah Arka sudah benar-benar kesal kali ini.
“Apaansih, suka-suka gue apa. Dan oooh pantas saja Ayah gak merhatiin ibu selama ini, ternyata Ayah dari dulu ga peduli sama ibu. Bilang saja kan Ayah mau cari istri baru lagi. Gak usah munafik deh,” bentak balik Arka. Pertengkaran hebat tak bisa dipungkiri lagi.
“Arkaa!! Dengar dulu penjelasan Ayah. Ini gak seperti apa yang...,”
Braakkk… Ucapan Tuan Radi terpotong begitu saja setelah Arka secara sengaja membanting pintu kamarnya. Ia langsung membanting tasnya di meja belajar yang berwarna hitam. Juga langsung membantingkan diri ke kasurnya. Tak mengganti pakaiannya terlebih dahulu.