Mohon tunggu...
Yeni Dewi Siagian Psikolog
Yeni Dewi Siagian Psikolog Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog

Professional Training Organizer, Human Capital Practitioner, Digital Marketing ,Trainer dan Assessor BNSP Licensed | Coach, Productivity and Women Empowerment Psychologist | Member of APA (American Psychological Association) | WeSing @yenidewisiagianpsikolog | Twitter @yenidewisiagian | FB/IG @yenidewisiagianpsikolog | YouTube @yenidewisiagianpsikologtv | Pernah bekerja sebagai Journalist di Majalah Intisari (KKG) | Business Inquiries Contact 0812-9076-0969 | Founder of www.butterflyconsultindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kenapa Orang Suka Ikut-ikutan Tanpa Berpikir Panjang?

20 Juli 2023   19:05 Diperbarui: 23 Juli 2023   10:02 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by pch.vector on Freepik

Pernahkah melihat orang yang suka ikut-ikutan orang lain dan sepertinya tanpa berpikir lebih dulu ? Ikut-ikutan trend TikTok sampai meninggal dunia (https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-6778154/gadis-16-tahun-tewas-gegara-ikut-tren-tiktok-scarf-game), ikut-ikutan mode padahal tidak cocok dengan tubuhnya, ikut-ikutan oplas alias operasi plastik meruncingkan dagu dan menarik kulit wajah  kesana-sini sehingga wajahnya jadi tidak semenarik sebelumnya, bahkan ada yang jadi transgender (merubah kelamin) karena ikut-ikutan trend (lagi-lagi) TikTok (https://wolipop.detik.com/health-and-diet/d-6812527/kisah-remaja-jadi-transgender-karena-pengaruh-tiktok-ingin-balik-jadi-wanita) dll.

Gaya ikut-ikutan ini dalam dunia Psikologi disebut dengan Konformitas.

Menurut Kartono dan Gulo (2000), Konformitas adalah kecenderungan untuk dipengaruhi tekanan kelompok dan tidak menentang norma-norma yang telah digariskan oleh kelompok. Seseorang melakukan konformitas (ikut-ikutan) terhadap kelompok hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat.

Ini berarti individu cenderung untuk mengikuti atau menyesuaikan diri dengan apa yang dianggap "benar" atau "normal" dalam lingkungan sosial mereka, meskipun itu mungkin bertentangan dengan pendapat atau preferensi pribadi mereka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas meliputi:

1. Norma Sosial: Norma sosial adalah aturan tidak tertulis tentang bagaimana orang seharusnya berperilaku dalam berbagai situasi. Ini dapat berupa norma formal, seperti undang-undang atau peraturan resmi, atau norma informal yang dipegang oleh masyarakat.

2. Tekanan Sosial: Tekanan sosial mendorong individu untuk mengikuti norma-norma tertentu agar dapat diterima, diakui, atau dihargai oleh kelompoknya.

3. Norma Deskriftif dan Normatif: Norma deskriftif adalah persepsi tentang apa yang dilakukan orang lain dalam situasi tertentu, sementara norma normatif adalah pandangan tentang apa yang seharusnya dilakukan orang lain dalam situasi tersebut. Individu sering mengikuti norma deskriftif (melakukan apa yang dilakukan orang lain) dan norma normatif (melakukan apa yang dianggap seharusnya dilakukan orang lain).

4. Kebutuhan Sosial: Manusia memiliki kebutuhan untuk diterima dan dipercaya oleh kelompoknya. Konformitas bisa menjadi cara untuk mencapai kebutuhan ini dan menghindari penolakan sosial.

5. Identitas Sosial: Individu sering mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok tertentu dan mencari persetujuan dari anggota kelompoknya. Konformitas dapat membantu memperkuat identitas kelompok dan rasa solidaritas.

6. Ukuran Kelompok: Konformitas cenderung lebih tinggi dalam kelompok yang lebih besar daripada dalam kelompok yang lebih kecil.

Ada dua jenis utama dari konformitas:

1. Konformitas Normatif: Jenis konformitas ini terjadi ketika seseorang mengikuti norma-norma sosial untuk menghindari konflik atau menghindari penolakan dari kelompok. Orang tersebut mengubah perilaku atau sikap mereka agar sesuai dengan apa yang dianggap sebagai "benar" oleh kelompok, bahkan jika itu tidak sejalan dengan pandangan atau nilai pribadi mereka.

2. Konformitas Informasional: Jenis konformitas ini terjadi ketika seseorang mengikuti perilaku atau pandangan orang lain karena mereka yakin orang lain memiliki informasi yang benar atau lebih tepat daripada yang mereka miliki sendiri. Individu mungkin merasa tidak yakin atau tidak berpengalaman dalam suatu situasi, dan akibatnya, mereka mengandalkan orang lain untuk membantu mereka membuat keputusan atau mengambil tindakan.

Konformitas adalah fenomena sosial yang kompleks dan umum terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun dalam beberapa situasi konformitas dapat membantu memelihara stabilitas sosial dan kohesi kelompok, namun di sisi lain, itu juga dapat menghambat inovasi dan pemikiran kritis. Sebagai individu, penting untuk selalu mengkaji motivasi di balik perilaku konformitas dan mempertimbangkan dampaknya terhadap diri sendiri dan orang lain.

Konformitas yang salah dilakukan karena takut ditolak kelompok, supaya tidak terlihat berbeda dengan kelompok atau pencitraan (jaim alias jaga image). 

Konformitas yang benar dilakukan karena kesadaran perlunya mengubah perilaku untuk tujuan yang benar yaitu Kebenaran. "

Kalau dilihat dari segi usia, perilaku konformitas ini bisa dilakukan siapa saja, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Orang-orang "Yesman" alias hanya mengiyakan apa saja yang dikatakan oleh kelompoknya atau teman sekerjanya saat rapat tanpa mempertimbangkan efek keputusan yang diambil termasuk pada Pelaku Konformitas ini.

Zaman dahulu, ada seorang raja yang bernama Saul. Saul berasal dari keluarga kaya, memiliki paras yang tampan dan tubuh yang tinggi dan besar (tidak ada seorangpun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya).

Pada saat mengalahkan musuhnya, atas Perintah Allah seharusnya ia membumihanguskan seluruh musuhnya, membunuh rajanya dan ternak mereka tanpa membawa rampasan kembali ke negaranya.

Tetapi karena memilih untuk berkonformitas kepada rakyat karena takut ditolak rakyat, akhirnya ia membawa rampasan dari barang-barang yang terbaik yang ada di wilayah kerajaan musuhnya dan membiarkan raja musuhnya tetap hidup. Padahal sebelumnya ia adalah raja yang tangguh dan banyak mengalahkan musuh.

Karena menentang Allah dan tidak memohon ampun, akhirnya ia tidak bisa berdiri tegak lagi di hadapan Allah. Hubungan dengan Allah rusak dan ia pun pergi ke tukang ramal (okultisme) untuk menentukan masa depan rakyatnya. Dimana hal ini tentunya menunjukkan kesombongannya dan membuatnya semakin bertentangan dengan kehendak Allah.

Akhirnya ia hidup dalam keadaan terganggu jiwanya dan tidak bisa berfungsi sebagai raja lagi bagi bangsanya. Ia terkena gangguan jiwa, jadi depresi lalu meninggal bunuh diri dengan menjatuhkan tubuhnya pada pedang anak buahnya saat ia dikepung musuh.

Tragis bukan ?

Dari seseorang yang terpandang, punya hidup yang luar biasa dan dielu-elukan rakyat, akhirnya ia menjadi orang yang kalah, secara fisik, mental dan rohani. Bahkan meninggal pun masuk neraka karena bunuh diri.

Itu karena ia melakukan konformitas dan tidak mendengar suara Pemimpinnya yaitu Allah sendiri. (Ingat jika kamu adalah orang nomor 1 di Perusahaan atau  Lembagamu, pimpinannmu adalah Allah sendiri).

Dalam hal ini Raja Saul melakukan konformitas karena tekanan sosial dan kebutuhan sosial. Kalau diteliti lebih lanjut, ternyata saat itu muncul pemimpin lain bernama Daud yang mengalahkan musuh lebih banyak dari Raja Saul, bahkan mengalahkan raksasa (Goliath) yang tingginya 3 (tiga) meter hanya dengan sekali tembakan alat ketapel.

Setelah Saul meninggal bunuh diri, Daud diangkat menjadi raja. Selama memimpin Raja Daud memilih untuk berkonformitas kepada Tuhan, karena takut kepada Tuhan, dan kerajaannya kokoh sampai pada anak-anaknya. Akhirnya Raja Daudlah yang mencapai garis akhir dengan kuat dan meninggal dalam keadaan terhormat dan mulia.

Apa aplikasinya dalam kehidupan kita ?

Seringkali kita sebagai pribadi atau pemimpin takut untuk menyatakan kebenaran, hanya karena perkataan atau penilaian sekelompok orang. Seorang pemimpin kadang tidak menyadari kalau dia adalah wakil dari apa yang Tuhan katakan untuk orang yang ia pimpin. Apakah ia suami sebagai pemimpin rumah tangga, pemimpin komunitas, pemimpin di kantor bahkan pemimpin negara sekalipun. Dia adalah orang yang Tuhan bukakan rahasia pertama kali tentang apa yang Tuhan ingin dia lakukan untuk orang-orang yang dipimpinnya. Asal hatinya benar, ia pasti peka atas suara Tuhan. Tidak perlu pakai peramal, tukang tenung atau pembaca tarot buat masa depan orang yang dipimpinnya.

Selain itu, kamu adalah pemimpin untuk dirimu sendiri. Miliki hati yang benar, dengar apa kata Tuhan, bukan kata orang. Lalu lakukan, sukses pasti jadi milikmu. Apapun kata orang tentang hal itu. Kalau apa yang kamu lakukan dan katakan sejalan dengan yang Tuhan mau, Tuhan yang pasang badan buatmu.

You don't have to feel right, to do what's right. Kamu tidak perlu merasa jadi orang yang benar dulu, untuk melakukan hal yang benar. 

Karena perasaan bisa menipu. Tapi ketika kamu melakukan yang Tuhan mau, pasti hatimu tenang.

Saya teringat saat saya dan rekan-rekan saya kuliah Magister sedang ada tugas untuk dikerjakan. Sebelumnya kordinator sudah mengatakan supaya kami berkumpul di Zoom untuk membagi tugas agar tugas bisa dikerjakan tepat waktu. Saat tugas yang diberikan kami semua terkejut. Karena kami harus menyelesaikan 14 (empat belas) soal dari 20 (dua puluh) soal yang disediakan dan waktunya hanya 3 (tiga) jam.

Rekan-rekan yang panik langsung mengatakan agar tugas dikerjakan masing-masing saja karena waktunya terbatas. Sempat terjadi pernyataan-pernyataan keterkejutan dari rekan-rekan saya, karena tugasnya sangat banyak, dan isinya berupa penjelasan semua.

Ketika banyak rekan-rekan saya yang saling bersahutan mengatakan tugas dikerjakan masing-masing saja, kordinator memilih diam. Lalu beberapa rekan mulai meninggalkan Zoom Meeting.

Dengan sikap tegas saya lalu mengambil inisiatif dan memilih untuk tidak berkonformitas dengan suara mayoritas yang tadi meminta supaya tugas dikerjakan masing-masing saja, tanpa kerjasama.

Saya langsung menentukan nomor berapa saja yang akan dikerjakan, dan menanyakan kesediaan rekan-rekan saya yang masih ada di Zoom Meeting untuk mengerjakan 1 (satu) nomor per-orang dan mengijinkan mereka memilih nomor berapa yang mereka mau kerjakan.  Lalu setelah mengerjakan tugas, mereka langsung kirimkan jawabannya di WhatsApp Group walaupun ada rekan-rekan lain yang tidak mau bergabung. Anggap saja kita membantu mereka juga.

Akhirnya dari 14 (empat belas) soal yang harus dikerjakan, semua berhasil dibagi antar kami. Bahkan rekan yang tadinya panik pun ikut mengerjakan tugas dan mengirimkannya ke WhatsApp Group.

Akhirnya tugas berhasil kami kerjakan dengan tepat waktu dan maksimal, bahkan kami sempat meng-edit tugas sesuai keinginan kami masing-masing, karena saya memilih untuk tidak melakukan konformitas dengan suara terbanyak.

Setelah tugas selesai dikerjakan, beberapa rekan menyatakan kepuasannya di WhatsApp dengan kerjasama kami selama 3 jam itu. Tugas yang  tadinya terkesan sulit, berhasil kami kerjakan dengan cepat dan tepat dalam tenggang waktu yang diberikan, dan malah berbah manis. Kami semakin lebih mengenal anggota kemompok, kelompok jadi lebih kuat (kohesif) dan kami menikmati apa yang dinamakan dengan kerjasama (teamwork).

Jadi kepada siapakah kamu melakukan konformitas hari ini ?

Raja Daud memilih yang terbaik yang tidak akan diambil daripadanya, dan banyak orang hebat di dunia ini memilih untuk tidak berkonformitas dengan suara terbanyak, dan mereka berhasil mencapai kesuksesan di bidangnya. Sebut saja Kolonel Sanders, Jeff Bezos, Mark Zuckerberg, Jack Ma dan banyak lagi.

Jadi masih mau konformis dengan suara terbanyak walau bertentangan dengan kata-kata Allah dalam hidupmu ?

Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun