Mohon tunggu...
YeBambang Triyono
YeBambang Triyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

WI Puslitbangdiklat RRI

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Indept Report Versus Investigative Report

21 Juni 2016   18:53 Diperbarui: 21 Juni 2016   19:32 1861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai perkembangan bahasa  di era global, muncul pula berbagai istilah di bidang jurnalisme, misalnya convergensi media, citizen journalism, investigative report, dan indept report. Walaupun istilah istilah tersebut sudah lama muncul, namun di negara negara  tertentu baru muncul kemudian. Dalam tulisan ini, penulis mencoba menguraikan perbedaan dan atau persamaan antara investigative report dan indept report.

Ada yang menulis kata ‘report’ dengan ‘reporting, namun penulis cenderung menulis report, bukan reporting karena dalam bahasa Inggris ‘report’ itu sudah berarti kata benda,  selain juga sebagai kata kerja. Jadi tidak perlu diberi ‘ing’ Tambanhan ‘ing’ (gerund)  dimaksudkan untuk merubah kata kerja menjadi benda, maka ditambahkan ‘ing’.

Ada pengertian yang seringkali salah kaprah antara  Indepth Report dan Investigative Report. Mari kita coba menganalisanya:


Indepth Report

Indept Report merupakan suatu laporan yang mendalam tentang suatu objek yang biasanya mengenai kepentingan khalayak dan layak diketahui umum.
Reportasi dilakukan untuk menggali sebanyak mungkin data agar bisa disajikan dengan jelas dan rinci agar masyarakat bisa benar-benar memahami objek tersebut. Indepth Report tidak menyiratkan kegiatan membongkar aib, kesalahan, atau kelemahan pemerintah tapi sebagai pencarian data dan keterangan belaka. Dalam melakukan indepth report seorang wartawan bisa berangkat praktis dari nol atau dari sekadar membaca kliping-kliping koran.


InvestigativeReport

Investigative Report dimulai dari asumsi atau anggapan bahwa there issomething wrong, that somebody has done something wrong.

Istilah investigasi muncul pertama kali saat Nellie Bly jadi reporter Pittsburgh Dispatch pada 1890. Bly menyelidiki kehidupan buruh anak yang mencari nafkah dalam kondisi buruk. Bly sengaja bekerja di sebuah pabrik di Pittsburgh. Laporan investigasinya mendorong terjadinya perubahan terhadap standar hidup para pekerja kelas bawah itu. Ketekunan Nellie Bly mengilhami jurnalisme Amerika.

*Ida M. Tarbell, menulis buat majalah Mc Clure’s, tentang skandal perusahaan minyak Standard Oil, milik John D.Rockefeller, pada 1900. Tarbell mengandalkan wawancara, riset kecil, atau observasi lewat penyamaran, juga menggunakan paper trail atau pelacakan dokumen seperti transkrip dengar pendapat dalam parlemen, berkas-berkas pengadilan, surat perjanjian, dan sertifikat tanah. Dampaknya, Presiden Theodore Roosevelt membuat peraturan untuk mencegah kompetisi tak sehat, khususnya terhadap perusahaan kecil. Pengadilan Amerika menghukum Standard Oil dengan memaksanya memecah diri jadi beberapa perusahaan.

Laporan investigasi sejatinya bukan reportase biasa. Robert Greene dari Newsday, dikenal sebagai Bapak Jurnalisme Investigasi Modern, mensyaratkan sekurang-kurangnya tiga elemen dasar:

1. Liputan benar-benar gagasan orisinal wartawan dan hasil bukan investigasi pihak lain yang ditindaklanjuti.

2. Membongkar kejahatan publik yang disembunyikan, subjek investigasi merupakan  kepentingan bersama yang cukup masuk akal untuk mempengaruhi      kehidupan sosial mayoritas pembaca suratkabar atau pemirsa televisi bersangkutan.

3. Menemukan siapa pelakunya Hipotesis merupakan langkah penting bagi wartawan untuk sebelum melakukan investigative Report.

Hipotesis biasanya disusun dengan beberapa pertanyaan dasar:
Pertama, pertanyaan tentang aktor pelaku kejahatan. "Siapa yang bertanggungjawab atas penyalahgunaan dana masyarakat tersebut? Siapa yang memicu huru-hara? Siapa yang mula-mula menyebarkan sentimen antietnik atau antiagama tertentu?

Kedua, bagaimana cara-cara suatu kejahatan dilakukan. Hipotesis ini yang terus-menerus diteliti, diuji dan disimpulkan benar-tidaknya. Kalau kemudian terbukti bahwa hipotesis itu salah, seorang investigator harus dengan besar hati mengakui bahwa tidak terjadi kejahatan di sana.

Setiap investigasi memang mengandung kemungkinan bahwa hasilnya ternyata tidak sedramatis yang diperkirakan.

Laporan indepht report yang seringkali disamakan dengan Investigative report.

Salah satu hal yang banyak membedakan adalah ada atau tidaknya hipotesis dalam proses reportase. Hipotesis sangatlah penting untuk membentuk wartawan memfokuskan dirinya dalam suatu investigasi. Pada liputan investigatif, seorang atau lebih wartawan memutuskan untuk melakukan suatu liputan investigatif karena mencium adanya suatu pelanggaran yang menyangkut kepentingan umum yang ingin ditutup-tutupi, dan masalah ini dianggap layak dan penting diketahui masyarakat. Sedangkan pada indepht report, adanya pelanggaran hukum itu bukan merupakan unsur utama. Tujuan indepht report  lebih pada upaya untuk mengangkat suatu masalah, atau suatu soal secara mendalam.

Dalam batasan tertentu investigative report  adalah fase kelanjutan dari indepth report. Ketika wartawan itu sudah jauh lebih banyak mengetahui duduk persoalan sebenarnya, saat itulah ia pada titik hendak melakukan kegiatan lanjutan atau tidak. Liputan lanjutan inilah yang lebih bersifat investigative.

 Direktur Philippines Center for Investigative Journalism (PCIJ) Sheila Coronel secara singkat membagi proses investigasi ke dalam dua kali tujuh bagian.

 Tahap Pertama:

*First lead (petunjuk awal): koran, desas-desus, telepon gelap, surat kaleng, dll
 *Initial report (penjaringan nama, pemilihan narasumber, tempat yang akan   

 diobservasi, pembuatan kronologi)

*Literature search (mengacu pada hasil liputan awal; kliping koran, pencarian Di internet, buku, dan sumber lain)
 *Interviewingexperts (sumber ahli/pakar)

*Finding a paper trail (BAP, berkas sidang pengadilan, hasil visum)

*Interviewing key informants and sources

Tahap Kedua:

*First hand observation (Observasi di lapangan berguna untuk mendapat data  detil  sekaligus memastikan kebenaran dokumen)
 *Organizing files (data-data hasil pengamatan lapangan, yang dikawinkan  dengan  data-data sebelumnya, perlu diorganisasikan secara cermat dalam  (file-file)
 *More interviews (menambahi data-data bolong ketika file sudah  diorganisasikan  secara cermat dan teliti. Wawancara ini umumnya hanya  berlangsung untuk  sumber-sumber kunci dan saksi-saksi)
 *Analyzing and organizing (misalnya Metode lebih baku diperkenalkan Robert   

  Greene dari Newsday berupa Sistem Memo: Copy Ready dan Procedural )
 *Writing (Yang perlu diingat, dalam menulis yang pertama-tama didahulukan  

  adalah bahwa laporan harus benar. Baru kemudian, menarik dan relevan)
 *Fact checking (ingat: intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi)
 *Libel checking Indepth report, interpretatif report, maupun investigatifve

 report, seperti jenis liputan lainnya, menekankan pada perlunya etika dan  hukum.Kode etik media massa, di antaranya, memberikan beberapa jenis  eterangan yang mesti diperhatikan wartawan, dan sumber-sumbernya di  masyarakat luas:

-On the record. Semua pernyataan boleh langsung dikutip dengan
   menyertakan nama serta jabatan si sumber. Kecuali ada kesepakatan lain,    

  Semua komentar dianggap boleh dikutip.
 -On background. Semua pernyataan boleh dikutip langsung, tapi tanpa menyebutkan nama si sumber. Jenis penyebutan yang digunakan si sumber  harus dinegosiasikan lebih dulu. Tapi harus diingat bahwa makin kabur  identitas si  sumber, makin ringan juga kredibilitas laporan si wartawan.  

Seorang dosen di sebuah universitas lebih kabur ketimbang seorang dosen  di fakultas universitas   tersebut.
 -On deep background. Semua pernyataan sumber boleh digunakan tapi tidak  dalam  kutipan langsung. Reporter menggunakan keterangan itu tanpa  menyebutkan  sumbernya. Umumnya, reporter tak suka kategori ini, sebab  si sumber, apalagi  yang sudah berpengalaman dengan media, sering   memanfaatkan status ini untuk  mengapungkan umpan tanpa mau  mempertanggungjawabkannya.
 -Off the record. Informasi yang diberikan secara off the record hanya diberikan  kepada reporter dan tak boleh disebarluarkan dengan cara apapun. Informasi itu  juga tak boleh dialihkan kepada narasumber lain dengan harapan informasi itu  bisa dikutip.

Secara umum harus diketahui lebih dulu bahwa rencana penyampaian informasi secara off the record harus disepakati lebih dulu oleh reporter. Risiko menyetujui informasi off the record adalah si wartawan terikat untuk tak menggunakan informasi tersebut -termasuk kemungkinan bahwa informasi itu diperoleh dalam bentuk yang lain dari narasumber lain, tapi bisa menimbulkan kesan bahwa si wartawan tak menghormati kesepakatannya dengan sumber pertama-sampai ada pihak lain yang mengeluarkannya dengan nama lengkap.

Pemahaman etika dan hukum pers diperlukan wartawan investigasi ketika berhadapan dengan liputan-liputan yang konfidensial; yang sengaja ditutup rapat-rapat oleh pihak-pihak tertentu. Hal ini, di antaranya, menyebabkan teknik affidavit (pernyataan tertulis yang dibuat di bawah sumpah, di hadapan notaris publik) dan penyamaran dipakai dalam peliputan investigasi.

Dalam upaya mencari keterangan narasumber yang kuat, terutama investigatif reporting, kerap mensyaratkan informasi dari para saksi mata. Para saksi mata adalah orang-orang yang menyaksikan langsung peristiwa yang terjadi. Mereka memiliki informasi tentang fakta. Namun, keterangan mereka dianggap memiliki potensi memojokkan pihak-pihak tertentu. Untuk itulah, kesaksian mereka harus diberi perlindungan hukum dan disebut affidavit.

Keterangan ini menjadi senjata wartawan. Affidavit merupakan bahan yang dapat memperkuat berita investigasi dan dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan buruk. Bahkan, bisa digunakan untuk menepis kemungkinan penyangkalan narasumber yang menyatakan bahwa dirinya telah salah kutip.

Terkadang reporter terpaksa melakukan penyamaran dalam penyelidikannya.
Apakah diperbolehkan? Kalau iya, kapan seorang wartawan boleh mencuri? Kapan ia boleh memakai kamera tersembunyi? Kapan ia boleh memalsukan identitasnya?

Kasus: Stasiun televisi ABC bikin penyamaran tentang perlakuan buruk terhadap anak-anak cacat mental di sebuah rumah sakit. ABC mendapatkan pujian. Rumah sakit itu terpaksa mengubah kebijakan mereka. Pemerintah setempat juga minta maaf. Lalu terjadi perubahan besar-besaran aturan pemerintah soal rumah sakit anak-anak cacat.

Ada kasus lain, juga terjadi pada ABC, penyamaran mereka tentang pabrik pengemasan daging berbuah gugatan hukum. Belakangan mereka terpaksa minta maaf dan membayar denda. Mereka terbukti bersalah karena data dan gambar yang mereka tampilkan tidak proporsional. Perusahaan itu memang menghasilkan beberapa potong daging yang busuk namun jumlahnya sangat kecil. Mereka juga disalahkan karena menyadap telepon seorang eksekutif perusahaan daging tersebut.

Dari dua kasus pada sebuah televisi yang sama itu, ada beberapa pedoman bila kita terpaksa harus mencuri:

1.Motivasi kita melakukan pencurian atau penyamaran tujuannya murni untuk kepentingan publik.

2.Wartawan sudah melakukan prosedur yang biasa untuk mendapatkan data, informasi, dokumen gambar atau suara, dengan frekuensi yang cukup          tinggi, namun belum berhasil mendapatkan apa yang dicarinya.
 3.Harus seizin atasan si reporter. Artinya, ini pekerjaan di luar standar   normal. Maka para editor harus tahu dan memberikan izin. Siapa tahu kelak  

   ada gugatan hukum.

4.Ketika hasil pencurian ini disajikan ke publik, kita juga harus transparan menjelaskan bahwa ia didapat dengan mencuri namun prosedur itu terpaksa ditempuh karena prosedur normal tidak berhasil.

Kita harus memberikan kesempatan kepada audiens untuk menilai sendiri. Kita tentu juga harus minta tanggapan dari pihak yang kita curi untuk dimuat tanggapannya bersama dengan presentasi hasil penyamaran kita. Tanggapan ini diminta tidak pada saat penyamaran. Ia diminta sesudah kita mendapatkan informasi tersebut.

William Recktenwald, reporter Chicago Tribune, yang terlibat dalam berbagai tindak penyamaran dalam sejumlah investigasi, setuju bahwa reporter seharusnya menghindari penyamaran kecuali jika mutlak diperlukan. Ia memberi beberapa saran:

-Tugas pertama seorang reporter dalam mengandaikan dirinya menjadi orang lain semata-mata untuk melaksanakan pekerjaan dengan benar dan bukan untuk mengacaukan hidup orang lain. Jika seorang reporter akan bekerja di panti perawatan manusia lanjut usia, tugas-tugasnya harus didahulukan ketimbang profesinya sebagai jurnalis.

-Jika sesuatu yang dicari tak ada di sana, jangan membuatnya ada. Jangan pernah mendorong orang untuk melanggar hukum agar mendapat adegan dalam laporan yang hendak disampaikan.

-Seorang reporter yang menggunakan identitas palsu, janganlah terlalu jauh dalam menyamar. Misalnya, tidak jadi manajer jika jabatan satuan pengamanan lebih cocok dipakai dalam penyamaran. Ketika mengisi lembar aplikasi gunakan tanggal lahir, alamat, asal sekolah, dan pengalaman kerja yang sesungguhnya, kecuali pekerjaannya selaku reporter. ---
 Dalam banyak kasus, latar belakang tidak diperiksa. Tapi jangan sekali-kali berbohong untuk dokumen-dokumen tertentu, seperti surat izin mengemudi, yang memerlukan sebuah sumpah.

-Jangan pernah melanggar hukum. Pengumpulan berita tidak kebal terhadap hukum.
 -Hindari “lubang-lubang bocoran” informasi yang akan menggantungkan reporter dengan banyak sumber tak bernama.

--------------------------------------------------------------------------------------

Artikel ini (pernah) dipublished di Majalah Broadcastmagz edisi Juni 2016

*Y.Bambang Triyono (Widyaiswara Ahli Madya Puslitbangdiklat  RRI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun