Mohon tunggu...
Yohanes Budi
Yohanes Budi Mohon Tunggu... Human Resources - Menulis kumpulan cerpen "Menua Bersama Senja" (2024), Meminati bidang humaniora dan pengembangan SDM

https://ebooks.gramedia.com/id/buku/menua-bersama-senja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mas Guru

19 Januari 2021   16:40 Diperbarui: 19 Januari 2021   16:52 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
aku dan anakku (dokpri)

Orang-orang mengalihkan pandangannya ke arah suara. "Pak Mantri?!"

Orang yang disebut Pak Mantri menerobos kerumunan massa. Orang-orang kampung sangat menghormatinya. Pak Mantri, yang bertugas di Puskesmas kecamatan sering berkunjung ke kampung, melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. 

"Maksud, pak Mantri?" tanya ayah.

"Tenang, mas Guru. Biar saya yang jelaskan!" kata pak Mantri. Pak Mantri berpaling ke kerumunan, "Nah, bapak ibu. Kalau bapak ibu masih percaya sama saya, mohon dengar penjelasan saya." 

Orang-orang saling berpandangan. Seseorang yang disebut pemimpin menganggukkan kepala. Pak Mantri pun tersenyum.

"Pertama. Kepada Yu Turah, saya ucapkan turut berduka cita atas kepergian Asti. Yang kedua, saya dan tim dari medis dari kecamatan sudah memeriksa penyebab kematian Asti. Mohon maaf, Yu Turah. Sebenarnya Asti meninggal karena infeksi tetanus. Kalau saja, Yu Turah cepat membawa Asti ke puskesmas atau ke rumah sakit, mungkin tetanus Asti bisa ditangani lebih cepat." Pak Mantri menjelaskan panjang lebar.

Sebagian orang mulai mengerti. Tetapi sebagian lain masih mencari celah kesalahan Mas Guru. 

"Maaf, Pak Mantri. Bukan hanya soal Yu Turah ini. Sebenarnya lebih dari itu!" kata seorang lelaki berpeci. Ia berkata lagi. "Kang Kodir saksinya. Mas Guru ini, musrik pak Mantri. Geledah saja di kamarnya. Pak Mantri akan temukan patung seorang wanita yang disembah-sembah dan dimintai doa!"

Orang-orang yang sudah agak tenang, kembali bergolak. Emosi mereka terusik kembali.

Mas Guru dan Pak Mantri saling berpandangan. Istri mas Guru yang dari tadi berdiri di balik pintu, bergegas ke belakang dan mengambil patung yang dimaksud. Dengan tenang dan keberanian yang tak biasa, ia pun berdiri di samping ayah.

"Bapak ibu semua. Ini adalah patung Bunda Maria. Bapak ibu tidak perlu cemas. Ayah tidak berdoa kepada patung. Ayah tetap berdoa kepada Tuhan yang Maha Esa, seperti halnya bapak ibu semua. Bagi kami sekeluarga, Bunda Maria adalah sosok teladan kerendahan hati dan keteladanan tulus membantu orang lain." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun