Kesimpulan
Istinbath hukum dari Al-Qur'an tentang pernikahan dengan non-Muslim dapat ditemukan dalam beberapa ayat, di antaranya QS Al-Baqarah (2): 221 yang menyatakan bahwa seorang laki-laki mukmin dilarang menikahi perempuan musyrik dan sebaliknya, seorang laki-laki musyrik juga dilarang menikahi perempuan mukmin. Dalam Q.S. Al-Mumtahanah ayat 10, pernikahan antara seorang Muslim dengan non-Muslim diperbolehkan jika non-Muslim tersebut telah berhijrah dan memeluk Islam. Jika non-Muslim tersebut tetap mempertahankan keyakinannya yang berbeda, maka pernikahan tidak diperbolehkan. Selain itu, dalam QS Al-Ma'idah (5): 5 menjelaskan bahwa seorang muslim diizinkan menikahi wanita dari ahlul kitab (yaitu orang Yahudi dan Nasrani) asalkan mereka mengikuti aturan-aturan Islam dan tidak terlibat dalam praktek-praktek keagamaan yang bertentangan dengan Islam.
Namun, ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa pernikahan dengan non-Muslim hanya diperbolehkan dalam keadaan tertentu dan terbatas, seperti untuk tujuan perdamaian atau untuk menyebarkan Islam. Namun, pendapat ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama.
Secara keseluruhan, Al-Qur'an melarang pernikahan antara Muslim dan non-Muslim dalam beberapa kondisi, dan memperbolehkannya dalam kondisi-kondisi tertentu yang diatur oleh ajaran Islam. Namun dianjurkan menghindari pernikahan dengan non-Muslim karena mudharat nya lebih besar dibandingkan manfaatnya.
Referensi
Cahaya, N. (2018). Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hukum Islam. Hukum Islam, 18(2), 141-156.
Ibn Qudamah al-Maqdisi. (2001). Al-Mughni. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.
Ibn Abidin. (1993). Fatawa al-Hindiyyah. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.
Imam Nawawi. (n.d.). Al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab. Cairo: Dar Ihya' al-Kutub al-Arabiyyah.
Imam Syafii. (1984). Al-Umm. Beirut: Dar al-Fikr.
Yusuf, M. (2017). Masail Fiqhiyah; Memahami Permasalahan Kontemporer.Jakarta: Gunadarma Ilmu.