"Jadi maksud cah ayu, ada yang bergosip di belakang? Biarin saja, tidak usah diladeni, ya. Mereka akan bungkam, setelah kalian menikah beneran."
"Riri juga tidak ambil pusing, Bu. Tapi dampaknya mereka seperti ada campur tangan untuk mengerjai Riri."
Bagus Pandhita tidak menampik jika kabar yang berembus itu juga sudah mempengaruhi kredibilitas kerjanya. Sepandai apapun mereka menyimpan bangkai, bau busuknya suatu saat akan tercium juga. Apalagi ada wartawan media lokal yang ikut memperkeruh keadaan.
"Menurut kamu baiknya gimana, Gus?" Naira menatap putranya penuh harap.
"Pernikahan kita kan tinggal seminggu lagi. Bagaimana jika kamu izin cuti saja?"
"Cuti? Mas lupa kalau aku ini masih pegawai honorer?"
"Iya juga, sih."
"Tapi mulai besok kamu sudah harus melaksanakan ritual pingitan. Kamu memang sudah tidak boleh keluar rumah lagi, setidaknya sebelum pernikahan dilaksanakan."
"Besok biar aku yang akan berbicara pada Om Wisnu. Beliau pasti akan mencari alasan tepat jika teman-teman sekantor menanyakanmu."
"Om Wisnu?"
"Jadi, Wisnu itu adik Ibu nomor dua. Dia sudah mengetahui rencana pernikahan kalian. Jadi, pasti dia akan mengerti dengan kondisi kamu, cah ayu."