Mohon tunggu...
Yarifai Mappeaty
Yarifai Mappeaty Mohon Tunggu... Penulis - Laki

Keterampilan menulis diperoleh secara otodidak. Sejak 2017, menekuni penulisan buku biografi roman. Buku "Sosok Tanpa Nama Besar" (2017) dan "Dari Tepian Danau Tempe (2019).

Selanjutnya

Tutup

Politik

Membedah Tagline "Gerakan Membangun Kampung"

9 Maret 2018   15:50 Diperbarui: 9 Maret 2018   16:09 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak-anak dewasa ini, tidak lagi memahami nilai-nilai luhur  yang membentuk kepribadian dan jati diri manusia Sulawesi Selatan. Sedangkan kita menghendaki, agar generasi mendatang memiliki kepribadian dan karakter yang kuat, sehingga mampu mentransformasi berbagai aspek lokalitasnya untuk beradaptasi dengan kebudayaan global. Oleh karena itu, perlu dirumuskan kembali  proses pembelajaran di sekolah. Inisiasi pelajaran tentang nilai-nilai luhur kearifan lokal kita, harus dilakukan sejak dini.  Tujuannya, agar generasi mendatang, lebih memiliki rasa cinta dan rasa memiliki pada lokalitas mereka, sehingga tidak kehilangan kepribadian dan jati diri di tengah pergaulan kehidupan global.

Untuk maksud tersebut, ada dua pendekatan yang dapat ditempuh, yaitu revitalisasi dan transformasi. Pertama, Revitalisasi dilakukan terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang sudah cenderung ditinggalkan, padahal, secara kontekstual masih sangat diperlukan. Misalnya, kebersamaan, tolong-menolong, dan kegotongroyongan, perlu direvitalisasi dalam rangka penguatan dan pengembangan ekonomi kerakyatan.

Kedua, transformasi terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang sudah tidak kontekstual. Misalnya, budaya siri pada konteks silariang, sudah dipandang sebagai hal yang kontra produktif pada konteks kekinian. Oleh karena itu, budaya siri perlu ditransformasi kepada hal lain. Misalnya, manusia Sulawesi Selatan harus merasa masiri jika hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan.

Revitalisasi dan atau transformasi terhadap nilai-nilai kearifan lokal itu, sudah harus diajarkan kepada anak-anak sejak dini, baik secara formal maupun informal. Pembelajaran tentang Muatan Lokal (Mulok) yang ada di Sekolah Dasar (kalau masih ada), perlu di-endorse- dengan merevitalisasi dan atau  mentransformasi nilai-nilai yang dimaksud. Para ahli pendidikan perlu didorong untuk mengambil tanggung jawab merumuskannya.

Selain itu, Gerakan Membangun Kampung dapat pula dilihat sebagai tesis "perlawanan". Frasa "Ekonomi Kerakayatan" dan "Kearifan Lokal", keduanya memiliki semangat dan nilai yang berada posisi berbeda secara diametral terhadap kapitalisme dan modernitas.  Ekonomi kerakyatan yang mewujud pada usaha koperasi, misalnya, dapat menjadi solusi bagi pemecahan problem kesenjangan yang diciptakan oleh sistem konglomerasi sebagai wujud ekonomi kapitalis.

Demikian pula dengan nilai-nilai kearifan lokal yang semakin tergerus oleh modernitas. Ia tetap diperlukan agar tetap hidup sebagai penjaga sisi-sisi kemanusiaan manusia Sulawesi Selatan modern, agar tidak kehilangan jati diri sebagai manusia. Konon, bushido di Jepang masih tetap hidup lestari hingga kini. Artinya, manusia Jepang tetap disebut manusia modern tanpa harus kehilangan nilai-nilai kearifan lokalnya.

Selebihnya, "Gerakan Membangun Kampung"  NH - AZIZ, mengingatkan penulis pada "Gerakan Desa Kepung Kota" Mao Tze Tung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun