Mohon tunggu...
Yan Zega
Yan Zega Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Keteladanan Paulus terhadap Guru Pendidikan Agama Kristen

30 Juli 2022   22:43 Diperbarui: 30 Juli 2022   22:43 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstrac : The example of Christian Educators is a modeling for students carried out by Christian educators that is compatible with the quality of Christian values, so that by reflecting the life behavior of educators, students are able to learn realistically which can have an impact or impact on the lives of students. The importance of harmony between words and actions is very influential for an educator to students. The Apostle Paul has already done important things in teaching, namely: educators are able to have broad insight as the main basis in their teaching, educators are able to have skills as a practical implementation that is easy to understand, educators are able to have visionary that is preventive and anticipatory in dealing with the future. dynamics that come in the faith growth of the congregation and students.

Keywords: Paul, Christian Educator, Exemplary

 

Abstrak : Keteladanan Pendidik Kristen merupakan suatu modelling bagi peserta didik yang dilakukan oleh pendidik Kristen yang berpadanan kepada kualitas nilai-nilai Kristiani, sehingga dengan cerminan perilaku hidup pendidik, peserta didik mampu belajar secara realistis yang dapat memberi pengaruh atau dampak bagi kehidupan peserta didik. Pentingnya keselarasan antara kata dengan perbuatan sangat berpengaruh besar bagi seorang pendidik kepada peserta didik. Rasul Paulus telah lebih dulu melakukan hal-hal penting dalam pengajaran yaitu : pendidik mampu memiliki wawasan yang luas sebagai dasar utama dalam pengajarannya, pendidik mampu memiliki kecakapan sebagai suatu implementasi praktis yang mudah dipahami, pendidik mampu memiliki kevisioneran yang bersifat preventif dan antisipatif dalam mengahadapi masa dinamika yang datang dalam pertumbuhan iman jemaat dan peserta didik.

Kata kunci : Paulus, Pendidik Kristen, Teladan

Pendahuluan

            Keteladanan seorang guru dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Kristen memberikan pengaruh besar kepada peserta didik. Para ahli dan reformator terkemuka dunia pendidikan memposisikan keteladanan dalam beberapa prespektif, ada yang medudukannya sebagai strategi, metode, pendekatan, alat, bentuk, jenis pendidikan, implementasi, dan sebagainya. Berbagai prespektif demikian menunjukkan bahwa keteladanan diakui sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam selurush system kependidikan. Dalam tianjauan teoritis para ahli termasuk Anne Jordan, Orison Carlile, dan Annetta Stack dengan tegas menyatakan bahwa istilah keteladanan adalah “part of all learning”.[1] Juga dalam uraian penjelasan teori psikologis istilah yang urgen digunakan untuk keteladanan ialah imitasi atau “modelling”. Kemudian Schaifer mengungkapkan dalam tulisannya bahwa  “modelling” adalah suatu contoh sikap atau perilaku dari orang tua untuk anak-anak, pada perbuatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan setiap hari.[2] Dalam pandangan demikian hal ini merajuk kepada interaksi antara anak dan orangtua, akan tetapi keteladanan mencakup semua usia.

 

            Ungkapan seorang penulis dalam buku Praksis Pendidikan Nilai bernama J. Darminta, bahwa setiap individu pada dasarnya memerlukan adanya teladan sebagai panutan dan kekuatan sekaligus mendapatkan inspirasi dalam menjalani proses hidupnya. Namun dalam proses itu bagi orang muda memiliki hambatan ialah suatu kenyataan yang sangat sulit bagi mereka menemukan kebutuhan teladan yang dekat dan menjadi bagian hidup mereka. Mereka melihat adanya ketidaksesuaian antara kata dan fakta.[3] Prespektif orang muda selalu berpandangan kepada hal-hal yang bersifat realistis (nyata). Kurangnya kesesuaian antara kata dan fakta yang dilakukan oleh pendidik atau yang seyogianya memberikan teladan, inilah yang menjadi masalah ketika seseorang dan memberi pengaruh kepada anak-anak (nara didik) untuk melakukan hal-hal yang baik. 

 

            Berbicara tentang keteladanan pendidikan berarti membicarakan pendidik sebagai pemeran utama pelaksana pendidikan. Apabila ditempatkan dalam kerangka pendidikan seumur hidup, maka pada dasarnya setiap orang adalah pendidik. Pengaruh seorang pendidik atau guru sangat besar terhadap lingkungannya. Sayangnya, pada tataran praksis peran pendidik tidak selalu positif. Pendidik sering kali menggiring pengikutnya pada hal-hal yang bersifat negatif, baik secara sadar maupun tidak sadar. Terkait substansi pendidikan sebagai memanusiakan manusia, maka berhadapan dengan zaman yang selalu cenderung mendistorsi kemanusiaan peranan pendidik yang terutama sebagai pembela nilai-nilai kemanusiaan. Pendidik sepatuhnya menjadi ‘Juru selamat’ dari kehancuran harkat dan nilai-nilai luhur kemanusiaan.[4]

 

          Dalam terjemahan baru lembaga Alkitab Indonesia, kata teladan banyak ditemukan. Terutama dalam Alkitab Perjanjian Baru (Yunani) terdapat berbagai varian terjemahan kata “teladan” kedalam berbagai terjemahan Alkitab. Menganalisa kata aslinya, maka dapat disimpulkan bahwa teladan menunjuk kepada contoh, model, tiruan, yang dapat dilihat, ditunjukkan, atau diikuti secara nyata karena hal itu meninggalkan jejak atau bekas yang menjadi tanda buktinya bagi orang lain. Banyaknya kata “teladan” yang terdapat dalam Alkitab menunjukkan bahwa pokok tersebut sangat urgen dalam kehidupan beriman. Lawrence Richards bahkan tidak ragu untuk menyebut modelling sebagai “the method of Christian Education.”[5] Ditinjau dari prespektif Alkitab terdapat dua terminologi kata yang begitu kuat tentang keteladanan Kristen yang tidak terpisahkan antara keduanya, yakni “guru” dan “murid”. Ungkapan ini di utarakan oleh Yesus sendiri dalam kitab Yohanes 13:13-15 “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu”. Ungkapan ini begitu jelas interaksi antara seorang guru dan murid, serta bagaimana Yesus menjadi teladanan bagi murid-muridnya.

 

            Pendidik Kristen ialah mereka yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat. Makna Amanat Agung Matius 28:19-20, mendidik itu tertuju kepada semua yang telah dimuridkan, bukan kepada sekelompok murid saja. Yesus memanggil setiap murid-murid-Nya untuk mengemban tugas dalam melanjutkan misi-Nya. Suatu konsep yang seiring dengan hal ini “Lifelong Education” menjadi suatu prinsip dalam mendidik yang mencakup seluruh aspek kehidupan seseorang yang diemban selama hidup sampai ia meninggal dunia (from womb to tamb). Dalam roh yang sama dengan konsep pendidikan seumur hidup itu, maka dalam komunitas orang-orang tertebus ini semua komponen bertindak sebagai pendidik bagi yang lain, dengan membagikan bagi sesamanya apa yang diketahui dan dikenalnya tentang Allah melalui perihidupnya. Hal itu berarti bahwa semua orang adalah pendidik bagi kehidupan ini, pendidik yang membimbing sesamanya sampai pada pengenalan yang benar akan Allah (bnd. Ams 27:17). Hal senada diungkapkan Andar Ismail ketika membicarakan munculnya jabatan pendidik dalam gereja. Andar Ismail menjelaskan dalam tulisannya, bahwa hal itu bukan berarti jemaat hanya menjadi penerima melainkan jemaat juga mengajar dan saling mengajar.”[6]

 

            Orang beriman dipercayakan sebagai pendidik bagi semua dan oleh semua, namu bukan berarti mengasingkan tokoh-tokoh terdahulu dalam komunitas murid itu untuk berperan sebagai pendidik. Yesus Kristus adalah Guru Agung, yang memberikan Anugerah kepada orang-orang tertentu, serta memperlengkapi dan mengurapi mereka untuk tanggungjawab khusus sebagai pendidik. Paulus, salah seorang dari yang dikhususkan sebagai pendidik itu, menyatakan dalam Kitab Efesus 4:11-13 “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.”

 

            Keteladanan seorang Guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen merupakan suatu integritas yang sejati dan mulia yang ditunjukkan sebagai suatu model kepada anak-anak (nara didik) yang dilakukan secara sadar dan terencana maupun sebaliknya; baik secara in-formal, non-formal, maupun formal; melalui peneladanan kualitas kehidupan Kristiani, sehingga dengan mengamati kehidupan pendidik, peserta didik yaitu jemaat bahkan masyarakat umum di mana gereja hadir beroleh pelajaran yang memengaruhi pemahaman dan perilaku hidupnya. Wibawa dan efektivitas pengajarannya sangat ditentukan oleh kualitas hidup yang dimilikinya. Kekuatan dalam mendidik terletak pada diri dan tindakan pendidik, melalui hidup pendidik. Bukan harapan atau teori, tetapi kemauan dan kehidupan nyata yang mendidik mereka. Kristus, bahwa memilikinya; dan dengan demikian memengaruhi orang muda untuk juga mencintai dan memilikinya. Allah menekankan Integritas diri seorang pendidik (hamba Tuhan) yang berpadanan kepada keteladanan hidup Yesus dalam melaksanakan misi-Nya yang Agung. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti melihat seorang Rasul yang dipilih Allah ialah Rasul Paulus yang menjadi pengaruh keteladanannya kepada guru PAK sebagai modeling dalam mengembangkan aspek pikiran, potensi diri, dan visioner, supaya dapat diimplementasikan oleh setiap orang yang memerankan profesinya sebagai pendidik Kristen yang membawa setiap anak (nara didik) kepada Dia sang pemilik hidup ialah Yesus Kristus. Hal ini dilakukan oleh seorang pendidik baik secara sadar dan terencana maupun sebaliknya; baik secara formal, non-formal, maupun in-formal sehingga menjadi gaya hidup serta memiliki kharisma yang terpancar berupa nilai-nilai yang positif dalam diri dan Allah dipermuliakan dalam dirinya.

 

             

 

 

 

Metode Penelitian

 

                Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kepustakaan atau literatur, melalui penelusuran teori-teori dan hasil penelitian yang berkaitan dengan kehidupan Rasul Paulus sebagai teladan dan pendidik yang memiliki integritas. Penelitian teologis dengan melakukan parsing dengan menggunakan bantuan Sabda, e-sword, jurnal, Kamus, Tafsiran, Bible Commentary, eksposisi dan Ensiklopedi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pembahasan

 

Pengaruh Keteledanan Paulus terhadap Guru PAK.

 

                Rasul Paulus adalah seorang pemimpin Kristen yang menginspirasi banyak orang terutama kepada seluruh orang percaya kepada Yesus Kristus. Bahkan jika ditelusuri ia salah satu tokoh yang mempunyai pengaruh dalam sejarah dunia. Dapat dibuktikan dalam tulisannya dalam kitab-kitab, baik secara langsung maupun melalui para penulis kitab terutama dalam Alkitab Perjanjian Baru.

 

                Dalam sejarah mulanya, nama Paulus disebut “Saulus”dari Tarsus, (3-67 Masehi). Sebelum bertobat ia adalah penganiaya orang-orang percaya (murid Yesus). Sewaktu ia bertemu Yesus di jalan menuju kota Dasmakus, ia berubah menjadi pengikut Yesus Kristus sehingga ia di sebut Paulus dan dapat kita ketahui dalam (Kisah Para Rasul 9:1-2) “Sementara itu berkobar-kobar hati Saulus untuk mengancam dan membunuh murid-murid Tuhan. Ia menghadap Imam Besar, dan meminta surat kuasa dari padanya untuk dibawa kepada majelis-majelis Yahudi di Damsyik, supaya, jika ia menemukan laki-laki atau perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, ia menangkap mereka dan membawa mereka ke Yerusalem.” Kemudian Paulus memperkenalkan diri melalui kumpulan surat-suratnya dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen sebagai seorang Yahudi dari suku Benyamin, yang berkebudayaan Yunani (helenis) dan warga negara Romawi. Ia lahir di kota Tarsus tanah Kilikia (sekarang di Turki), dibesarkan di Yerusalem dan dididik dengan teliti di bawah pimpinan Gamaliel. Pada masa mudanya, ia hidup sebagai seorang Farisi menurut mazhab yang paling keras dalam agama Yahudi.

 

                Setelah Paulus bertobat ia menyatakan dirinya sebagai rasul bangsa-bangsa non-Yahudi, yaitu bangsa Romawi Kuno (Roma 11:13) “Aku berkata kepada kamu, hai bangsa-bangsa bukan Yahudi. Justru karena aku adalah rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi, aku menganggap hal itu kemuliaan pelayananku.” Dalam kitab-kitab yang ditulisnya (baik secara langsung maupun melalui tangan orang lain) gereja dan dunia dapat mengenal dirinya dan meneladaninya. Ia bukanlah pribadi yang tanpa kekurangan; ia sama seperti orang manusia pada umumnya. Keutamaannya ialah pada usahanya yang bersungguh-sungguh untuk menempa dirinya dengan berteladan pada Kristus. Paulus sebagai teladan pendidik, akan ditelusuri hal-hal yang menunjukkan model pendidikan menurut keteladanan pada diri Paulus.

 

 

 

Memiliki Wawasan Luas

 

                Latar belakang Rasul Paulus sangat mendukung bahwa ia adalah seorang pendidik yang memiliki wawasan yang luas. Banyak pernyataan yang menjelaskan tentang wawasan yang dimilikinya begitu luas, pernyataan yang dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut :

 

                Pertama, dalam ungkapan Bruce Milne sangat kontras menyatakan bahwa Rasul Paulus adalah seorang ahli dalam pemahaman sekaligus menguasai isi seluruh kitab taurat. Ketika ia memberikan pertanggungjawaban dan kesaksian imannya berhadapan dengan orang banyak, dengan fasih ia menjelaskan isi kitab suci itu.[7] Dalam Kitab Suci, Rasul Paulus banyak mengontraskan pengajarannya dalam berbagai kutipan sehingga terdapat ayat-ayat Kitab Suci yang menguatkan isi pengajarannya dalam memberitakan kebenaran Allah yang sejati daladm Pribadi Yesus Kristus. Dalam penguasaanya isi Kitab Suci, argumentasinya tetap konsisten dalam kebenaran, walaupun situasi spontanitas ia dapat menguasai situasi konteks pengajarannya. Karena pernyataan demikian, Sostenis Nggebu menuliskan bahwa bukan tidak tertutup kemungkinan bagi Rasul Paulus untuk menghafal bagian-bagian Taurat, Kitab Mazmur, dan Kitab para nabi. [8]

 

                Sejak awal pengenalannya akan Yesus, Paulus seakan tidak kesulitan untuk menemukan apa yang telah dikatakan oleh Kitab Suci tentang Mesias yaitu Kristus Yesus. Setelah ia merenungkan penyataan Yesus di jalan ke Damsyik, ia dapat membuktikan kesesuaian antara nubuat kitab suci dengan Yesus sebagai penyataan nubuat itu. Di Kisah Para Rasul 9:22 disebutkan, “Akan tetapi Saulus semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias.” Kata yang diterjemahkan ‘membuktikan’ pada ayat di atas adalah sumbibazōn, kata Yunani dalam bentuk verb participle present active nominative masculine singular yang berasal dari kata sumbibazō. Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 dijelaskan, kata symbibazo yang dipakai di sini bermaksud bahwa cara Paulus membuktikan ialah dengan meletakkan nubuat-nubuat Alkitab bersampingan dengan peristiwa-peristiwa yang telah digenapi oleh ayat-ayat nubuat itu.[9]

 

                Paulus menguasai isi kitab suci tidak semata-mata berarti menguasai isinya, tetapi juga mengenal dengan baik ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan itu ia menempatkan penggunaan-penggunaan ayat-ayat Alkitab tersebut sesuai dengan konteks yang dijumpainya. Sebagai contoh, kutipan dari Yesaya 6:9-10 yang terdapat di Kisah Para Rasul 28:26-27. Teladan ini harus diterapkan atau dimiliki oleh pendidik Kristen menguasai dan memahami isi Alkitab agar ajaran yang disampaikan tidak melenceng dari kebenaran Firman Tuhan.

 

                Kedua, Rasul Paulus menguasai bahasa yang digunakan pada masa itu terutama di dunia Romawi waktu itu antara lain, bahasa Yunani, bahasa Aram, dan bahasa Ibrani. Kemampuan Paulus menggunakan bahasa-bahasa itu terlacak dalam Kisah Para Rasul 21-26. Dalam kisah “masa sengsara” Paulus itu, ia dituntut menggunakan semua bahasa tersebut untuk mengajar, menerangkan kasusnya, dan membela dirinya. Kepada prajurit Romawi yang hendak menyesahnya ia harus menggunakan Bahasa Yunani (Kis 21:37-39); untuk menenangkan massa yang murka ia menggunakan Bahasa Aram (yang merupakan lingua franca pada waktu itu) dan bahasa Ibrani (Kis 22); di hadapan Imam Besar Ananias dan sidang Mahkamah Agama tentu ia menggunakan Bahasa Ibrani (Kis 23:1-10); dan di hadapan sidang pengadilan sipil (Kis 24-26) ia menggunakan Bahasa Latin untuk membela perkaranya. Jika penyelidikan James Jeffers benar, bahwa penduduk Kota Filipi menggunakan Bahasa Latin, bukan Bahasa Yunani, dalam berkomunikasi, maka semakin jelas bahwa Paulus dapat menggunakan Bahasa Latin tersebut dalam misinya.

 

                Hal ini menjadi dasar dari bagi  pendidik Kristen untuk mengerti betapa pentinggnya mengetahui atau menguasai bahasa-bahasa yang ada dilingkungan pengajarannya, sehingga lebih mudah para peserta didik untuk memahami pelajaran yang sedang di jelaskan oleh pendidik. Kemudian membantu keeratan komunikasi yang baik antara pendidik dan nara didik sehingga tidak ada sekat terlebih menghidari miskomunikasi.

 

                Ketiga, keluasan wawasan paulus diakui oleh penguasa Romawi. Pengakuan Festus, sang wali negeri, akan pengetahuan Paulus adalah bukti penting bahwa keterpelajarannya pun diakui oleh penguasa. Hal itu tentu tidak lazim, bahwa seorang penguasa Romawi yang merasa superior atas kaum jajahannya – dalam hal ini kaum Yahudi – harus mengakui kehebatan salah seorang dari kaum inferior itu. Dalam persidangan di Kaisarea, di hadapan Raja Agrippa, Festus berseru, dalam Kisah Para Rasul 26:24, “Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila." Seruan ini menyiratkan pengakuan akan luasnya wawasan keilmuan Paulus. Frasa ‘ilmumu yang banyak’ diterjemahkan dari frasa ta polla grammata. Dalam The One Volume Bible commentary, frasa ‘ilmumu yang banyak’ itu dijelaskan sebagai berikut: “Much learning lit. ‘the numerous writings,’ probably the writings of Moses and the prophets quoted by St. Paul in his speech. Or the reference maybe a general one to the apostle’s wellknown studious habits.”[10] Dari frasa tersebut, kata yang diterjemahkan ‘banyak’ adalah polla (polla) yang dapat pula diterjemahkan sebagai terkenal, termasyur, hebat, tinggi, agung. Paulus dalam pelayanannya juga menerapkan aspek lintas budaya dan pelayanan lintas budaya ini menunjukkan penerapan dan menggali agar pendidik memiliki wawasan yang luas. Ditinjau dari perspektif pendidikan, keluasan pengetahuan yang dimiliki Paulus menunjukkan bahwa dalam hal wawasan ia layak dijadikan panutan. Ia adalah pengajar yang memiliki wawasan yang sangat luas. Kebajikan dan kekayaan nilai hidup yang dimiliki Paulus bersumber dari kekayaan pengetahuan yang dimilikinya. Sebab itu, benarlah bila Clarence Benson melihat bahwa salah satu aspek personalitas guru yang harus dikembangkan ialah pengetahuan.

 

            Dari ketiga uraian diatas dapat dikonklusikan bahwa pengajar yang berwawasan luas adalah pengajar yang memiliki kompetensi dan kapasitas keilmuan yang tinggi. Hal ini juga termasuk dalam konteks keprofesionalisme seorang pendidik dalam pengajaran. Yang seyogianya pendidik menguasai sepenuhnya bidang yang ia ajarkan secara mendalam dan kemudian ia juga mencari pengetahuan lain yang terkait dan menunjang grafik kompetensi dasarnya. Lingkungan Pendidikan Kristen, pengajar berwawasan luas bukan berarti tidak ada arah yang menjadi fokus utama akan tetapi yang dimaksudkan ialah pendidik yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang subjektif tentang Allah dan Alkitab sehingga ia mengalami serta menghidupinya sehingga dapat mentransformasikan dan merupakan sumber dari pengajarannya; mengenali tradisi keagamaan yang dibangun atas dasar sumber ajaran itu, memiliki sikap kritis menerima setiap ajaran, serta mampu secara kreatif mengembangkan isi pengajarannya.

 

Mengembangkan Potensi Diri

 

            Rasul Paulus sangat memprioritaskan segi perkembangan kognitif dari potensi dirinya dengan mendalami berbagai ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain pada zamannya. Pada pembahasan awal menyatakan bahwa Rasul Paulus dalam mengembangkan wawasannya menunjukkan keteladanan dalam sikap suka belajar dengan hal-hal yang baru yang mendukung dasar pengetahuanya. Dalam mengembangkan potensi membutuhkan ketekunan, sehingga dalam prosesnya potensi itu sendiri akan mempunyai grafik yang semakin hari semakin meningkat. Terdapat dalam Ilmu psikologi dikenali bahwa potensi diri mempunyai jenis-jenis yang telah diklasifikasikn dalam beberapa bagian yaitu potensi fisik, potensi mental intelektual, potensi sosial emosional, potensi spiritual.

 

                Suatu acuan yang menunjang grafik pertumbuhan pengetahuan, seorang pendidik selalu berpikir bagaimana ia mengembangkan dirinya sendiri. Petrus menyebut dalam 2 Petrus 3:18 “bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.” Paulus sendiri berbicara tentang pengenalan Kristus sebagai sesuatu yang dikatakannya: “aku mengejar” (Flp 3:12). Sendjaya dalam tulisannya menjelaskan bahwa ‘pengenalan yang dikejar’ Paulus bukanlah pengetahuan kognitif tentang Yesus, melainkan pengalaman empiris bersama Yesus dalam rangka menjadi serupa dengan penderitaan dan kematian-Nya.[11] 

 

                Tokoh intelektual pertama yang berhasil ditobatkan Paulus di awal perjalanan misinya adalah Gubernur Provinsi Siprus. Ia bernama Sergius Paulus, seorang yang cerdas dan memiliki minat religius. Disebutkan bahwa “ia takjub oleh ajaran Tuhan” yang disampaikan Paulus (Kis 13:12) lalu berpaling meninggalkan Baryesus, penasihatnya ‘yang bijaksana’. Kata ‘yakin’ menguatkan kebenaran akan kecakapan Paulus mengajar. Keyakinan pendengarnya muncul dari kemampuan Paulus untuk meyakinkan mereka. Kata Yunani yang diterjemahkan ‘yakin’ dalam teks bahasa Indonesia adalah epeistesan yang dapat juga diartikan percaya, taat, terbujuk, terajak, dan sebagainya; sehingga dengan cara lain ayat tersebut dapat diterjemahkan, “Beberapa orang dari mereka menjadi terbujuk dan menggabungkan diri…” Jika demikian, maka tidak ada keraguan bahwa Paulus adalah seorang yang pandai meyakinkan, membujuk, mengajak, atau membuat orang taat.

 

                Ditinjau dari perspektif pendidikan, kecakapan seseorang dalam mengajar memiliki efek mendidik yang mendasar. Dalam teori kependidikan umum, kecakapan seorang guru dalam mengajar sering kali dikaitkan dengan kemampuannya tekhnis, seperti kemampuan mengelola program belajar-mengajar, mengelola kelas, menggunakan media atau sumber belajar, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai hasil belajar, dan sebagainya.[12] Kitab Kisah Para Rasul tidak memberikan banyak informasi tentang kecakapan macam itu pada diri Paulus. Ada informasi perihal kemampuannya menggunakan konsep-konsep kearifan lokal; ada juga tentang susunan orasinya yang demikian sistematis.

 

                Uraian diatas merupakan penjelasan mengenai bagaimana Paulus mengembangkan potensi kecakapan pengajarannya pada zaman itu. Paulus mengajar dengan cakap sehingga ini menjadi suatu teladan bagi seorang pendidik Kristen yang memiliki kualitas serta kemampuan yang tinggi namun sederhana dan praktis untuk menyampaikan pokok pokok pengajarannya dan nara didik mampu memahami dan mengerti kebenaran tersebut. Konteks ini tentunya tidak lari dan tidak jauh dari kebenaran Injil. Termasuk dalam kecakapan itu adalah orisinalitas pengajaran sang guru serta kemampuan menggunakan unsur-unsur pengetahuan kontekstual atau kearifan lokal guna menunjang kualitas dan efektivitas pengajarannya.

 

Seorang yang Visioner

 

                Visi adalah wawasan kedepan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu.[13] Ada berbagai tindakan yang mengindikasikan vision Paulus demi kelangsungan pengajaran dan berita keselamatan. Pandangan misi Paulus bersifat mendunia dan universal, visi ini menggema dihati Paulus setelah sidang di Yerusalem. Paulus adalah perintis perkabaran injil dan pengajaran kepada bangsabangsa bukan Yahudi.[14]

 

                Pertama, Paulus melibatkan orang lain di dalam misinya dengan menggunakan strategi “orang kunci”. Dalam Kisah Para Rasul 20:4 disebutkan, “Ia disertai oleh Sopater anak Pirus, dari Berea, dan Aristarkhus dan Sekundus, keduanya dari Tesalonika, dan Gayus dari Derbe, dan Timotius dan dua orang dari Asia, yaitu Tikhikus dan Trofimus.” Terlihat bahwa Paulus membawa orang-orang dari berbagai daerah dan memberi latihan selama mereka dalam perjalanan semacam sekolah Alkitab atau seminari keliling. Selanjutnya setelah pelatihan itu, hampir dapat dipastikan bahwa mereka semua pulang ke tempat asal mereka untuk menjadi misioner di sana. Tentu bukan hanya ketujuh orang di atas yang terlibat atau dilibatkan Paulus dalam menjalankan misinya. Masih ada nama-nama seperti Titus, Yohanes Markus, Barnabas, Silas, Filemon, Priskila dan Akwila, Epafras, dan Erastus. Belum lagi ada penatuapenatua dan pemimpin jemaat yang diangkatnya di berbagai tempat yang dikunjunginya, yang namanya nyaris tidak pernah disebutkan secara pribadi. Berdasarkan hal itu orang-orang kunci itu merancangkan penjangkauan pelayanan secara meluas melalui orang-orang dan mereka juga mengajari dan memberikan dampak yang positif kepada orang lain. Kemudian beranjak dari hal demikian, orang-orang kunci itu dibina dan dibimbingnya dalam mempersiapkan terusan dalam pendidikan dan kepemimpinan serta pelayanan misi. Dan alur ini menjelaskan dengan kontras kepada kita bahwa Rasul Paulus meniru dan meneladani bagian ini dari model pengajaran Yesus Kristus dalam pelayanannya.

 

                Kedua, Rasul Paulus Mampu mengantisipasi tantangan yang dihadapi jemaat dimasa yang akan datang. Seperti halnya diungkapkan dalam Kisah Para Rasul 20:29-31, Paulus mengingatkan dan mepersiapkan jemaat dan para penatua di Efesus, bahwa mereka akan menghadapi kemerosotan iman dengan munculnya guru-guru palsu yang akan menyesatkan jemaat Tuhan.

 

                Hal ini merupakan suatu teladan bagi guru untuk memiliki komitmen dalam mengingatkan dan mempersiapkan peserta didik dalam kemajuan zaman teknologi masa kini. Dan bagaimana cara kreaktifitas guru dalam memanajemen waktu untuk memberi peluang kepada peserta didik untuk merangsang pikiran mereka dalam memanfaatkan teknologi dalam duni pembelajaran.

 

                Ketiga, Rasul Paulus mewariskan ajarannya secara tertulis. Pengajaran lisan bukan satu-satunya wadah berkomunikasi Rasul Paulus dengan jemaat. Rasul Paulus menyadari keterbatasan daya jangkau pelayanan yang mengandalkan tatap muka saja, baik keterbatasan dalam ruang maupun waktu. Ia melihat kekuatan pewarisan ajaran melalui tulisan. Rasul Paulus menulis surat-surat itu baik sebelum maupun sesudah bertemu dengan jemaat tersebut. Tulisan Rasul Paulus yang diwariskan kepada gereja memungkinkan gereja sepanjang waktu selalu dekat dengan Rasul Paulus dan pengajarannya. Yang unik dari karya Rasul Paulus yang satu ini adalah bahwa surat-surat tersebut justru kebanyakan lahir dari saat terpahit dalam hidupnya, yakni ketika ia dipenjarakan. Hal ini membuktikan bahwa bagi Rasul Paulus kegiatan mengajar dan bermisi tidak dapat dihalangi oleh tembok penjara sekalipun. Rasul Paulus jauh-jauh hari telah memperkenalkan konsep pengajaran yang di masa kini dikenal sebagai pembelajaran tutorial. Hanya perkembangan teknologilah yang mengesankan pengajaran jarak jauh yang dipopulerkan sekarang ini lebih maju daripada yang dikembangkan Paulus. Tetapi jika dilihat dari segi isinya, maka pengajaran yang dikembangkan Paulus lebih mendasar, karena ia menyentuh hati murid-muridnya dan atau penerima suratnya. Isi pengajaran dan tulisannya selalu menjawab kebutuhan kontekstual pembacanya. Melalui suratnya, ia menasihati, menegur, menguatkan, meneguhkan dan atau menguraikan ajaran dan kebenaran iman yang diamininya. Dalam suratnya, dapat kita telusuri bahwa Rasul Paulus pada dasarnya ia tidak pernah berbicara tentang kognitif (pikiran) dan pendengaranya, tetapi Rasul Paulus lebih mengutamakan iman kepada Kristus pemilik hidup.

 

                Beberapa uraian diatas dapat dimaknai bahwa pengajar Visioner ialah pengajar yang mampu berorientasi pada kepentingan masa yang akan datang sehingga memiliki pencapaian secara efektif dan selalu antisipatif. Seorang pendidik Kristen, tentunya perlu meneladani hal demikian dari Rasul Paulus, yang bertindak dengan pemikiran yang ideal sehingga memanfaatkan waktu yang sedang berlangsung untuk menunjang waktu yang akan di tempuh kedepan dengan dinamika yang berbeda. Tentu dalam hal ini, pendidik mampu melibatkan orang lain untuk bekerja sama dan menetapkan orang dan tempat kunci yang menjadi acuan utama, bahkan memelihara pengajaran berupa tulisan dan karya nyata yang di manivestasikan kepada regenerasi berikutnya.

 

                Rasul Paulus telah menjadi teladan kepada para guru atau tenaga pendidik Kristen masa kini, berupa hakekat dasar yang perlu di hidupi oleh para pendidik Kristen dalam menagajar. Rasul Paulus telah lebih dulu melakukan hal-hal penting dalam pengajaran yaitu : pendidik mampu memiliki wawasan yang luas sebagai dasar utama dalam pengajarannya, pendidik mampu memiliki kecakapan sebagai suatu implementasi praktis yang mudah dipahami, pendidik mampu memiliki kevisioneran yang bersifat preventif dan antisipatif dalam mengahadapi masa dinamika yang datang dalam pertumbuhan iman jemaat dan peserta didik.

 

 

Kesimpulan

 

                Keteladanan Pendidik Kristen merupakan suatu modelling bagi peserta didik yang dilakukan oleh pendidik Kristen yang berpadanan kepada kualitas nilai-nilai Kristiani, sehingga dengan cerminan perilaku hidup pendidik, peserta didik mampu belajar secara realistis yang dapat memberi pengaruh atau dampak bagi kehidupan peserta didik. Kehidupan Paulus setelah ia bertobat dapat menjadi model yang dapat dimiliki oleh para pendidik (guru) Kristen dalam melakukan profesinya dan panggilannya sebagai pendidik Kristen. Dalam Terjemahan Baru PB yang di tulis oleh Rasul Paulus, gereja dan dunia dapat mengenal dirinya dan dapat di teladani gaya hidup dalam pelayanannya.

 

                Beberapa sumbangsih yang dapat dimaknai dari kehidupan Rasul Paulus dalam pelayanannya memberitakan kebenaran Injil kepada para pendidik Kristen dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen ialah: Pengajar yang memimiliki wawasan yang luas yang memiliki dasar pengetahuan dari Alkitab sebagai sumber pengajaran, Pendidik memiliki sikap yang haus akan pengetahuan dan mengembangkan potensi diri, Pengajar memiliki kecakapan dalam mengajar yang sehingga mampu meyakinkan nara didik (anak) dan memahami serta melakukan apa yang diajarkan Kristus Yesus dalam Alkitab dengan menggunakan unsur yang kontekstual atau kearifan lokal sebagai penunjang efektivitas pengajarannya, dan Pengajar yang Visioner yang dengan kata dan perbuatannya (integritas) diri yang konsisten berpadanan dengan kebenaran firman Allah. Sehingga pendidik mampu mengajar dan memanfaatkan seluruh peluang pada waktu yang sedang berlangsung untuk menghadapi dinamika waktu yang akan datang serta mampu melibatkan, bekerjasama, memilih dan menetapkan orang dan tempat kunci, bahkan memanivestsikan hasil pengajaran sebelumnya berupa tulisan dan karya lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Andar Ismail. Selamat Menabur: 33 Renungan Tentang Didik – Mendidik. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

 

Annetta Stack Anne Jordan, Orison Carlile. Pendekatan Pembelajaran: Panduan Untuk Guru. Inggris: Uiversitas Terbuka, 2008.

 

Bruce Milne. Mengenal Kebenaran. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

 

Charles Schaifer. Bagaimana Membimbing Dan Mendidik Anak Secara Efektif. Jakarta: Restu Agung, 2002.

 

Guthrie, Donald. Tafsiran Alkitab Masa Kini, Volume 3. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1996.

 

Hendrawan, Ari Yunus; Mambang;\. “Jurnal Pemimpinan Indonesia PERAN KEPEMIMPINAN VISIONER YANG MELAYANI DALAM MENDIDIK DAN MENGHASILKAN CALON PEMIMPIN YANG MEMILIKI KARAKTER KUAT PADA MASA PANDEMI COVID-19 Ari Yunus Hendrawan , Mambang , Riang Hati Waruwu , Dan Eva Wulani Pebrianti STMIK” 2, no. 4 (2021): 577–597.

 

J. Darminta. Praksis Pendidikan Nilai. Jogjakarta: Kanisius, 2006.

 

J.R. Dummelow. The One Volume Bible Commentary. New York: Macmillan Publishing Company, 1936.

 

Lawrence O. Richards. Teologi Pendidikan Kristen. Michigan: The Zondervan, 1980.

 

M Nurdin. Pendidikan Yang Menyebalkan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2005.

 

Sendjaya. Kepemimpinan Kristen: Konsep, Karakter Dan Kompetensi. Jogjakarta: Kairos, 2004.

 

Junior Natan Silalahi. “PAULUS SANG ENTREPRENEUR: Pembuat Tenda Sebagai Jembatan Penginjilan.” Visio Dei: Jurnal Teologi Kristen 1, no. 1 (2019): 1–18.

 

Sostenis Nggebu. Dari Betsaida Sampai Ke Yerusalem: Karakter 20 Tokoh Perjanjian Baru. Bandung: Kalam Hidup, 2002.

 

W. Gulo. Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Grasindo, 2002.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun