Mohon tunggu...
Yan Zega
Yan Zega Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Keteladanan Paulus terhadap Guru Pendidikan Agama Kristen

30 Juli 2022   22:43 Diperbarui: 30 Juli 2022   22:43 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                Sejak awal pengenalannya akan Yesus, Paulus seakan tidak kesulitan untuk menemukan apa yang telah dikatakan oleh Kitab Suci tentang Mesias yaitu Kristus Yesus. Setelah ia merenungkan penyataan Yesus di jalan ke Damsyik, ia dapat membuktikan kesesuaian antara nubuat kitab suci dengan Yesus sebagai penyataan nubuat itu. Di Kisah Para Rasul 9:22 disebutkan, “Akan tetapi Saulus semakin besar pengaruhnya dan ia membingungkan orang-orang Yahudi yang tinggal di Damsyik, karena ia membuktikan, bahwa Yesus adalah Mesias.” Kata yang diterjemahkan ‘membuktikan’ pada ayat di atas adalah sumbibazōn, kata Yunani dalam bentuk verb participle present active nominative masculine singular yang berasal dari kata sumbibazō. Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini 3 dijelaskan, kata symbibazo yang dipakai di sini bermaksud bahwa cara Paulus membuktikan ialah dengan meletakkan nubuat-nubuat Alkitab bersampingan dengan peristiwa-peristiwa yang telah digenapi oleh ayat-ayat nubuat itu.[9]

 

                Paulus menguasai isi kitab suci tidak semata-mata berarti menguasai isinya, tetapi juga mengenal dengan baik ajaran yang terkandung di dalamnya. Dengan itu ia menempatkan penggunaan-penggunaan ayat-ayat Alkitab tersebut sesuai dengan konteks yang dijumpainya. Sebagai contoh, kutipan dari Yesaya 6:9-10 yang terdapat di Kisah Para Rasul 28:26-27. Teladan ini harus diterapkan atau dimiliki oleh pendidik Kristen menguasai dan memahami isi Alkitab agar ajaran yang disampaikan tidak melenceng dari kebenaran Firman Tuhan.

 

                Kedua, Rasul Paulus menguasai bahasa yang digunakan pada masa itu terutama di dunia Romawi waktu itu antara lain, bahasa Yunani, bahasa Aram, dan bahasa Ibrani. Kemampuan Paulus menggunakan bahasa-bahasa itu terlacak dalam Kisah Para Rasul 21-26. Dalam kisah “masa sengsara” Paulus itu, ia dituntut menggunakan semua bahasa tersebut untuk mengajar, menerangkan kasusnya, dan membela dirinya. Kepada prajurit Romawi yang hendak menyesahnya ia harus menggunakan Bahasa Yunani (Kis 21:37-39); untuk menenangkan massa yang murka ia menggunakan Bahasa Aram (yang merupakan lingua franca pada waktu itu) dan bahasa Ibrani (Kis 22); di hadapan Imam Besar Ananias dan sidang Mahkamah Agama tentu ia menggunakan Bahasa Ibrani (Kis 23:1-10); dan di hadapan sidang pengadilan sipil (Kis 24-26) ia menggunakan Bahasa Latin untuk membela perkaranya. Jika penyelidikan James Jeffers benar, bahwa penduduk Kota Filipi menggunakan Bahasa Latin, bukan Bahasa Yunani, dalam berkomunikasi, maka semakin jelas bahwa Paulus dapat menggunakan Bahasa Latin tersebut dalam misinya.

 

                Hal ini menjadi dasar dari bagi  pendidik Kristen untuk mengerti betapa pentinggnya mengetahui atau menguasai bahasa-bahasa yang ada dilingkungan pengajarannya, sehingga lebih mudah para peserta didik untuk memahami pelajaran yang sedang di jelaskan oleh pendidik. Kemudian membantu keeratan komunikasi yang baik antara pendidik dan nara didik sehingga tidak ada sekat terlebih menghidari miskomunikasi.

 

                Ketiga, keluasan wawasan paulus diakui oleh penguasa Romawi. Pengakuan Festus, sang wali negeri, akan pengetahuan Paulus adalah bukti penting bahwa keterpelajarannya pun diakui oleh penguasa. Hal itu tentu tidak lazim, bahwa seorang penguasa Romawi yang merasa superior atas kaum jajahannya – dalam hal ini kaum Yahudi – harus mengakui kehebatan salah seorang dari kaum inferior itu. Dalam persidangan di Kaisarea, di hadapan Raja Agrippa, Festus berseru, dalam Kisah Para Rasul 26:24, “Engkau gila, Paulus! Ilmumu yang banyak itu membuat engkau gila." Seruan ini menyiratkan pengakuan akan luasnya wawasan keilmuan Paulus. Frasa ‘ilmumu yang banyak’ diterjemahkan dari frasa ta polla grammata. Dalam The One Volume Bible commentary, frasa ‘ilmumu yang banyak’ itu dijelaskan sebagai berikut: “Much learning lit. ‘the numerous writings,’ probably the writings of Moses and the prophets quoted by St. Paul in his speech. Or the reference maybe a general one to the apostle’s wellknown studious habits.”[10] Dari frasa tersebut, kata yang diterjemahkan ‘banyak’ adalah polla (polla) yang dapat pula diterjemahkan sebagai terkenal, termasyur, hebat, tinggi, agung. Paulus dalam pelayanannya juga menerapkan aspek lintas budaya dan pelayanan lintas budaya ini menunjukkan penerapan dan menggali agar pendidik memiliki wawasan yang luas. Ditinjau dari perspektif pendidikan, keluasan pengetahuan yang dimiliki Paulus menunjukkan bahwa dalam hal wawasan ia layak dijadikan panutan. Ia adalah pengajar yang memiliki wawasan yang sangat luas. Kebajikan dan kekayaan nilai hidup yang dimiliki Paulus bersumber dari kekayaan pengetahuan yang dimilikinya. Sebab itu, benarlah bila Clarence Benson melihat bahwa salah satu aspek personalitas guru yang harus dikembangkan ialah pengetahuan.

 

            Dari ketiga uraian diatas dapat dikonklusikan bahwa pengajar yang berwawasan luas adalah pengajar yang memiliki kompetensi dan kapasitas keilmuan yang tinggi. Hal ini juga termasuk dalam konteks keprofesionalisme seorang pendidik dalam pengajaran. Yang seyogianya pendidik menguasai sepenuhnya bidang yang ia ajarkan secara mendalam dan kemudian ia juga mencari pengetahuan lain yang terkait dan menunjang grafik kompetensi dasarnya. Lingkungan Pendidikan Kristen, pengajar berwawasan luas bukan berarti tidak ada arah yang menjadi fokus utama akan tetapi yang dimaksudkan ialah pendidik yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang subjektif tentang Allah dan Alkitab sehingga ia mengalami serta menghidupinya sehingga dapat mentransformasikan dan merupakan sumber dari pengajarannya; mengenali tradisi keagamaan yang dibangun atas dasar sumber ajaran itu, memiliki sikap kritis menerima setiap ajaran, serta mampu secara kreatif mengembangkan isi pengajarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun