Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Takut Bicara di Depan Umum, Public Speaking yang Menurun Dilekang Zaman

13 Agustus 2024   15:20 Diperbarui: 13 Agustus 2024   17:41 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi public speaking diolah pribadi

Sering kita temui ada orang yang mengutarakan saran dan pendapatnya di warung kopi, arisan, pengkolan, atau tongkrongan dengan menggebu-gebu, tapi waktu diminta bicara di forum resmi, kicep.

Saya juga sering menemukan orang seperti itu. Dari tahun ke tahun makin banyak orang yang tidak berani bicara di depan umum. Mereka memilih menyampaikan pendapat ke orang lain lalu orang lain itu menyampaikannya ke orang lain lagi. Begitu terus sampai menemukan orang yang berani menyampaikan pendapat itu ke suatu forum. Ini jadi seperti pesan berantai dan saat sampai ke tujuan pesan itu sudah berubah.

Forum yang dimaksud bukan seperti kongres parpol atau dengar pendapat DPR, melainkan rapat kantor, karang taruna, paguyuban, kerukunan tani, dan sebagainya yang berada di skala kemasyarakatan.

Meski berbasis online dan "cuma" aplikasi chatting, grup WhatsApp bisa dibilang forum resmi karena beranggotakan orang-orang yang punya kesamaan minat, pandangan, dan kepentingan. Jajak pendapat, tukar ide, diskusi, dan pengambilan keputusan sering dilakukan di Grup WhatsApp untuk mencapai kesepakatan bersama.

Di psikologi orang yang takut bicara di depan umum dikenal dengan istilah glossophobia atau fear of public speaking. Namun, nyatanya orang takut bicara depan umum lebih banyak disebabkan hal lain, bukan karena mengidap glossophobia. Salah satunya karena dipengaruhi teknologi komunikasi dan internet.

Internet dan Public Speaking

Kemampuan public speaking di masa sekarang menurun dibanding masa ketika internet belum ada. Kemudian menurun lagi sekarang saat internet dan medsos sudah jadi bagian hidup kita.

Kita terbiasa menonton, mengamati, dan berinteraksi melalui layar yang membuat kita jadi lebih suka mempraktikkan model komunikasi pasif meskipun banyak komentar medsos yang agresif.

Andaipun ngobrol dengan orang di medsos wajah dan ekspresi kita tidak kelihatan karena interaksi cuma sebatas tukar kalimat, bukan tatap muka. Tambahan lagi filter bubble internet membuat kita hanya melihat dan mendengar yang kita sukai. Ini bikin cakrawala pikiran dan wawasan kita menyempit.

Filter bubble adalah isolasi intelektual saat algoritma di peramban, website, atau media sosial menyajikan informasi berdasarkan lokasi dan riwayat penelusuran pengguna. Jadi yang muncul saat kita masuk ke internet cenderung itu-itu saja berdasarkan apa yang pernah kita lihat.

Terbiasa mendapat asupan informasi hanya yang kita sukai dari layar membuat komunikasi pasif kita makin kuat. Tidak heran kalau kemampuan public speaking anak-anak kita menurun dibanding saat kita seusia mereka. Jangankan anak-anak, kita bahkan sering kikuk bicara dengan keluarga di rumah sendiri.

Tapi banyak, tuh, emak-emak yang doyan banget ngomong sampai susah disetop. Mereka memang jago ngomong, tapi cuma di sikon nonformal dan yang diomongkannya juga sering tidak esensial. Bisa dipastikan kalau diminta bicara di depan umum juga tidak berani.

Studi yang dilakukan tahun 2019 pada 1124 mahasiswa di kampus berbeda di Brasil menemukan banyak dari mahasiswa itu menderita fear of public speaking atau glossophobia. Studi itu juga menyimpulkan kalau mahasiswa yang punya kepercayaan diri tinggi amat kecil kemungkinannya terpapar glossophobia.

Tinggi-rendahnya kepercayaan diri seseorang bisa dipicu oleh penggunaan media sosial. Laman Psychology Today menulis bahwa medsos dapat memicu gangguan kecemasan. Ini terjadi karena postingan yang ada di medsos bisa mempengaruhi perasaan dan pikiran seseorang dengan cepat.

Dengan kata lain medsos bisa bikin kita baper yang lama-lama mempengaruhi kepercayaan diri dan kemampuan bicara di depan umum. Kita bahkan sering gak enakan untuk membicarakan hal yang serius dengan teman, keluarga, atau tetangga.

Kekhawatiran di Pikiran Sendiri

Selain karena kepercayaan diri yang rendah berkaitan dengan penggunaan internet dan medsos, ada ketakutan yang dipengaruhi pola pikir dan kondisi psikologis seseorang. 

Beberapa dari ketakutan itu kadangkala datang dari pikiran sendiri yang bikin enggan bicara di depan orang banyak. Kita jadi cuma berani mengutarakan ide dan pendapat pada circle sendiri di situasi yang santai. 

Berikut perasaan dan pikiran yang umumnya dimiliki orang yang takut bicara di depan umum.

1. Takut saran dan pendapatnya tidak diterima

Banyak orang yang tidak berani menyampaikan pendapatnya di forum resmi, malah kadang minta tolong orang lain yang menyampaikan. 

Kalau menyampaikan lewat orang lain mereka akan terhindar dari rasa malu bila saran dan pendapat itu tidak diterima hadirin. Pun terhindar dari rasa tidak enak hati andai saran dan pendapat itu ternyata dicuekin.

Ini juga yang jadi sebab kenapa banyak orang mengatakan manut, manut, dan manut terhadap suatu hal padahal di belakang ngedumel tidak setuju.

2. Takut dianggap berbeda

Ini biasanya terjadi di situasi saat kita takut menyampaikan pendapat karena kuatir dijauhi "si mayoritas". 

Kita yakin apa yang jadi pendapat mayoritas adalah hal keliru, tapi tidak berani mengatakannya karena kuatir dianggap berbeda lalu dijauhi dan tidak diajak-ajak lagi.

3. Takut menerima konsekuensi

Orang yang memberi ide di suatu forum seringkali harus menjalankan dan menuntaskan idenya, baik sendiri atau bersama orang lain. Makanya banyak dari kita sering minta orang lain yang menyampaikannya karena tidak ingin menerima konsekuensi dari ide tersebut.

Konsekuensi dari bicara langsung di forum juga bisa mencetus anggapan dari pikiran orang lain. Banyak orang tidak ingin image-nya rusak atau dianggap gimana-gimana kalau mengungkapkan ide dan pendapatnya di depan umum.

Saya sendiri pernah disebut sebagai "tukang protes" karena menginginkan konsumsi untuk anak kelas 2 lebih baik nasi kotak daripada prasmanan. Itu pun sebetulnya bukan protes, melainkan permintaan ke biro wisata yang mengurus konsumsi karena kami, toh, bayar ke biro itu. 

Cuma sekali meminta-itu pun tidak di depan umum-lalu tersebarlah cerita saya tukang protes. Ya sudah, yang penting anak saya dan teman-temannya bisa nyaman makan dari nasi kotak daripada di prasmanan.

4. Tidak terbiasa bicara dengan bahasa formal

Orang yang tidak kenal bahasa baku tentu kesulitan kalau harus bicara dengan bahasa formal apalagi di depan umum. Sekadar memperkenalkan diri secara langsung saja rasanya sulit.

Mereka yang seperti ini takut bicara di depan umum bukan karena tidak mau, tapi memang tidak punya kompetensi dan kapasitas untuk bicara di depan banyak orang.

***

Fear of public speaking atau glossophobia merupakan bagian dari gangguan kecemasan sosial yang diidap seseorang. Seperti gangguan kesehatan mental lainnya fobia bicara di depan umum juga mengganggu kualitas hidup seseorang. 

Namun, orang yang tidak berani bicara di depan umum tidak selalu karena mengidap glossophobia. Healthline bahkan mengungkap glossophobia bisa dipulihkan tanpa obat dengan melatih diri berbicara di depan umum dan tidak memaksakan diri harus jadi sempurna.

Kita tidak harus jadi orang yang lihai bicara di depan umum seperti motivator atau influencer. Berani mengutarakan pendapat di forum yang tepat itu saja sudah cukup.

Nobody's perfect, but practice makes perfect.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun