Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

RW 02 Kampung Trinil

7 Juli 2024   11:10 Diperbarui: 7 Juli 2024   11:24 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi RW 02 Kampung Trinil diolah dari Designer

Warga yang sedang rebahan di kamar, yang khusyuk di depan TV, yang makan siang, dan yang sedang main Mobile Legend di pos ronda sontak menghentikan kegiatannya begitu menyadari ada suara yang makin ramai dari rumah Ceu Odah.

Sudah ada tujuh tetangga terdekat Ceu Odah berdiri di teras sambil melongok-longok ke dalam rumah. Warga yang baru datang ikut menyeruak berimpitan dengan tujuh orang tadi untuk menuntaskan rasa ingin tahu apa yang sedang terjadi di rumah perempuan berkulit putih dan berparas cantik itu.

Suara Bu Tinah istri Pak Bendahara RW makin menggelegar menyumpahserapahi nama suaminya dan Ceu Odah. Di dalam rumah nampak ada ketua RT 05 yang wajahnya bingung, tapi setengah mati dipaksakan agar kelihatan berwibawa.

"Bu Tinah, mari duduk dulu," katanya sambil menyilakan Bu Tinah duduk di sofa coklat. "Kita bicarakan baik-baik supaya tidak terjadi kegemparan. Malu dilihat banyak orang."

"Jangan ikut campur!! Harusnya Bapak tahu kalau di lingkungan Bapak ada perselingkuhan! Ini, kok, Bapak diam saja. Saya gerebek baru Bapak turun tangan. Ketua RT macam apa Anda ini!" Bu Tinah mendamprat Pak RT 05 yang kaget diamuk kata-kata seperti itu.

Sebetulnya sedari tiba tadi Pak RT 05 berusaha memahami apa benar Ceu Odah sedang berselingkuh dengan Bendahara RW. Waktu dirinya datang bersama Bu Tinah ditemani Pak RW dan Mas Babinsa, pagar dan pintu rumah Ceu Odah terbuka. Ceu Odah dan Bendahara RW sedang mengobrol di ruang tamu ditemani dua cangkir kopi dan kue pancong berbalut parutan kelapa dan gula pasir. 

Ceu Odah diam di pojok ruang tamu dan Pak Bendahara RW sibuk menenangkan istrinya yang malah makin kalap tiap kali diyakinkan kalau Ceu Odah dan Pak Bendahara cuma tukar pikiran soal tugas di KPPS untuk Pilkada akhir tahun nanti.

Pak RT 05 ingin membuka mulut lagi, berusaha menengahi dengan kapasitasnya sebagai kepala rukun tetangga, sayangnya suara Mas Babinsa keburu bersahut, "Mari kita ke kantor Pak Lurah saja, Bu. Ibu bisa marah-marah di sana sepuas hati ke Pak Bendahara dan Ceu Odah. Kalau ribut di sini nanti khawatir muncul provokator.

Salah-salah, selain Ceu Odah, Bu Tinah dan suami malah bisa ikut diusir warga. Ibu dan Bapak, kan, tokoh masyarakat yang diteladani warga. Siapa lagi yang jadi panutan kalau bukan Bu Tinah dan Bapak. Mari, di kantor Pak Lurah Ibu boleh lanjutkan sepuas hati."

Suara Mas Babinsa yang lembut, tapi tegas, ditambah ketampanan dan kegagahannya saat memakai seragam loreng takayal membuat orang jadi terkesima, termasuk Bu Tinah.

Sesampainya di kelurahan, ternyata Pak Lurah sedang tidak di tempat. Warga diterima oleh Pak Sekel yang kaget saat diberitahu soal dugaan perselingkuhan Bendahara RW. Pak Sekel mengenal Bendahara RW sebagai ketua KPPS yang cekatan, sigap, dan mengutamakan kenetralan dalam bertugas di Pemilu yang lampau. Kurang masuk diakal kalau Pak Bendahara RW berbuat asusila seperti itu.

Ribut-ribut antara Bu Tinah, Bendahara RW, dan Ceu Odah diselesaikan oleh Pak Sekel dengan bijaksana. Mereka berdamai dan saling bermaafan. Pak Sekel meminta saksi dari beberapa RT untuk menandatangani perjanjian bermaterai bahwa mereka harus bersikap baik dan adil terhadap Bu Tinah, Ceu Odah, dan Pak Bendahara RW.

"Janji, ya, saudara-saudara? Jangan ada fitnahan dan ghibahan mengenai Bu Tinah, Pak Bendahara, dan Ceu Odah lagi. Mari kita jaga kondusivitas RW 02 dan Kampung Trinil pada umumnya," ujar Pak Sekel.

Kor warga terdengar serempak, "Janjiiii."

Tiga pekan berlalu dengan tenang di Kampung Trinil sampai satu kehebohan terjadi. Warga berkumpul di warung kopi Cak Faris sambil mengerumuni Bang Mail dari RT 08. Bang Mail jengkel bukan kepalang. Dia gagal jadi anggota Pasukan Oranye padahal pekerjaan itu sudah di depan mata. 

"Saya udah lolos tes kesehatan. SKCK diterima. Surat lamaran disetujui. Singkatnya saya itu udah diterima kerja. Eh, dua menit mau penutupan tiba-tiba nama saya dihapus, diganti sama nama anak Pak Lurah. Gimana saya kagak jengkel!"

"Emangnya anak Pak Lurah enggak kepengen kerja kantoran, apa? Kan dia sarjana," timpal Bang Udin.

"Elu semua pada pura-pura bego aja. Pasukan Oranye itu gaji gede kerja cuma nyapuin jalan sama mungut sampah. Siapa yang kagak ngiler," tukas Cang Rohim dari RT 03.

"Emang berapa gajinya?"

"Empat jutaan kalo kagak salah. Belon termasup tunjangan. Iya, gak, Mail?!" timpal Cang Rohim lagi. Mail mengangguk, "Ya kira-kira segitu, dah."

"Terus kalo gak keterima elu mau kerja apaan, Mail?" tanya teman Bang Mail yang berambut cepak.

Kasak-kusuk di RW 02 soal orang-dalam di perekrutan Pasukan Oranye terus menggema dan akhirnya jadi bola liar. 

Sebagian warga menuding Pak Lurah makin sulit ditemui karena ternyata sibuk mencarikan anak-anaknya pekerjaan. Warga yang lain berpendapat Pak Lurah jarang di kantor karena beliau sudah semestinya sibuk blusukan mendengar keluh-kesah warga. 

Sisa warga RW 02 yang terdiri dari sekelompok Gen Z kemudian mendadak rajin selfie di depan kantor kelurahan dan sibuk memvideokan pendapat mereka tentang nepotisme yang dialami Bang Mail. Ada yang beranggapan nepotisme itu privilege yang memang harus digunakan. Ada yang berpendapat nepotisme tidak adil karena menutup kesempatan kerja anak yang pintar demi keluarga para bos.

Video yang dibuat anak SMA dan kuliahan itu kemudian berseliweran di berbagai medsos dan membuat Kampung Trinil viral.

Kemudian bermunculan netizen yang mengaku warga asli Kampung Trinil yang lahir di sana kemudian diajak orang tuanya merantau ke luar kota. Ada juga yang mengaku saudaranya pernah tinggal di Kampung Trinil, tapi pindah karena kena santet.

Cerita terheboh datang dari influencer bernama Teyeng. Dalam kontennya Teyeng bilang orang Kampung Trinil cinta damai, saking cintanya kena imbas nepotisme pun tetap damai. Video Teyeng jadi kontroversi karena menampilkan gambar motor terbakar di depan rumah Pak RW-yang tidak ada hubungannya dengan cinta damai dan nepotisme.

Kampung Trinil jadi terkenal sejagat, tapi warga Kampung Trinil resah dan tidak nyaman. Kampung mereka didatangi begitu banyak wartawan dan seleb medsos yang membuat konten. YouTuber dan TikToker malahan membuat video di depan rumah Ceu Odah dan mengatakan kisah tentang Ceu Odah janda kembang yang jadi rebutan bapack-bapack sekampung.

Ceu Odah sudah pindah rumah sejak Bu Tinah menyambangi rumah dan marah-marah kepadanya. Sejak itu rumahnya dijual dan sampai sekarang belum ada yang berminat.

"Bagaimana ini, Pak Lurah? Tolong cari jalan keluar. Usir semua orang yang bikin konten di kampung kita. Kita pengen hidup nyaman dan damai lagi," kata Cang Rohim saat warga mendatangi kantor kelurahan dan bertemu Pak Lurah.

Dalam pikiran Pak Lurah keterkenalan Kampung Trinil bukanlah hal negatif karena perekonomian meningkat disebabkan oleh banyaknya orang jajan di warung Cak Faris, di kedai bakso Bu Minah, atau sekadar melepas haus beli es teh di warung Mpok Sari. Sebenarnyalah Pak Lurah ingin kampungnya tetap terkenal supaya mendatangkan devisa.

"Suami mau kerja jadi susah, anak sekolah dihadang content creator, ibu-ibu mau belanja dicegat sama wartawan. Ini gara-gara warga RW 02 bikin sekampung jadi susah," keluh Bu Masri.

"Kalo ada orang luar dateng kita laporin ke polisi aja, Pak!" ucap satu suara.

"Jangan! Lapor polisi ribet ntar malah kita yang disalahin," ujar suara yang lain.

"Lapor Komnas HAM!" seru suara dari belakang.

Pak Lurah mencermati keadaan dengan memandangi wajah para warganya.

"Mungkin kita harus bikin lockdown lagi kayak waktu Corona, Pak, biar orang luar Trinil tidak bisa masuk," timpal Pak RW, "Cuma sementara sampai tidak ada lagi orang luar yang bikin konten di Kampung Trinil."

Musyawarah ternyata tidak menghasilkan mufakat karena warga punya kepentingan berbeda-beda dalam memandang viralnya Kampung Trinil. 

Akhirnya warga RW 02 sepakat mengunci wilayah mereka dengan palang kayu yang dijaga bergiliran antarwarga. Ibu-ibu dapat giliran menjaga pagi hari saat pekerjaan rumah tangga mereka selesai. Anak muda dan para bapak dapat giliran jaga sore sampai malam. Dan setelah pukul 23.00 warga memarkirkan kendaraannya sebagai palang di seputar pintu RW sembari mengupah ormas untuk menjaga kendaraan mereka.

Apa yang dilakukan RW 02 ditertawakan warga RW lain, tapi nyatanya mereka berhasil memperoleh kembali kedamaian hidup di Kampung Trinil tanpa campur tangan asing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun