Sementara itu kami pernah mendengar sendiri panitia suatu lomba bilang jangan (kecamatan) Muntilan lagi  yang menang ke kabupaten. Gantian dari kecamatan lain biar adil. Lho, itu, kan, kompetisi, wajarnya yang terbaik yang menang, bukan menang karena jatah giliran.
Hafidz-hafidzah dan Ketidakpuasan dari Lulusan Sekolah Umum
Sementara itu, selain berjibaku dengan pendaftar di jalur zonasi dan kehadiran orang-dalam saat berkompetisi, para pejuang jalur prestasi kini juga kedatangan para hafidz dan hafidzah. Siapa sangka lulusan madrasah yang tadinya dipandang sepicek mata, ternyata bisa melibas juara nasional yang ingin masuk ke sekolah negeri unggulan.Â
Pada PPDB SMP tahun ajaran 2023/2024, salah satu SMP unggulan di Kabupaten Magelang kebanjiran pendaftar penghapal Al-Qur'an dari sekolah dibawah naungan NU dan Muhammadiyah. Hal ini mengakibatkan lulusan SD negeri yang biasanya mudah masuk ke SMP unggulan berdasarkan nilai rapor jadi gigit jari.
Orang tua yang anaknya gagal masuk sekolah unggulan kemudian protes kenapa jalur prestasi lulusan sekolah agama yang ada dibawah Kemenag disamakan dengan lulusan sekolah umum yang dinaungi Kemdikbudristek.Â
Kalau saya pribadi, sih, melubernya lulusan madrasah yang mendaftar ke sekolah negeri bisa dimaklumi. Tidak selamanya seorang murid ingin sekolah terus di madrasah. Lagipula belum ada kompetisi hafidz/hafidzah yang diadakan "negara". Musabaqah Tilawatil Qur'an yang kita kenal selama ini diprakarsai oleh Nahdlatul Ulama (NU) yang dilembagakan secara nasional dengan dukungan pemerintah.
Makanya wajar para penghapal Qur'an ini dapat skor paling tinggi. Menghapal Al-Qur'an tidak seperti menghapal buku bacaan sebab ada ilmu yang harus dikuasai dalam membacanya, minimal tajwid dan qiraat. Hanya saja kalau disatukan dengan lulusan sekolah umum yang ingin-meneruskan-ke-sekolah-umum, memang rasanya kurang pas.
Maka dari itu, untuk mereduksi mangkel dan kezel di kalangan orang tua lulusan sekolah umum, penyatuan ini kita pandang saja sebagai persamaan hak pendidikan bagi semua anak Indonesia dan prinsip PPDB itu sendiri yang nondiskriminatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H