Komite Sekolah di negeri juga berani mengumpulkan sumbangan dari orang tua/wali untuk menyokong aneka kegiatan sekolah sampai ke tingkat nasional.
Walau nilai rapor si anak ada di urutan buncit, dia masih lebih pintar dibanding anak yang sekolah di negeri nonunggulan, bahkan swasta.
Maka jadi murid yang belajar di sekolah unggulan adalah kebanggaan walau dia sendiri tidak punya prestasi apa-apa di sekolah.
2. Murid sekolah unggulan hampir tidak pernah terlibat tawuran antarpelajar dan kejahatan jalanan. Mana ada orang tua yang mau menyekolahkan anak di sekolah yang terkenal tukang tawuran atau sering ada perpeloncoan kakak kelas ke adik kelasnya.
Di daerah, murid sekolah negeri unggulan amat sangat jarang terlibat tawuran dan kejahatan jalanan. Ini jadi pertimbangan orang tua untuk menjaga anak mereka tetap aman.
3. Lulusan sekolah negeri unggulan punya prestise dibanding lulusan swasta ketika mereka kuliah, bekerja, sampai punya anak-cucu.
Mereka akan dipandang sebagai anak yang pandai dan mudah menyerap ilmu, apalagi kalau berturut-turut belajar di sekolah negeri unggulan dari SD sampai SMA.
4. Orang tua yang masih memegang nilai-nilai tradisional lebih memilih memasukkan anak ke sekolah negeri meski sekolah swasta berbasis agama dan internasional sudah menjamur dan menawarkan kualitas pendidikan nomor wahid.
Sebabnya karena sekolah negeri dianggap masih punya rem pakem untuk tidak jor-joran dan berlebihan saat mengadakan segala kegiatan yang berhubungan dengan sekolah.
5. Jumlah sekolah SMP dan SMA negeri unggulan terbatas. Sebagai contoh, di tempat kami tinggal di Kecamatan Muntilan, Magelang cuma ada tiga SMP negeri dan satu SMA negeri. Bandingkan dengan kota kelahiran saya di Kebayoran Baru, Jaksel yang punya tujuh SMP Negeri dan empat SMA negeri.
Mutu tiap SMP di Kebayoran Baru pun relatif sama, tapi di Muntilan cuma satu SMP yang dikenal sebagai sekolah unggulan. Dua SMP lain "cuma" jadi serep buat mereka yang tidak diterima di SMP unggulan tersebut.