Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Istri peternak dan ibu dua anak.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Arjo

5 Oktober 2023   15:18 Diperbarui: 5 Oktober 2023   15:46 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/Michal Jarmoluk

Arjo termenung sendirian saat dikagetkan suara gedebuk yang kontan menjalarkan rasa sakit di punggungnya.

"Arjo!" Samsul menepuk-nepuk lagi punggung Arjo dengan keras sebelum memarkirkan bokongnya didekat Arjo duduk. "Selamat! Cerpenmu juara 1 dan akan dikirim ke lomba festival sastra kabupaten besok."

"Kata siapa?" Arjo tidak bersemangat.

"Barusan ditempel di papan pengumuman sama Bu Niken," kata Samsul yang lalu meneguk air dari botol kemasan.

Arjo diam dan tidak menanggapi. Dia juga tidak berniat melancarkan protes atau pembalasan pada Samsul yang telah menggebuk punggungnya sampai sakit.

"Ada apa? Tumben ngelamun. Gak bawa uang buat makan siang? Nih, aku ada," Samsul cekatan merogoh sepuluh ribuan dari saku celananya dan menyorongkannya ke Arjo.

Arjo menepisnya dengan cepat, "Apaan, sih, aku punya uang."

"Terus kenapa kamu bengong? Kamu gak depresi terus pengin bunuh diri, kan?"

Arjo membelalak dan dari mulutnya terucap, "Astagfirullah! Jangan ngomong sembarangan!"

Jam istirahat kedua berakhir. Arjo berdiri tanpa berkata apa-apa dan langsung menuju ke kelasnya sementara Samsul masih memandangi sahabatnya itu dengan mulut setengah melongo, heran melihat gelagat Arjo yang tidak biasa.

Samsul telah akrab dengan Arjo sejak SD kemudian masuk SMP yang oleh orang Magelang disebut sebagai SMP unggulan karena sejak puluhan tahun diisi oleh siswa-siswi pandai dan berprestasi. Bedanya Arjo masuk jalur prestasi sementara Samsul dari jalur zonasi karena rumahnya cuma sepelemparan baru dari SMP itu.

Sekarang mereka satu sekolah lagi. Satu-satunya SMA negeri yang ada di Kecamatan Mungkid dan menempati urutan ke-124 dari 1000 SMA terbaik di Indonesia. 

Makanya Samsul heran menjurus gelisah ketika mendapati Arjo melamun dan murung sendirian di pojok sebelah perpustakaan tadi. Belum pernah dilihatnya Arjo diam saja melamun dan tercenung begitu.

Namun segera dienyahkannya pikiran tentang Arjo sebab Samsul harus kembali konsentrasi ke pelajaran. Jam ini mata pelajaran Ekonomi yang diajar Bu Yuni. Mata pelajaran kesukaan Samsul karena dia ingin kuliah bisnis selepas SMA.

Sementara itu Jenang juga merasakan hal sama. Dilihatnya Arjo tidak fokus ke praktikum di Laboratorium Kimia. Mata Arjo menatap whiteboard, mencampur berbagai cairan, dan sesekali melihat ke arah Pak Firdaus yang memberi pengarahan, tapi pikirannya seperti melayang ke tempat lain.

Saat jam Kimia selesai Jenang tidak bisa bicara dengan Arjo sebab Arjo paling pertama meninggalkan laboratorium dan bergegas ke kelas. Di kelas Bu Dian sudah menunggu untuk mengajar Biologi.

Gadis berambut lurus, berkelopak mata tipis, dan berlesung pipi itu punya nama asli Jenny, tapi karena sejak kelas 10 Jenny sering jajan aneka jenang di warung dekat sekolah, teman-teman jadi memanggilnya Jenang. Diluar jam pelajaran guru-guru kadang juga keceplosan memanggil Jenny dengan Jenang.

Matahari kemarau tahun ini tidak menghadirkan cuaca sumuk yang memeras peluh, tapi sinar teriknya cukup untuk menyengat kulit dan menyisakan rasa panas yang perih. Namun Jenang tetap pada niatnya.

"Samsul!" panggil Jenang. "Tunggu, aku ikut motormu, ya. Tolong antar aku ke rumah Arjo."

"Tumben. Mau ngapain ke rumah Arjo? Aku mau langsung pulang, lagi gak pengin mampir ke mana-mana."

"Ayolah, nanti dari rumah Arjo aku pulang sendiri. Aku cuma minta tolong antar aja, kok. Mau, ya, antar aku?" pinta Jenang setengah memohon.

"Kenapa tadi gak bareng Arjo sekalian? Mobilmu kemana?"

"Lagi gak bawa mobil. Kalau aku boncengan sama Arjo nanti kena gosip."

"Kalau sama aku gak takut kena gosip?"

Jenang cekikikan, "Kalau kamu, kan, tampilan fisiknya beda sama Arjo."

Samsul baru akan membuka mulut mempertanyakan soal tampilan fisik, tapi Jenang secepat kilat sudah naik ke motor Samsul. "Ayo ke rumah Arjo, nanti keburu sore."

Irul tiba-tiba muncul di depan motor Samsul dan menyatakan ingin ikut ke rumah Arjo. Irul bilang tadi Arjo sempat bertanya berapa uang yang didapat Irul dari menulis konten dan mengelola blog dan pertanyaan itu bikin Irul ingin tahu ada apa dengan Arjo.

Samsul dan Irul pun beriringan mengendarai motor masing-masing menuju rumah Arjo. Sepuluh menit berlalu dan ketika sampai mereka mendapati Arjo sudah ganti baju dan sedang tepekur di depan laptopnya.

Arjo menyambut teman-temannya, tapi menampilkan kesan tidak ingin diganggu. 

"Kamu seharian di sekolah aneh banget banyak ngelamun. Ada apa, sih, Jo?" kata Jenang tanpa basa-basi. Arjo cuma mengangkat bahu sambil jemarinya mulai bergerak menulis deretan kata-kata dalam laptopnya.

Samsul menepuk punggung Arjo, kali ini pelan. "Kita cuma pengin tahu apa yang kamu pikirin. Kalau ada apa-apa siapa tahu kita bisa bantu. Gak janji sih, siapa tahu kita bisa bantu."

Irul mengangguk-angguk, "Betul. Cerita aja, Jo. Sama kita gak usah pake malu. Udah kenal dari lama juga."

Arjo memandangi teman-temannya satu per satu. Tatapan paling lama dia tujukan untuk Jenang yang kemudian salah tingkah dan melempar pandang ke luar.

"Kalian mau ambil jurusan apa waktu kuliah nanti?" tanya Arjo.

Irul langsung membusungkan dada, "Aku mau ambil jurusan Sains Data biar bisa ngolah artificial intelligence,"katanya bangga.

"Halah! Katanya Matematikamu kemarin dapat B, kok mau masuk Sains Data," timpal Jenang.

Irul meringis, tapi lalu membusungkan dada lagi, "Masih ada waktu satu semester buat tambah nilai Matematikaku jadi 100. Aku yakin bisa!"

"Kalau kamu mau kuliah apa, Sul?" tanyanya pada Samsul lalu melihat ke arah Jenang, "Kamu kuliah apa, Jenang?"

Samsul menjawab Manajemen Bisnis sedangkan Jenang menjawab Kedokteran.

"Orang tua kalian setuju kalian kuliah di jurusan itu?" tanya Arjo kepada ketiganya.

Semuanya mengangguk yakin.

Arjo mendesah panjang. "Orang tuaku tidak setuju aku jadi pelukis."

Beberapa detik berlalu, tapi teman-teman Arjo belum menyadari yang mereka dengar soal "jadi pelukis" sampai detik berikutnya Jenang bersuara, "Kamu mau jadi pelukis?"

Arjo mengangguk, "Iya, aku mau jadi pelukis." 

Ketiga teman Arjo saling pandang dengan tatapan bingung disertai pertanyaan yang menggayut dalam benak masing-masing. Arjo sang cerpenis yang sering juara lomba menulis mau jadi pelukis?!

Samsul menggali ingatannya dalam-dalam mencari kenangan apa dia pernah melihat gambar atau lukisan yang dibuat Arjo. Samsul cuma ingat gambar pemandangan laut yang dibuat Arjo waktu SD saat kegiatan jeda semester di kelas empat. Perasaan gambarnya biasa-biasa aja, batin Samsul tidak yakin apakah gambar laut dengan sunrise oranye itu sebetulnya bagus atau tidak menurut matanya yang awam seni rupa.

"Bapak dan ibuku menentang waktu aku bilang mau kuliah di jurusan Seni Murni. Mereka bilang aku tidak berbakat dan ingin aku jadi pebisnis saja mengembangkan usaha rumah makan turun-temurun. Bapak bilang aku tidak bisa menghasilkan uang dari melukis. Kalau punya keluarga, keluargaku bakal luntang-lantung lantaran aku sulit cari uang kalau jadi pelukis, katanya."

"Bapakmu betul," celetuk Samsul. Jenang cepat menyuruh Samsul diam melalui isyarat telunjuk yang ditempel ke mulutnya.

"Kamu jelas sependapat dengan bapakku, Sul. Kamu, kan, mau kuliah bisnis," cetus Arjo. "Kuliah Seni Murni cuma buang-buang uang karena pelukis tidak termasuk masa depan impian. Tapi aku yakin aku bisa pelukis andal dan karyaku layak menghasilkan uang."

"Jadi itu yang menggayuti pikiranmu seharian ini?" tanya Jenang lembut untuk menunjukkan perhatiannya. Arjo tidak menjawab dan hanya mengalihkan pandangan ke pohon mangga yang meranggas di samping rumah.

"Ealaahh! Perkara kuliah aja kayak mikir negara sampai depresi, Jo, Jo!" lrul terkekeh yang langsung dibalas oleh tatapan Jenang yang menggalak. Irul pun mingkem.

"Buatmu sepele, tapi buatku runyam. Kalau bapakku tidak mau membiayai kuliahku, lantas gimana aku bisa kuliah? Aku sama sekali tidak minat kuliah bisnis atau sains data atau apa pun. Aku mau kuliah yang sesuai hasrat batinku."

Irul menunduk sambil menggaruk dagunya yang tidak gatal, merasa tidak enak hati soal biaya kuliah Arjo.

"Arjo, beasiswa!" Jenang terpekik kegirangan. Jempolnya lincah menggeser layar ponsel dan menemukan yang dicarinya. Diarahkannya layar ponsel ke wajah Arjo. "Kampus ISI punya beasiswa untuk anak SMA yang pintar kayak kamu."

Arjo mengambil ponsel dari tangan Jenang dan membaca halaman yang tertera di layar. Senyumnya merekah dan menatap Jenang dalam-dalam, "Terima kasih, ya."

Sepekan kemudian foto Arjo dengan piala kemenangan di festival sastra kabupaten muncul di grup-grup WhatsApp kelas 10 sampai 12. Didalam foto tertulis keterangan:

Congratulations!
Arjo Prasojo
Juara I
Lomba Cerpen Festival Sastra Kabupaten Magelang

Warung bakso milik ibu Bambang sebetulnya sudah tutup setengah jam lalu, tapi Bambang minta ibunya untuk tidak menutup warungnya dulu sampai teman-temannya selesai makan. Arjo mentraktir teman-temannya dengan hadiah uang Rp150.000 yang diterimanya dari Bu Niken.

"Oh ya, aku kirim ke WhatsApp kalian file judulnya Cari Angin. Kasih masukan, ya, apa yang kurang di cerpen itu. Nanti mau kukirim ke Harian Kompas. Dimuat atau tidak, cerpen itu sebagai bentuk terima kasihku pada kalian."

"Mau jadi pelukis kok nulis terus," sambar Samsul. 

Arjo cuma tersenyum lalu menyuap sisa bakso di mangkuknya. Samsul dan Irul mencetus ide supaya mereka mendaftar di kampus yang sama. Jenang setuju. Bambang bingung. Arjo menggelengkan kepala.

"Kampusku tidak bisa sama dengan kalian, tapi aku akan menemui kalian sesering mungkin, terutama kamu, Jenang."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun