Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Penulis generalis. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Arjo

5 Oktober 2023   15:18 Diperbarui: 5 Oktober 2023   15:46 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/Michal Jarmoluk

Ketiga teman Arjo saling pandang dengan tatapan bingung disertai pertanyaan yang menggayut dalam benak masing-masing. Arjo sang cerpenis yang sering juara lomba menulis mau jadi pelukis?!

Samsul menggali ingatannya dalam-dalam mencari kenangan apa dia pernah melihat gambar atau lukisan yang dibuat Arjo. Samsul cuma ingat gambar pemandangan laut yang dibuat Arjo waktu SD saat kegiatan jeda semester di kelas empat. Perasaan gambarnya biasa-biasa aja, batin Samsul tidak yakin apakah gambar laut dengan sunrise oranye itu sebetulnya bagus atau tidak menurut matanya yang awam seni rupa.

"Bapak dan ibuku menentang waktu aku bilang mau kuliah di jurusan Seni Murni. Mereka bilang aku tidak berbakat dan ingin aku jadi pebisnis saja mengembangkan usaha rumah makan turun-temurun. Bapak bilang aku tidak bisa menghasilkan uang dari melukis. Kalau punya keluarga, keluargaku bakal luntang-lantung lantaran aku sulit cari uang kalau jadi pelukis, katanya."

"Bapakmu betul," celetuk Samsul. Jenang cepat menyuruh Samsul diam melalui isyarat telunjuk yang ditempel ke mulutnya.

"Kamu jelas sependapat dengan bapakku, Sul. Kamu, kan, mau kuliah bisnis," cetus Arjo. "Kuliah Seni Murni cuma buang-buang uang karena pelukis tidak termasuk masa depan impian. Tapi aku yakin aku bisa pelukis andal dan karyaku layak menghasilkan uang."

"Jadi itu yang menggayuti pikiranmu seharian ini?" tanya Jenang lembut untuk menunjukkan perhatiannya. Arjo tidak menjawab dan hanya mengalihkan pandangan ke pohon mangga yang meranggas di samping rumah.

"Ealaahh! Perkara kuliah aja kayak mikir negara sampai depresi, Jo, Jo!" lrul terkekeh yang langsung dibalas oleh tatapan Jenang yang menggalak. Irul pun mingkem.

"Buatmu sepele, tapi buatku runyam. Kalau bapakku tidak mau membiayai kuliahku, lantas gimana aku bisa kuliah? Aku sama sekali tidak minat kuliah bisnis atau sains data atau apa pun. Aku mau kuliah yang sesuai hasrat batinku."

Irul menunduk sambil menggaruk dagunya yang tidak gatal, merasa tidak enak hati soal biaya kuliah Arjo.

"Arjo, beasiswa!" Jenang terpekik kegirangan. Jempolnya lincah menggeser layar ponsel dan menemukan yang dicarinya. Diarahkannya layar ponsel ke wajah Arjo. "Kampus ISI punya beasiswa untuk anak SMA yang pintar kayak kamu."

Arjo mengambil ponsel dari tangan Jenang dan membaca halaman yang tertera di layar. Senyumnya merekah dan menatap Jenang dalam-dalam, "Terima kasih, ya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun