Sekarang mereka satu sekolah lagi. Satu-satunya SMA negeri yang ada di Kecamatan Mungkid dan menempati urutan ke-124 dari 1000 SMA terbaik di Indonesia.Â
Makanya Samsul heran menjurus gelisah ketika mendapati Arjo melamun dan murung sendirian di pojok sebelah perpustakaan tadi. Belum pernah dilihatnya Arjo diam saja melamun dan tercenung begitu.
Namun segera dienyahkannya pikiran tentang Arjo sebab Samsul harus kembali konsentrasi ke pelajaran. Jam ini mata pelajaran Ekonomi yang diajar Bu Yuni. Mata pelajaran kesukaan Samsul karena dia ingin kuliah bisnis selepas SMA.
Sementara itu Jenang juga merasakan hal sama. Dilihatnya Arjo tidak fokus ke praktikum di Laboratorium Kimia. Mata Arjo menatap whiteboard, mencampur berbagai cairan, dan sesekali melihat ke arah Pak Firdaus yang memberi pengarahan, tapi pikirannya seperti melayang ke tempat lain.
Saat jam Kimia selesai Jenang tidak bisa bicara dengan Arjo sebab Arjo paling pertama meninggalkan laboratorium dan bergegas ke kelas. Di kelas Bu Dian sudah menunggu untuk mengajar Biologi.
Gadis berambut lurus, berkelopak mata tipis, dan berlesung pipi itu punya nama asli Jenny, tapi karena sejak kelas 10 Jenny sering jajan aneka jenang di warung dekat sekolah, teman-teman jadi memanggilnya Jenang. Diluar jam pelajaran guru-guru kadang juga keceplosan memanggil Jenny dengan Jenang.
Matahari kemarau tahun ini tidak menghadirkan cuaca sumuk yang memeras peluh, tapi sinar teriknya cukup untuk menyengat kulit dan menyisakan rasa panas yang perih. Namun Jenang tetap pada niatnya.
"Samsul!" panggil Jenang. "Tunggu, aku ikut motormu, ya. Tolong antar aku ke rumah Arjo."
"Tumben. Mau ngapain ke rumah Arjo? Aku mau langsung pulang, lagi gak pengin mampir ke mana-mana."
"Ayolah, nanti dari rumah Arjo aku pulang sendiri. Aku cuma minta tolong antar aja, kok. Mau, ya, antar aku?" pinta Jenang setengah memohon.
"Kenapa tadi gak bareng Arjo sekalian? Mobilmu kemana?"