Dalam waktu setengah jam, Morgan tidak lagi mengenakan seragam kaus birunya. Sekarang dia memakai jaket hitam tanpa dalaman dan bercelana hitam. Rambutnya disisir keatas dan berwarna keunguan.
Lita juga sudah memegang bass dan sedang dikenalkan oleh Morgan kepada penonton yang berteriak-teriak memanggil nama Morgan dan bandnya.
Morgan berdiri sangat dekat sehingga wangi citrus bercampur bergamot dari tubuhnya lagi-lagi mampir ke hidung Lita, membuatnya terlena sekaligus bergairah. Adrenalin dalam otaknya memacu darahnya mengalir lebih cepat dan pada akhirnya dia bisa memainkan bass mengikuti tempo anggota band yang lain.
"Tepuk tangan lagi buat Lita!" teriak Morgan kepada penonton setelah lagu pop-rock yang mereka bawakan berakhir.
"Thanks, Lita. You're the best!" Morgan berbisik ke telinga Lita. Hembusan napas Morgan yang beraroma mint dan wangi parfum segarnya membuat Lita tidak ingin beranjak dari sisi Morgan.
Suara teriakan penonton yang memanggil nama Morgan dan Lita makin keras, tapi lamat-lamat hanya satu suara yang didengar Lita. Suara yang amat dikenalnya. Dalam lirih suara itu memanggil-manggil namanya.
"Lita? Lita, bangun. Kita sudah sampai di tempat workshop," Mia menggoyang-goyang pelan tubuh Lita.
Lita berhasil mencapai setengah dari kesadarannya, tapi belum bisa membuka mata karena separuh nyawanya masih tertinggal dalam lenaan bunga tidur bersama Morgan.
Suara Mia menerobos ke telinga Lita lagi, "Ayo bangun. Kau tidur atau pingsan? Susah sekali dibangunkan."
"Apa Morgan ada di sana juga?" kata Lita lesu sambil memandangi wisma, masih bersandar rendah di kursi penumpang.
"Morgan siapa? Ayo ambil koper. Sudah ada rombongan mahasiswa, mungkin peserta lain sudah datang semua."