Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konversi Hutang Obligasi Rekap 1998 Untuk Makan Gratis

27 Januari 2025   09:45 Diperbarui: 27 Januari 2025   09:55 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: asia.nikkei.com)

Kata pemerintah, duit untuk  program makan bergizi gratis  (MBG) sebesar Rp.71 triliun tidak cukup. Hanya sampai bulan Juni 2025.

Kalau mau lanjut (Juli-Desember 2025), harus tambah duitnya menjadi Rp.143 triliun. Lantas dari mana sumbernya?

Selain intensifikasi dan ekstensifikasi fiskal, penghematan yang dieksekusi melalui Inpres 2025 adalah cara lain. Nilainya sekitar Rp.300-an triliun. Tapi ini dampaknya kompleks. Karena birokrasi harus menyisir anggarannya satu per satu untuk dipangkas.

Kalau begitu pakai cara-cara extra ordinary. Konversi saja bunga rekap obligasi yang menjadi beban fiskal saat ini hingga Rp.430 triliun.

Tiap tahun menjadi beban fiskal (menjadi belanja APBN dari sisi pembayaran kupon bond kepada perbankan pemegang obligasi rekap).

Kisaran beban kupon obligasi rekap itu Rp.30 triliun -Rp.40 triliun tiap tahun. Jadi uang rakyat (APBN) digunakan untuk bayar kupon obligasi yang disalahgunakan atau dikorupsi

Penghapusan, atau konversi ini "utamanya" ditujukan pada obligor-obligor hitam. Koruptor BLBI. Kan rekap obligasi ini lanjutan dari BLBI (setelah gagal memanfaatkan suntikan likuiditas melalui BLBI/dikorupsi).

Ceritanya, "dulu (1998) bank-bank mengalami tekanan likuiditas. Punya masalah Capital Adequacy Ratio (CAR)," lalu di-bailout melalui BLBI, tapi gagal/disalahgunakan/dikorupsi. Lalu pemerintah ambil alih krisis ini

Skema ambil alih masalah korupsi BLBI ini melalui dukungan fiskal dalam bentuk menerbitkan rekap obligasi. Lalu dikorupsi lagi."Hingga kini, bunga rekap obligasi masih menjadi beban APBN tiap tahun.

Pertanyaannya, apakah kupon obligasi ini dikonversi, bank akan mengalami kekurangan asset likuid? CAR dan profitabilitasnya tergerus? Bisa berdampak serius dan sistemik? Belum tentu

Pemerintah harus kreatif dan inovatif dong. Anda dibayar negara untuk berfikir keras dan bekerja keras. Bukan pakai cara konvensional. Pangkas belanja sana sini atau terbit utang baru.

 Keluar dari cara-cara konvensional

Pemerintah perlu pakai cara-cara out of the box. Konversi saja obligasi rekap tersebut menjadi instrument lain seperti saham untuk menjaga neraca bank.

Atau menjadikan kewajiban pembayaran kupon sebagai bentuk pengeluaran berbeda (bukan APBN) agar tidak mempengaruhi neraca fiskal langsung.

Mengalihkan cara pembayaran kupon ini melalui mekanisme atau sumber pendanaan lain di luar anggaran belanja rutin pemerintah. Penjelasan teknokratisnya dapat diuraikan

Pemerintah saat ini memiliki lembaga pengelola investasi seperti SWF, INA atau Dinantara. Lembaga-lembaga ini bertugas mengelola aset negara. Dari sini, pendapatan tertentu dapat digunakan untuk bayar kupon obligasi rekap

Pemerintah bisa buat policy kreatif melalui dana Cadangan khusus (special reserve fund) untuk bayar kewajiban kupon. Sumber dana ini dari pajak sektor tertentu, atau dividen BUMN.

Pemerintah juga bisa melakukan debt-to-equity swap. Menukar sebagian atau seluruh kewajiban bunga obligasi menjadi kepemilikan ekuitas di bank peserta rekap.

Pemerintah dapat mengubah sebagian atau seluruh kewajiban bunga yang harus dibayar oleh pemerintah kepada bank (pemegang obligasi) menjadi kepemilikan saham pemerintah di bank-bank yang terlibat.

Dengan menukar kewajiban bunga yang semula harus dibayar oleh pemerintah kepada bank (pemegang obligasi rekap) menjadi saham ekuitas di bank-bank tersebut.

Pemerintah tidak lagi harus membayar bunga kepada bank-bank tersebut, karena bunga yang seharusnya dibayar telah digantikan dengan saham. Ini mengurangi beban pembayaran bunga terhadap APBN

Dengan kata lain, daripada pemerintah terus membayar bunga kepada bank-bank pemegang obligasi, pemerintah menggantinya dengan memberikan saham ekuitas di bank sebagai bagian dari rekapitalisasi.

Hal ini memberikan bank-bank pemegang obligasi kepemilikan saham yang berpotensi menghasilkan dividen, menggantikan pembayaran bunga yang sebelumnya diterima.

Secara keseluruhan, perubahan ini mengurangi beban anggaran pemerintah (karena tidak lagi harus membayar bunga obligasi). Namun memberikan bank-bank tersebut potensi pendapatan melalui dividen dari saham yang dimiliki.

Apakah berdampak pada modal bank? Dividen dari konversi kupon menjadi saham (ekuitas) tersebut sebagai imbalan atas kewajiban pemerintah yang sebelumnya dalam bentuk pembayaran bunga obligasi.

Dengan penambahan modal, bank menjadi lebih sehat secara finansial, dan rasio CAR akan meningkat, yang sangat penting untuk memastikan bank dapat memenuhi ketentuan peraturan yang lebih ketat.

Dengan demikian, skema ini menghindarkan APBN dari beban kupon obligasi rekap yang tiap tahun. Rumit? Ya tentu rumit, tapi pemerintah harus menempuh cara non konvensional untuk menjaga fondasi fiskal

Fondasi fiskal

Konteks diskurs ini adalah menjaga fondasi fiskal agar tetap kokoh. Feasible untuk seluruh program prioritas atau Asta Cita. Sederhananya quick win untuk menggapai Asta Cita.

Dengan fondasi fiskal yang fleksibel, pemerintah bisa wujudkan cita-citanya. Dus APBN itu ber-isi cita-cita mulia pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya.

Kesalahan kita adalah memahami APBN seolah-olah uang cash yang ada di tangan pemerintah. Padahal, APBN hanya berisikan cita-cita luhur pemerintah untuk mensejahterakan rakyat. Melalui konsolidasi fiskal, cita-cita dalam APBN dapat diwujudkan

Cita-cita boleh saja tinggi. Ekonomi tumbuh 8 persen, bisa kasi makan bergizi gratis untuk investasi SDM, swasembada pangan dan energi.

Namun cita-cita tersebut tak sepadan dengan kapasitas fiskal. Nilai moneter ekonomi RI yang diukur dalam PDB hanya menciptakan rasio pendapatan sebesar 13 persen. Dari sinilah menjadi sumber pendanaan cita-cita pemerintah.

Jadi kalau PDB RI sekitar Rp.21.000 triliun, maka sumber pendanaan pembangunan yang diperoleh dari rasio penerimaan terhadap PDB hanya sekitar Rp 2.842,5 triliun.

Untuk mewujudkan cita-cita Indonesia maju di tahun 2025, dana yang dibutuhkan adalah Rp.3.613,1 triliun. Dan untuk mewujudkan ekonomi tumbuh 8 persen, memerlukan investasi bruto domestik sekitar 30 persen hingga 35 persen dari PDB (saat ini)

Dengan demikian, untuk mengerek pertumbuhan ekonomi 8 persen, maka membutuhkan investasi sekitar Rp.6.267 triliun hingga Rp.7.306 triliun (Sumber : bank dunia-data diolah)

Dalam konteks APBN secara aktual, bila beban belanja meningkat (termasuk tekanan pembiayaan utang), maka ruang fiskal menjadi terbatas. Sebab itu dibutuhkan konsolidasi fiskal dan transformasi tata Kelola fiskal. Melampaui cara-cara konvensinal

Bagian penting dari konsolidasi fiskal adalah, manajemen pengelolaan utang pemerintah, pembiayaan dan risikonya. Termasuk diversifikasi pembiayaan utang. Tidak dengan skema ponzi atau revolving; seperti saat ini

Gagasan konversi kewajiban obligasi rekap di masa lalu yang menjadi kewajiban saat ini (long-term fiscal liabilities), adalah cara mendiversifikasi pembiayaan utang dan meminimalkan risiko.

Mengeluarkan beban utang rekap obligasi 1998 dari neraca APBN dan dikelola secara prudent di luar APBN oleh pemerintah/BUMN. Bisa dengan skema seperti special reserve fund, debt-to-equity swap dan pembiayaan kreatif lainnya

Tujuannya adalah menjaga fondasi fiskal agar tetap akomodatif terhadap berbagai cita-cita mulia pembangunan. Termasuk program makan bergizi gratis yang menjadi salah satu cita-cita luhur presiden Prabowo *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun