Tiga Bulan setelah kematian William Harris
Â
Hampir tengah malam Nicky baru pulang ke rumah itu, Liana sudah terlelap ketika dirinya memasuki kamar. Ia menaruh jasnya di kursi dan berjalan mendekati ranjang, menarik selimut hingga menutupi istrinya sampai ke pundak. Wajahnya terlihat lelah sekali. Kata Jaya, Liana masih saja memaksa untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Membersihkan taman sendirian tanpa ingin di bantu, bahkan menyetrika baju. Katanya hanya dengan berkegiatan ia bisa mengusir semua kejadian buruk yang pernah menimpanya. Karena sekarang kakek Willy sudah tiada ia merasa begitu kesepian.
Perlahan Nicky membelai rambutnya, lalu tangannya mulai turun ke pipinya. Saat kulit mereka bersentuhan, Liana tersentak dan membuka mata seketika. Ia menemukan Nicky berada begitu dekat dengan dirinya, lama ia menatapnya. Tapi....perlahan, wajah Nicky berubah menjadi orang lain. Ekspresi Liana langsung berubah ketakutan, ia melempar tangan Nicky menjauh darinya seraya berteriak,
"Haaaah....., pergi. Jangan sentuh aku, jangan....!" Liana merapat ke tembok seraya membawa selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya yang gemetaran.
Nicky langsung berdiri menjauh, menatapnya. Liana ketakutan sendiri, Nicky tak berusaha menenangkannya. Ia hanya mematung memandang istrinya yang perlahan mulai tenang dengan sendirinya. Nafas Liana mulai teratur, ia melihat ke sekeliling ruangan hingga menemukan Nicky yang yang berdiri menatapnya. Mata mereka bertemu, Liana melihat ada kekecewaan di mata pria itu.
"Apakah aku begitu mirip dengannya?" desis Nicky, Liana tertegun. "mungkin seharusnya ku biarkan saja Rizal menikahimu!" tambahnya lalu meninggalkan tempat itu.
"Nicky!" desis Liana hampir tak terdengar, Liana melihat Nicky menghilang di balik pintu. Ia sadar ia sudah cukup melukainya dengan menerima pinangannya tetapi belum bisa menerima sosoknya sebagai suaminya. Airmatanya menetes perlahan.
Nicky memasuki ruang kerjanya, terdiam beberapa saat di depan meja. Lalu ia menyambar semua barang yang ada di mejanya hingga berhamburan ke lantai, nafasnya terengah-engah. Ia memaki Rey di dalam hatinya seraya menghempaskan dirinya ke kursi. Lama ia termangu di tempatnya sebelum beranjak ke sebuah almari dan memungut sebotol redwine.
* * *