"ini namanya Kampung Kahuripan, kang"
Wanita itu kemudian menunjuk ke sebuah arah di belakang bukit tandus yang tidak jauh dari rumahnya. Di Sana terdapat sungai yang biasa di gunakan oleh warga untuk mandi, mencuci pakaian sekaligus untuk buang hajat. Hanya saja untuk buang hajat, warga biasanya memilih sungai yang lebih jauh ke arah muara. Setelah mendapat penjelasan dari wanitu itu, Jaka Someh pergi ke arah yang di tunjuk oleh wanita tadi, dan menghilang di balik bebukitan.
Sebenarnya Jaka Someh tidak ingin buang hajat. Dia berpura-pura sakit perut karena hatinya penasaran dengan kampung itu. Dia ingin menyelidiki dan mengetahui kondisi kampung itu. Mengapa kampung itu miskin padahal terdapat aliran sungai di wilayah itu? Padahal banyak lahan yang bisa di garap di bukit itu. Bukan justru membiarkannya menjadi Taman ilalang yang tidak mampu menghilangkan kelaparan warga kampung. Lahan dan sumber air pun menjadi sia-sia karena tidak diolah untuk mendapatkan kemanfaatan. Sumber mata airnya berasal dari pegunungan yang letaknya agak jauh dari kampung itu. Meskipun letak sungainya berada di bawah bukit, tapi mesti ada cara untuk mengalirkannya ke atas bukit untuk mengairi lahan tandus yang ada di sana. Â ketinggian bukit itu pun sebenarnya tidak terlalu tinggi. Jaka Someh terus mengamati ke beberapa lokasi yang ada di bawah bukit. Dilihatnya di sebelah selatan terdapat hutan bambu.
Setelah puas mengamati kondisi dan topografi wilayah itu, Jaka Someh meloncat melesat naik ke puncak bukit dengan sekali lompatan. Tubuhnya ringan dan bertenaga. Setelah berada di puncak bukit, dia kembali mengamati keadaan sekitar wilayah itu. Beberapa bagian bukit di penuhi ilalang dan tanaman perdu, sedangkan sisanya tanah tandus. Sungguh sayang bukit ini tidak di garap baik oleh warga. Warga kampung justru malah banyak yang mengalami kelaparan. Padahal kalau mereka mau bekerja keras, bukit tandus tersebut bisa saja di rubah menjadi lahan subur yang menghasilkan banyak tanaman. Tanaman sandang pangan.
Setelah puas mengamati puncak bukit, Jaka someh kembali turun ke bawah, ke arah aliran sungai. Kemudian berjalan menyusuri aliran sungai menuju tempat dia meninggalkan Dewi Sekar sendirian. Dilihatnya istrinya sedang was-was menunggu. Melihat suaminya sudah kembali, Dewi Sekar memanyunkan bibirnya dan berkata
"Saya kira kang Someh tersesat...lama tidak muncul-muncul...sampai hati saya was-was tak karuan.Tidak lucu kan, akang...kalau ada berita seorang lelaki yang sedang buang hajat di sungai, hilang dicaplok buaya hi...hi..."
Jaka Someh tertawa mendengar Dewi Sekar yang ngambek kepadanya. Kemudian Jaka Someh berkata
"Ya tidak mungkin  Nyai, masa ada buaya di sungai yang banyak batunya seperti itu...iya deh akang maaf, akang agak lama...tapi akang senang, Nyai ternyata mengkhawatirkan keselamatan akang...Alhamdulillah, he...he..."
Dewi Sekar kembali mencibirkan bibir setelah mendengar ucapan suaminya yang merayu. Dengan wajah memerah, Dewi Sekar membalas rayuan suaminya
"Hiih...Ge Er..., siapa juga yang mengkhawatirkan kang Someh..."
Jaka Someh tertawa mendengar cibiran Dewi Sekar