Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Novelet] Magnolia

10 Maret 2018   01:23 Diperbarui: 16 Maret 2018   21:21 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.pixabay.com

              Part 5

Sebelumnya, Part 4

Magnolia berjalan pelan meninggalkan ruang administrasi. 

Ada yang sudah melunasi biaya perawatan Rion? Bahkan akan menanggung semua biayanya sampai Rion bisa sembuh!

Siapa dia?

Apakah Ervan?

Dia menggelengkan kepala lalu mempercepat langkahnya menuju ruang rawat. Tapi saat memasuki ruangan itu dia harus membatu menemukan sosok yang berada di ruangan itu bersama mamanya.

Suara pintu terbuka membuat dua orang di dalam ruangan menoleh ke arah Magnolia. 

"Sedang apa kau di sini?" tanya Magnolia ketus.

"Menjenguk adikmu," sahut Nikho singkat dengan air muka yang berbeda dari biasanya. 

Utari menatap putrinya dengan ekspresi heran karena sepertinya sang putri tidak berkenan dengan kehadiran pria itu. Berbeda sekali dengan ekspresinya kepada Ervan.

"Kita bicara di luar!" ajak Magnolia meninggalkan ruangan. Nikho pun menyusul.

Mereka berdiri berhadapan di dekat kursi tunggu.

"Apalagi yang kauinginkan?" sekali lagi Magnolia bertanya ketus.

"Bukankah sudah kukatakan, aku menjenguk adikmu."

Magnolia tersenyum sinis, "Menjenguk," desisnya getir. "Kau hanya ingin memastikan keadaanku setelah apa yang kaulakukan semalam bukan?"

"Kenapa kau selalu berprasangka buruk terhadapku?" tanya Nikho tak mengerti. "Ok, aku memang melakukan kesalahan padamu. Maafkan aku!" akunya.

Magnolia melebarkan mata. Pria itu meminta maaf padanya? Itu seperti bukan Nikho. Apakah pria itu sedang bersandiwara hanya untuk memperdayainya?

"Apa kau sungguh tak ingin memberiku kesempatan?" pinta Nikho.

Magnolia membuang muka ke samping kiri, Nikho menikmati paras rupawan itu yang masih bersikap dingin dan menunjukkan rasa benci terhadap dirinya. 

"Kesempatan, untuk apa?" tanya Magnolia dingin.

"Aku hanya ingin ...." 

"Katakan padaku," potong Magnolia. "Apa kau ... yang melunasi biaya perawatan Rion?

Kediaman menyelimuti untuk sekian detik. Nikho tak menjawab, kediamannya cukup memberi sebuah jawaban untuk Magnolia.

"Jadi memang kau," desis Magnolia kecewa. "Lalu apa yang kau mau sebagai balasan?"

Kini Nikho yang melebarkan mata dengan pernyataan wanita itu. 

"Balasan?" desis Nikho.

"Kau pikir, dengan semua itu aku akan menyerah. Kau tidak akan mendapatkan apa yang kau mau, jadi kuminta ... kau cabut kembali semua yang sudah kaubayarkan untuk adikku!" pinta Magnolia tegas. 

Nikho terperangah dengan ucapan Magnolia, sekali lagi wanita itu menolaknya. Sebenarnya ada rasa kecewa karena niat baiknya ditolak, tapi dia mencoba untuk tetap bisa mengendalikan emosinya.

"Kau masih mempermasalahkan itu? Magnolia ... aku hanya ingin membantu. Bisakah sekali saja kita buang ego kita, adikmu membutuhkan itu."

Magnolia mengembalikan pandangannya. "Kau tahu apa?" potongnya. "Jangan sok peduli, kau pikir aku lupa siapa dirimu! Siapa yang akan percaya kalau kau bisa berbuat baik? Pasti di balik semua itu kau memiliki maksud, kan?"

Nikho menahan nafas untuk mengendalikan diri. 

"Aku tidak ingin berdebat denganmu di sini," sahut Nikho. Nada suaranya tetap terdengar menahan amarah. "Terserah kau menganggapnya apa! Tapi jika kau memikirkan mamamu dan juga adikmu, kau tidak punya pilihan untuk menolak semua itu. Dan ..." Nikho tak melanjutkan kalimatnya.

Magnolia menunggu sambungan kalimat itu dengan beberapa terkaan di otaknya. 

Nikho menghela nafas panjang sebelum menyambung kata-katanya, "Bisakah kita lupakan beberapa hal yang tidak menyenangkan yang pernah terjadi di antara kita, hanya itu!" seru Nikho tegas namun lembut. Mereka bertatapan sekali lagi dengan makna yang berbeda. Menit berikutnya Nikho memilih untuk pergi. 

Sementara Magnolia masih bergeming di tempatnya berdiri. Mencoba memahami pembincangannya dengan Nikho. Dia masih tidak mengerti kenapa tiba-tiba pria itu bersikap aneh? Rasanya sulit dipercaya, seorang Nikholay Ivanovich bisa berubah dalam waktu sesingkat itu. Pasti ada sesuatu yang diinginkan pria itu di balik kebaikannya!

* * *

Aku sedikit tersentak saat Nikho masuk ke ruang kerja dan membantingkan tubuhnya di kursi kesayangannya. Nafasnya sedikit terengah.

Kututup buku di tanganku, menaruhnya di rak lalu kuhampiri dia.

"Ada apa, pertemuan kalian berantakan lagi?"

"Aku tidak mengerti, wanita itu benar-benar aneh! Bahkan saat aku mencoba berbuat baik, dia masih saja menatapku seperti itu. Apakah aku memang sejahat itu?"

"Nik, kau masih tidak lupa, kan? Kau anggap apa dia saat pertama mendatanginya,. Wanita itu memiliki hati yang halus, sensitif, ada beberapa wanita yang menganggap kehormatan adalah segalanya. Dan saat kau melecehkan kehormatannya, dia akan lebih berhati-hati dalam melangkah dan menghadapi siapa pun."

"Penjelasanmu terlalu panjang," keluhnya.

"Ha ... haa ... haa ...." 

Aku tertawa, membuat wajah Nikho merah padam.

"Jadi, kau tidak hanya sedang ingin meruntuhkan kesombongannya, kan?" seruku. Nikho melotot padaku, "Akui saja, Nik. Kau benar-benar menyukainya, dan jika kau ingin memenangkan hatinya, kau harus berusaha sendiri. Kau tak bisa lagi mengandalkan aku sebagai pemandumu."

"Entahlah, tapi kau tahu aku tak bisa melakukannya sendiri."

"Bukankah kau selalu optimis dalam segala hal?"

"Kau tahu ini berbeda."

Aku tahu, mungkin saat ini Nikho belum menyadari sepenuhnya, apa arti semua yang dirasakannya hanya karena seorang penyanyi caffe. 

Keesokannya, Nikho kembali datang ke rumah sakit. Sendiri. Dia mulai ngobrol dengan Utari, meski terlihat kaku tapi Nikho terlihat jauh lebih baik. Tak sekasar dan emosional seperti dulu.

Jujur, hal itu membuat hati Magnolia bergetar. Tapi dia tetap saja memasang kuda-kuda kalau-kalau pria itu memang hanya memberi kebaikan palsu saja. 

Bahkan saat Nikho mengajaknya makan siang di restoran dekat rumah sakit, sikap wanita itu tetap saja dingin. 

Mereka makan tanpa suara. Tapi akhirnya Nikho memutuskan untuk mencairkan suasana.

"Aku meminta Ervan untuk mencari pekerjaan baru untukmu."

Magnolia menghentikan kunyahannya perlahan, menatap Nikho.

"Bekerja di siang hari akan lebih aman untukmu, dan tentunya itu akan membuat mamanu lebih tenang," jelas Nikho.

"Kau tidak perlu lakukan itu,"

"Sampai kapan, kau akan terus memusuhiku?"

"Aku hanya tidak ingin terlalu berhutang budi kepadamu," jujurnya.

"Kau masih berfikir bahwa aku hanya memanfaatkan situasimu?" seru Nikho menyelipkan rasa kecewa. "Terserah apa yang kaupikirkan, aku tidak akan memaksa untuk kau percaya padaku."

Magnolia sedikit terperangah dengan sahutan pria itu. Dia pikir, pria itu akan marah atau mengamuk dengan sikapbya. Tapi ternyata pria itu masih bisa menunjukkan sikap sabar yang membuat Magnolia kehilangan akal untuk bisa mencari cara lain agar pria itu menjauh.  

Dia tahu siapa sebenarnya Nikholay Ivanovich, tapi pria yang ada di hadapannya saat ini sepertinya bukan pria yang sama seperti yang dirinya tahu! Apa sebenarnya di balik kebaikan dan perubahan sikap Nikho?

Bersambung ....

Selanjutnya, Part 6

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun