Reno paling ahli dalam hal itu. Dia berhasil mendapatkan di mana dia tinggal, dan dimana dia bekerja. Sayangnya, tak banyak yang bisa dikoreksi tentang wanita itu.
Tapi apa yang kami dapatkan itu cukup. Besok malamnya, kami pergi ke tempat wanita itu bekerja.
Sebuah caffe yang tak pernah kami kunjungi, menjadi tempat wajib yang Nikho datangi sejak malam itu. Di jam yang sama, kami duduk di meja yang sama menikmati lantunan lagu-lagu syahdu yang dipersembahkan oleh wanita itu.
Selama beberapa malam kami hanya melakukan itu, hingga sebuah malam Nikho mendatanginya melalui menejer caffe.
Ada ketakutan di mata wanita itu saat kami menemuinya. Mungkin wanita itu tahu siapa kami!
"Kau masih ingat denganku?" tanya Nikho.
"Ya, terima kasih sudah menolongku waktu itu. Tapi aku terburu-buru, aku harus segera ke stage!"jawabnya sedikit gugup.
"Tak perlu, akan ada yang menggantikanmu malam ini," sahut Nikho mencegahnya.
"Apa maksudmu?"
"Menejer caffe sudah memberimu ijin untuk tidak manggung malam ini."
Ada keheranan di dalam ekspresi wanita itu yang kami ketahui namanya, Magnolia. Sebuah nama yang cantik, sama seperti parasnya.Â