"Jadi..., nona Keynara Andriana Morgan...sedang cemburu!" cibirnya membuatku melotot. Pipiku merona dan panas, untungnya aku memunggunginya, tapi sepertinya ia tetap tahu.
"Ce-ce-cemburu, ya enggaklah!" sanggahku,
"Udahlah Key, akui saja kalau lu itu memang jatuh cinta sama gue!"
Pipiku benar-benar memerah, mungkin melebihi kepiting rebus, "itu nggak mungkin!" sanggahku, "ya, kita akan menikah. Jadi memang sebaiknya lu jaga sik...," kalimatku terputus karena tubuhku diputarnya hingga kami berhadapan. Bertatapan, ia menyeringai nakal seperti biasanya.
"Gue rasa lu bisa membedakan antara masalah pribadi dan pekerjaan, bagaimanapun..., ini kerjaan gue Key. Gue bahkan udah masuk modeling sebelum kita bertemu, dan gue nggak bisa berhenti hanya karena ke-egois-an lu!" Â
Mataku benar-benar melotot oleh ucapannya, "EGOIS?" desisku menggeram, "terserah, anggap aja gue memang egois. Tapi lu tahu, bukan lu yang sering menyaksikan langsung tunangan lu bersama orang lain meski itu untuk profesionalitas kerja!" seruku melepaskan diri darinya dan berhambur pergi dari ruangan. Aku yakin ia tahu mataku sembab saat mengatakan itu, dan saat aku berlari, aku tak bisa membendung buliran bening di pipiku. Mungkin Adam benar, aku memang jatuh cinta padanya. Terlalu jatuh sampai tak mampu bangun lagi.
 ••••••••
Kurasakan seseorang duduk di kasurku, pantulannya yang memberitahuku. Ku toleh dan ternyata itu kak Keyga, "apaan kak?"
"Belakangan gue nggak pernah lihat si Adam jemput lu, kalian berantem?"
Aku diam beberapa detik, masih menelungkup menatap layar macbookku. Ku desahkan nafas, "kapan sih kita nggak berantem!" Â
"Tapi selama ini kalian masih tetap jalan bareng,"