"Kan Adam lagi di Papua buat syuting!" ku bangkitkan diriku, menatap kak Keyga tapi lebih ke menunduk. Menatap kakiku yang bersila, "hari pernikahan kita kan tinggal seminggu lagi, tapi dia malah lebih mentingin filmnya yang belum kelar. Nggak niat kali dia nikahin Key!"
Kurasakan kakakku tersenyum geli, entah apa yang lucu, "Key, Adam bilang ke gue, kalau ini adalah film terakhirnya. Dia cuma mau nuntasi tanggungjawab yang belum selesai aja. Setelah kalian menikah, dia bakal berhenti main film dan juga modeling!"
Ku tegakkan kepalaki seketika, "yang bener kak?" spontanku.
"Itu adalah salah satu bukti kalau dia juga memikirkan perasaan lu, jadi lu nggak perlulah...merasa cemburu sama lawan mainnya. Seseorang yang memiliki profesionalitas tinggi, itu justru bagus!"
Aku tak menyahut, jadi merasa malu dengan sikapku yang terkadang over hanya karena aku lebih tua darinya. Kak Keyga mengelus rambutku lalu meninggalkan kamarku.
Ku sambar hpku, tepat saat sebuah panggilan masuk menggema. Itu Adam. Kok tepat sekali ya? Aku tak tahu harus menerima telpon itu atau tidak? Akhirnya ku letakan hpku yang menggema di kasur. Beberapa kali kulihat ia menelponku dan tak satupun ku angkat. Aku tak tahu harus berbicara apa padanya jika ku angkat teleponnya. Lalu ia mengirimiku pesan WA,
"Hai ratu jutek, jahat nih! Telepon gue di anggurin(emo bersedih)"
Tak ku balas.
"Ceritanya masih marah nih? (emo manyun)" ____"ya udah, gue minta maaf ya. Ini permintaan maaf pertama gue ya? Hi...hi..., jangan marah lagi dong..., jelek tahu (emo evil marah) tapi eh, emang tiap hari lu marah mulu ya sama gue? Jadi kangen nih pingin dimarahin sama lu,"
Aku tertawa lembut membaca pesannya. Sebenarnya aku juga kengan ngomelin Adam. Lalu ku balas saja, Â
"Lu tuh, selalu bikin gue kesel (emo marah) , kapan balik? Ingat, minggu depan kita nikah, jangan jelalatan disana!" (emo mengancam)