Dia mulai membuatku kesal, tapi aku tak mau berurusan lama dengannya jadi, "kerjakan saja tugasmu, tapi aku tidak mau yang murahan!" ketusku.
"Jangan kuatir, ini bukan bengkel murahan!" sahutnya. Akupun pergi duduk menunggu dia menyelesaikan tugasnya. Kuperhatikan cara kerjanya yang cekatan, dilihat dari tubuhnya yang indah tak seharusnya dia menjadi montir. Dia bisa lebih dari itu, dan otakku mulai berfantasi memandanginya. Sudah dua minggu ini aku tak dapat teman kencan.
Saat aku tengah asyik membayangkannya, suaranya membuyarkanku, "sudah siap dek!" katanya. Aku memang tersentak, "apa?"
"Sudah beres!"
"Bukan itu, kau panggil apa aku tadi?"
"Dek?"
"APA!"
"Salah juga, heah...kupanggil kau dek karena sepertinya kau masih ABG. Atau..., kau mau kupanggil om?" kesalnya lantang membuatku terbungkam.
Aku tak bisa membaca matanya, entah dia memandangku seperti apa. Tapi yang jelas, berbeda dari semua wanita yang selama ini memandangku kagum atau justru..., dipenuhi napsu. Sepertinya dia tidak tertarik padaku. Padahal secara tampang, oh...aku sangat tampan. Bertubuh atletis, dan aku mengendarai BMW X6. Hampir semua wanita yang kudekati tak pernah menolakku, bahkan mereka mengejarku. Dan ya. Aku memang masih ABG, usiaku belum genap 18 tahun. Dan masih duduk di bangku kelas 3 SMA.
Sepanjang perjalanan pulang otakku dipenuhi dengan sikapnya terhadapku. Tatapannya yang tak mampu kubaca. Dia cukup berbeda.
Malamnya, dia kembali mengejutkanku. Di dalam salah satu mobil yang sudah berjejer di garis star untuk bertanding, dia duduk tenang di balik kemudi. Mata kami bertemu ketika kami saling menoleh, dia tak terlihat terkejut menemukanku. Apa aku tidak salah? Aku akan bertanding dengan seorang wanita. Ok, selama ini belum ada yang bisa mengalahkanku. Beberapa di balik kemudi adalah penantang baru yang ingin menjajal kemampuanku. Tak masalah, mereka semua pria, tapi yang satu itu...?