"Itu bukan urusanmu, Ryan!"
"Fiufff...," dengus Ryan seraya mendudukan diri di tepi ranjang. Menatap ke arah jendela yang tertutup rapat, hanya gordennya saja yang tersibak, "jadi..., begitukah caramu mengucapkan terima kasih. Bagaimana kalau seandainya yang menemukanmu adalah orang jahat, atau perampok?"
"Tak ada yang bisa di rampok dariku!"
"Sungguh?" seru Ryan meragukan, memutar kepalanya hingga dapat menatap wajah Sonia lebih dekat. Ia memberikan tatapan penuh arti ke arah wajah Sonia, lalu turun ke tubuhnya. Menanggapi tatapan Ryan, Sonia tahu apa yang di maksud pemuda itu.
"Aku masih bisa menjaga diri!"
"Bisa ku lihat, tapi mungkin..., jika melihatmu kembali...orang yang mencelakaimu pasti akan kembali bertindak!"
"Aku sudah siap menghadapi mereka!"
"Kamu tahu siapa mereka?"
Sonia kembali diam, ia hanya menggeleng. Terdengar Ryan mendesah halus, "tapi...dua di antaranya adalah orang yang tempo hari!" serunya. Ryan sedikit membelalak, "orang yang tempo hari, kamu yakin?"
"Aku masih ingat wajah mereka, bahkan aku juga mengingat wajah orang yang menamparku dan meninggalkanku di jurang!"
Kediaman kembali menyergap. Tak lama, hanya beberapa menit. Ryan kembali memecahkan keheningan, ia tak bisa jika harus berkutat dalam hening terlalu lama bersama Sonia di sebuah ruangan. Menatapnya dalam, dengan segala sikap acuh dan dingin gadis itu. Karena perangkap suasana itu akan membuatnya tergoda, ia bisa saja berbuat nekat. Memeluk, atau bahkan memagutnya. Dan mungkin akibat dari itu ia akan mendapat sebuah tamparan dan makian.